Efek Suplemen Vitamin E terhadap Peningkatan Ledakan Oksidatif Pada Lansia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi suplemen vitamin E. (Sumber: merdeka.com)

Penuaan merupakan proses fisiologis yang terjadi pada manusia, sehingga dapat menurunkan fungsi neutrofil sebagai sistem pertahanan tubuh melawan infeksi, termasuk juga aktivitas ledakan oksidatif. Dalam hal ini, fungsi ledakan oksidatif yang dimediasi-neutrofil dipengaruhi oleh beberapa hal, termasuk asupan vitamin E sebagai mikronutrien. Vitamin E berperan sebagai stimulator aktivasi A2 fosfolipase untuk meningkatkan produksi superoksida dalam sel.

Insiden penyakit menular pada kelompok lanjut usia, semakin bertambah di tingkat dunia. Menurut data demografi dari populasi dunia, pada tahun 2050 akan diperkirakan ada peningkatan  pada populasi lansia lebih dari 50%. Tingkat kematian dari penyakit menular ini disebabkan karena menurunnya sistem kekebalan tubuh  atau disebut “fenomena immunosenescence” pada kelompok lanjut usia (>60 tahun). Neutrofil berfungsi sebagai sistem kekebalan tubuh, juga dapat mengalami kerusakan/disfungsi karena proses penuaan.

Neutrofil merupakan salah satu jenis sel darah putih yang ada di dalam tubuh manusia. Jumlah rata-rata sel darah putih (leukosit) pada lansia tidak memiliki perbedaan signifikan pada pria maupun wanita. Peneliti sebelumnya juga menunjukkan bahwa tidak ada perubahan yang signifikan dalam jumlah leukosit pada lansia. Akan tetapi, tetap terjadi penurunan respon dari sel neutrofil pada lansia.

Fungsi sel ledakan oksidatif netral adalah fungsi neutrofil yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti kadar gula darah tinggi (hiperglikemia), hipertensi, trauma, depresi, alkohol, dan rokok. Faktor lain yang dapat mempengaruhi masih belum diketahui oleh peneliti dan diperkirakan dapat mempengaruhi hasil fungsi ledakan oksidatif seperti tingkat peradangan  yang berbeda antar subjek.

Pengaruh penanganan sampel selama pemeriksaan laboratorium, pola nutrisi yang dimiliki tidak homogen di antara subyek, juga sebagai perbedaan mekanisme metabolisme vitamin E dalam tubuh. Peningkatan metode suplementasi, lamanya pemberian, penanganan sampel darah dan perbandingan antara kandungan vitamin E perlu dimonitor untuk mengetahui efek suplementasi pada fungsi ledakan oksidatif sel neutrofil.

Berangkat dari gambaran di atas, Divisi Alergi dan Imunologi dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, RSUD Dr. Soetomo, Universitas Airlangga, Surabaya, berhasil mempublikasikan hasil penelitiannya di salah satu jurnal Internasional terkemuka, yaitu New Armenian. Penelitian tersebut berfokus pada efek suplemen vitamin E, karena belum ada penelitian yang mengevaluasi efek vitamin E pada peningkatan ledakan oksidatif yang dimediasi neutrofil pada lansia.

Menurut peneliti, riset ini perlu dilakukan dengan tujuan utama adalah untuk mengevaluasi efek suplementasi vitamin E terhadap peningkatan fungsi ledakan oksidatif di sel neutrofil. Fungsi ledakan oksidatif diukur dengan laboratorium flow-cytometry untuk mengetahui jumlah leukosit setelah ledakan oksidatif di seluruh darah yang telah ditambah heparin. Riset ini telah berhasil membuktikan bahwa terjadi peningkatan ledakan oksidatif pada lansia setelah diberikan suplemen vitamin E selama tujuh hari.

Selama penelitian, peneliti telah membagi subyek/peserta menjadi dua kelompok yaitu kelompok suplemen vitamin E dan kelompok Plasebo. Lansia diberikan pengobatan vitamin E dan placebo sesuai dengan kelompoknya. Vitamin E diberikan dalam bentuk senyawa d-α-tokoferol, yang merupakan salah satu molekul vitamin E yang mampu memodulasi fungsi sel neutrofil dalam ledakan oksidatif melalui kinerja Enzim fosfolipase dalam asam arakidonat.

Vitamin E diberikan selama 7 hari dengan dosis 400 IU/hari, dan hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu terjadi peningkatan pada ledakan oksidatif pada lansia setelah diberikan asupan vitamin E selama tujuh hari. Berdasarkan riset sebelumnya juga menunjukkan bahwa peningkatan kadar vitamin E dalam plasma setelah 7 hari pemberian.

Fakta penting dari penelitian ini adalah pemberian vitamin E tidak memberikan efek samping apapun. Hasil penelitian yang lain menyebutkan bahwa pemberian vitamin E (α-tochoperol) mungkin beresiko membentuk radikal tocopheryl. Apabila tidak direduksi menjadi antioksidan, radikal tocopheryl bisa bereaksi dengan lemak untuk membentuk radikal lipid. Oleh karena itu, terkadang suplementasi vitamin E harus disertai dengan vitamin C.

Secara umum, pemberian vitamin E memiliki tingkat keamanan yang baik selama itu diberikan dalam kisaran 200-800 IU/hari dan tidak menyebabkan efek samping klinis yang signifikan. Pemberian suplementasi vitamin E 400 IU per hari selama 7 hari dapat mempengaruhi fungsi ledakan oksidatif sel neutrofil pada lansia. (*)

Penulis: Gatot Soegiarto

Informasi detail dari penelitian ini dapat dilihat pada artikel kami di New Armenian Medical Journal berikut

https://ysmu.am/website/documentation/files/29a30ae4.pdf

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).