Faktor Risiko Pekerja Wanita Hamil

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi pekerja wanita hamil. (Sumber: liputan6)

Pekerja wanita yang hamil memiliki risiko lebih besar daripada ibu pada umumnya untuk terpapar berbagai masalah kehamilan. Pekerja wanita akan terpapar Reproductive Hazard yang berpotensi dapat menyebabkan gangguan dan komplikasi kehamilan pada pekerja wanita. Faktor risiko di lingkungan kerja sangat beragam dari fisik, biologi, kimia, psikologi, fisiologi, ergonomi dan lainnya sesuai dengan tempat kerja. Pada penelitian yang dilakukan diperusahaan plastik di kawasan industri ditemukan fakta bahwa bising, bau menyengat, dan suhu yang panas merupakan faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya permasalahan kesehatan pada pekerja wanita.

Kesehatan ibu hamil pada pekerja wanita erat kaitannya dengan kesehatan reproduksi. Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi.

Di Indonesia  tenaga kerja wanita telah dilindungi oleh UU ketenagakerjaan. Perlindungan tersebut berupa hak cuti haid, cuti hamil dan melahirkan, hak untuk menyusui atau memerah asi, hak untuk cuti ketika keguguran, larangan PHK karena menikah, hamil dan melahirkan dan hak khusus pada jam kerja tertentu.

Penelitian ini dilakukan pada 160 pekerja wanita di kawasan industri kabupaten Sidoarjo pada Oktober-Januari 2018 dengan kriteria pernah hamil dan bersedia untuk mengikuti penelitian. Perusahaan lokasi penelitian adalah perusahaan Plastik dan Jumbo bag.

Lingkungan kerja dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan bagi pekerja wanita. Lingkungan perusahaan yang tidak tertata, waktu kerja yang terlalu panjang tanpa diikuti dengan waktu istirahat, supervisi lingkungan kerja yang kurang  baik,  SOP yang kurang terlaksana dengan baik, berbagai hazard di lingkungan kerja dapat berakibat pada terjadinya gangguan kesehatan reproduksi pada tenaga kerja wanita. Setiap pekerja wanita memiliki daya tahan tubuh yang bisa jadi berbeda meskipun secara umum harusnya telah dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala oleh perusahaan.

Permasalahan gangguan kesehatan reproduksi pada tenaga kerja wanita dapat terjadi dari yang ringan hingga berat. gangguan tersebut meliputi  gangguan periode mentruasi, mentruasi tidak teratur, infertilitas, STDs , bayi lahir prematur keguguran, ASI tidak lancar dan lainnya.  Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa 38% pekerja wanita pernah mengalami  gangguan siklus mentruasi dan  20% diantaranya  periode menstruasi menjadi lebih panjang. pekerja wanita yang mengalami gangguan kehamilan menyatakan bahwa hak-hak yang seharusnya diperoleh oleh pekerja wanita sesuai UU Ketenagakerjaan belum sepeuhnya diberikan oleh perusahaan.

78% pekerja wanita pernah mengalami gangguan kesehatan reproduksi dari yang ringan hingga berat, 75% terpapar bising dan 78% bekerja pada ruangan dengan suhu yang panas. faktor risiko bising dan lingkungan kerja yang panas berpotensi untuk menyebabkan berbgai gangguan kesehatan baik pada ibu ataupun pada janin yang dikandung oleh ibu.

lingkungan kerja yang bising dapat mengakibatkan gangguan kesehatan secara langsung pada pekerja wanita. papapran bising yang melibihi Nilai Ambang Batas (NAB) secara terus menerus dapat menyebabkan terjadinya infertilitas, lahir premature dan keguguran. Pekerja wanita juga tentu akan berisiko  mengalami  Hearing Loss. secara tidak langsung, bising di tempat kerja dapat menyebabkan gangguan perkembangan indra pendengaran pada bayi. hal ini tentu  masih memerlukan data lebih lanjut. Namun The Swedish Work Enviromental Authority merekomendasikan agar Ibu hamil harus dilindungi dari paparan bising  lebih dari 80dB.

Pekerja wanita yang bekerja di pabrik plastik tentu akan terpapar bau menyengat yang disebabkan oleh baik bahan baku pembuatan plastik ataupun bahan pendukung lainya. Bau menyengat dapat menyebabkan  pusing, mual, muntah. Pada saat hamil, hormon estrogen akan meningkatkan indra penciuman ibu sehingga ibu dapat lebih rentan terpapar bau menyengat. Penelitian lain menyebutkan bahwa tidak hanya estrogen yang dapat menjadi pemicu tapi juga HCG pada wanita hamil yang menjadi pemicu mual muntah dan indra penciuman lebih peka.

Berbagai permasalahan yang ditemukan harusnya menjadi kesadaran bagi kita dan bagi pemilik usaha untuk dapat meminimalkan berbagai faktor risiko yang membahayakan pekerja wanita. Selain itu perlindungan terhadap pekerja wanita juga perlu dilaksankan sesuai undang- undang yang berlaku. Menjaga kesehatan ibu pekerja wanita baik yang hamil ataupun tidak sedang hamil, berarti juga menjaga penerus bangsa  yang akan lahir dari ibu pekerja. (*)

Penulis : Tri Martiana dan Firman Suryadi Rahman

Artikel lengkap tentang penelitian ini dapat diakses melalui link berikut,

https://www.indianjournals.com/ijor.aspx?target=ijor:ijphrd&volume=10&issue=5&article=267

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).