Guru Besar Embriologi UNAIR Buktikan Pembekuan Embrio dengan Vitrifikasi Tak Sebabkan Kerusakan Sel

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi Artikel Ilmiah oleh Feri Fenoria

UNAIR NEWS – Dalam ilmu embriologi, dikenal istilah kriopreservasi embrio. Kriopreservasi embrio adalah proses penghentian sementara kegiatan hidup sel tanpa mematikan fungsi sel, di mana proses hidup embrio dapat berlanjut setelah pembekuan dihentikan. Kriopreservasi dilakukan untuk menyimpan sisa embrio yang tidak digunakan dalam proses inseminasi buatan. Terdapat dua metode pembekuan yang digunakan, yakni kriopreservasi konvensional dan vitrifikasi.

Pada metode konvensional, terjadi proses pembekuan secara lambat, sehingga dapat menimbulkan terbentuknya kristal es yang membahayakan sel embrio. Sedangkan pada metode vitrifikasi, pembekuan dilakukan secara cepat pada temperatur -196 derajat celcius dengan menggunakan krioprotektan. Krioprotektan adalah zat kimia yang berfungsi mereduksi pengaruh letal proses pemaparan pembekuan sel, seperti kristalisasi. Sehingga daya hidup embrio dapat terjaga meski telah dibekukan.

Guru besar bidang biotekno embriologi UNAIR, Prof. Dr. Widjiati, M.Si., Drh. melakukan penelitian untuk membuktikan apakah terjadi kerusakan sel embrio yang dicairkan pasca dibekukan dengan metode vitrifikasi.

“Salah satu keuntungan utama dari vitrifikasi adalah tidak adanya kristalisasi yang menyebabkan kerusakan sel dibandingkan metode pembekuan lainnya. Untuk menghindari kristalisasi yang merusak sel blastomer dalam vitrifikasi, metode ini membutuhkan penggunaan krioprotektan konsentrasi tinggi,” paparnya.

Prof. Widjiati menyebutkan bahwa embrio terdiri dari sel-sel blastomir yang dapat mengalami degenerasi atau penurunan saat di-thawing atau diencerkan kembali. Hal tersebut disebabkan oleh perubahan suhu pada embrio. Perubahan suhu secara drastis dapat menyebabkan terbentuknya radikal bebas yang mempengaruhi kualitas embrio.

“Tapi jika hanya beberapa persen, misal sepuluh atau dua puluh persen degenerasinya tidak mempengaruhi mutasi gen,” imbuhnya.

Pengaplikasian vitrifikasi pada embrio mencit membuktikan bahwa bahwa embrio beku setelah dicairkan kembali tidak mengalami mutasi gen. Sehingga embrio sisa dari inseminasi buatan dapat disimpan untuk digunakan kembali.

Ke depan, dosen Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) tersebut ingin mengembangkan vitrifikasi pada embrio ternak sebagai inovasi di bidang inseminasi buatan pada hewan. 

“Selama inikan yang dibekukan hanya sperma untuk inseminasi buatan. Saya ingin ke depan bisa membekukan embrio ternak semisal sapi, supaya bisa transfer embrio. Jadi ke depan saya ingin memproduksi embrio sapi disimpan untuk mengembangkan inseminasi buatan,” tuturnya. (*)

Penulis: Zanna Afia

Editor: Nuri Hermawan

Referensi 

Widjiati. 2018. The profiling of pre- and post-warming DNA in mouse embryos with microsatelite method. Veterinary World. Vol 11(11): p. 1526–1531

Link

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6303499/

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).