Jiwa Kewirausahaan: Dilahirkan atau Dibentuk?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Ketika Indonesia mengalami keterpurukan ekonomi dan jumlah pengangguran semakin banyak, diperlukan adanya wirausahawan yang dapat membuka lapangan kerja baru. Pemerintah tidak akan mampu menggarap semua aspek pembangunan. Karena itu, orang-orang yang memiliki jiwa kewirausahaan (entrepreneurial) akan menjadi potensi pembangunan yang sangat penting dan harus didorong menjadi wirausahawan (entrepreneur).

Seseorang dapat menjadi wirausahawan dipengaruhi oleh banyak faktor. Seperti: jiwa kewirausahaan (entrepreneurial), pendidikan kewirausahaan, keluarga, pergaulan, lingkungan, dan lain sebagainya. Banyak penelitian menyebutkan bahwa keinginan wirausaha dipengaruhi oleh faktor personal dan lingkungan. Di lain sisi, ada pula yang berpendapat bahwa kewirausahaan cenderung merupakan potensi diri yang dimiliki oleh seseorang dan akan lebih berkembang jika berinteraksi dengan lingkungan, dengan kata lain disepakati bahwa jiwa kewirausahaan merupakan traits. Seringkali penelitian yang menguji jiwa kewirausahaan menggunakan target populasi yang hanya berasal dari satu tipe sehingga menjadi kurang beragam dan kurang relevan. Misalkan hanya menggunakan sampel yang semuanya berprofesi sebagai dosen atau menggunakan sampel yang semuanya memiliki latar belakang bisnis.

Penelitian ini bertujuan menguji perbedaan jiwa kewirausahaan pada tiga kelompok sampel yang berbeda. Kelompok pertama, yaitu mahasiswa yang memperoleh pendidikan bisnis (mahasiswa akuntansi), kelompok kedua adalah mahasiswa nonbisnis (mahasiswa teknik), dan kelompok ketiga adalah para usahawan yang sudah melaksanakan kegiatan bisnis (usahawan praktisi).

Karakteristik Entrepreneurship

Berbagai macam penelitian telah mengungkapkan berbagai karakteristik seorang entrepreneur. Terdapat delapan karakteristik entrepreneurship, yakni sebagai berikut: (1) Desire for responsibility: memiliki rasa tanggung jawab atas usaha yang dilakukannya. Mawas diri akan menjadi bagian dari seseorang yang memiliki tanggung jawab ini; (2) Preference for moderate risk: enterpreneur lebih memilih risiko yang moderat. Dalam arti ia tidak memilih yang berisiko rendah atau terlalu tinggi; (3) Confidence in their ability in success: memiliki kepercayaan diri bahwa akan sukses; (4) Desire for immediate feedback: selalu menghendaki umpan balik dengan cepat; (5) High level of energy: mempunyai kerja keras dan semangat untuk mewujudkan keinginannya; (6) Future orientation: memiliki perspektif dan wawasan jauh ke depan; (7) Skill at organizing: memiliki keterampilan dalam mengorganisasikan sumber daya untuk menciptakan nilai tambah; (8) Value of achievement over money: lebih menghargai prestasi daripada uang.

Sampel penelitian ini berjumlah 255 responden dengan metoda survei. Pengukuran terhadap jiwa kewirausahaan mempergunakan instrument The Carland Entrepreneurship Index, yang dikembangkan pada tahun 1992. Sebagai perluasan dari penelitian yang dilakukan oleh Ciptono (1994), penelitian ini menambah ragam sampel, yaitu mahasiwa bisnis dan non bisnis dan pelaku usaha/wirausaha untuk usaha kecil dan menengah. Masing-masing total sampel dari ketiga kelompok adalah 85 responden, sehingga total responden penelitian ini adalah 255.

Lokasi pengambilan sampel untuk mahasiswa  bisnis diambil dari mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga jurusan Akuntansi, sampel mahasiswa non bisnis diambil dari Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, terakhir untuk wirausaha yaitu pelaku usaha kecil dan menengah akan diambil dari pelaku usaha dari Universitas Ciputra sebagai Universitas entrepreneurship, di mana seluruh mahasiswanya adalah pelaku UKM atau pengusaha.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata skor CEI berturut-turut untuk mahasiswa bisnis, mahasiswa non-bisnis, dan kelompok pelaku usaha adalah 17,72; 17,35; 17,23. Secara statistik, tidak ditemukan bukti empiris adanya perbedaan mengenai jiwa kewirausahaan pada tiga kelompok yang diteliti. Disimpulkan bahwa jiwa kewirausahaan melekat sebagai talenta sejak manusia dilahirkan. Pendidikan bisnis tidak (atau belum) mampu menjadi sesuatu yang mampu memicu jiwa kewirausahaan seseorang. Meski demikian, bukan berarti pendidikan bisnis selamanya tidak akan mempengaruhi jiwa kewirausahaan seseorang. Perlu ada pengkajian yang lebih mendalam tentang kurikulum pendidikan bisnis di Indonesia. Pemerintah Indonesia perlu mengkaji ulang program pendidikannya. (*)

Penulis:

Niluh Made Dian Novita Handayani Narsa

Niluh Putu Dian Rosalina Handayani Narsa

I Made Narsa

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di :

https://doi.org/10.9744/jmk.21.2.104-113

Narsa, Niluh Made Dian Novita Handayani, Narsa, Niluh Putu Dian Rosalina Handayani, and Narsa, I Made. (2019). The Spirit of Entrepreneurship in Business Students, Non-Business Students, and Small and Medium Entrepreneur. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 21 (2), 104-113.

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).