Dosen FK UNAIR Teliti Skabies Berkrusta pada Lupus Eritematosus Sistemik

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi Artikel Ilmiah oleh Feri Fenoria

UNAIR NEWS – Skabies merupakan penyakit kulit yang ditunjukkan dengan gambaran klinis berupa gatal pada kulit disertai dengan ekskoriasi dan krusta akibat infestasi parasit Sarcoptes scabiei var hominis pada lapisan epidermis. Salah satu jenis skabies adalah skabies berkrusta yang jarang ditemukan, ditandai oleh penebalan dan munculnya sisik di kulit akibat adanya sejumlah kutu di lapisan kulit, penebalan kuku, dan distrofi, atipikal, dan bersifat sangat infeksius.

Skabies berkrusta seringkali dikaitkan dengan berbagai kondisi penurunan imunitas tubuh (imunokompromais) seperti infeksi human immunodeficiency syndrome (HIV), keganasan hematologis, penyakit neurologis, dan penyakit jaringan ikat termasuk lupus eritematosus sistemik (LES). Dengan demikian, Dwi Murtiastutik dr.,Sp.KK(K),FINSDV bersama rekannya melaporkan kasus terkait penyakit iniuntuk membahas aspek klinis dan terapinya pada pasien LES.

“Peristiwa terjadi pada bulan Agustus 2017, seorang pria berusia 28 tahun dirujuk ke rumah sakit dengan keluhan keropeng tebal di hampir seluruh tubuh selama 2 bulan. Keluhannya disertai dengan ruam dan sedikit rasa gatal. Pasien mengeluhkan rasa gatal semakin bertambah berat di malam hari dan ketika berkeringat. Ruam tersebut kemudian semakin menyebar ke hampir seluruh tubuh dan menjadi menebal disertai dengan keropeng tanpa rasa nyeri,” jelas dosen Fakultas Kedokteran (FK) tersebut.

Pasien, tambahnya, selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik pada regio generalisata terutama perut, lengan atas, dan tangan ditemukan makula hiperpigmentasi dengan batas tidak jelas yang tertutup krusta, erosi, dan beberapa papula eritematosa di sekitarnya. Sedangkan pada pemeriksaan laboratorium ditemukan penurunan hemoglobin, leukopenia, trombositopenia, dan hypoalbuminemia, pasien kemudian didiagnosis dengan lupus eritematosus sistemik.

“Pasien telah kami periksa kerokan kulit pada area lesi dan ditemukan parasit Sarcoptes scabiei dalam bentuk nimfa, kutu dewasa, telur, dan skibala (kotoran parasit). Hasil pemeriksaan ini menandakan pasien mungkin memiliki sejumlah besar kutu di bawah kulit dan keropeng. Pemeriksaan tersebut merupakan standar baku penegakan diagnosis skabies pada pasien”, ujarnya.

Pasien diberikan terapi dengan permethrin 5% krim yang diberikan 2 kali seminggu pada seluruh tubuh dan dikombinasikan dengan sulfur presipitatum dan asam salisilat (salep 2-4) 2 kali sehari pada area lesi. Terapi pasien dioptimalkan dengan pemberian klorfeniramin maleat tablet dan terapi untuk LES. Terdapat perbaikan klinis selama 2 minggu penggunaan terapi tersebut.

“Laporan kasus ini menekankan pada gambaran klinis skabies berkrusta pada pasien LES. Dengan penegakan diagnosis yang tepat, diharapkan klinisi dapat memberikan terapi yang baik dan tepat pada pasien,” pungkasnya.

Penulis : Dian Putri Apriliani

Editor : Nuri Hermawan

Link:

https://www.researchgate.net/publication/332297394_Crusted_scabies_in_systemic_lupus_erythematosus_More_than_a_mite_contagious_case

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).