Serum Kalsitriol dan Kadar Hormon Paratiroid pada Penderita Gagal Ginjal Kronis Tanpa Cuci Darah

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi cuci darah. (Sumber: halodoc)

Chronic kidney disease (CKD) atau yang sering dikenal sebagai gagal ginjal kronik/menahun (GGK) merupakan masalah kesehatan di negara-negara maju maupun berkembang dan angka kejadian meningkat setiap tahun. Penyakit ini sering dikaitkan dengan proses mineral dan gangguan tulang. Sehingga, keseimbangan kalsium dan fosfat terganggu serta dapat mempengaruhi beberapa biomarker seperti tingkatkalsitriol dan hormon paratiroid.

Sekitar 20 juta orang dewasa di Amerika Serikat menderita berbagai tahap penyakit ginjal menahun. Ada >400.000 penderita dengan stadium akhir penyakit ginjal dan >300.000 penderita yang membutuhkan hemodialisis (cuci darah). Risiko kematian semakin meningkat sebanding dengan perkembangan dari penyakit ini. Penderita GGK terjadi penurunan massa ginjal dan laju filtrasi glomerulus (GFR). Massa ginjal dan penurunan GFR menyebabkan gangguan keseimbangan kalsium (Ca) dan fosfat (P). Sistem pengeluaran fosfat melalui ginjal semakin menurun, sehingga menyebabkan peningkatan kadar fosfat dalam darah.

GGK juga terjadi gangguan produksi enzim 1α-hidroksilase dalam ginjal yang dapat menghambat pembentukan vitamin D yang tidak aktif (kalsiumol) menjadi vitamin D aktif (kalsitriol). Kadar kalsitriol yang rendah menyebabkan penurunan penyerapan kalsium di dalam usus. Apabila terjadi secara terus-menerus dapat mengganggu keseimbangan kalsium dan fosfat yang dapat mengakibatkan hormon paratiroid (PTH) meningkat.

Hormon kalsitriol dan paratiroid bekerjasama dalam menjaga keseimbangan kadar kalsium dan GFR menurun hingga kurang dari 20-25%. Penurunan kadar kalsitriol dan peningkatan hormon paratiroid pada penyakit GGK dapat menyebabkan gangguan metabolisme tulang dan mineral. Tingkat penurunan kalsitriol terjadi relatif dini pada perkembangan GGK.

Oleh karena itu, dua anggota tim dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSUD Dr. Soetomo Surabaya menjelaskan bahwa penelitian yang telah dilaksanakan berfokus untuk mengevaluasi hubungan serum kalsitriol dan hormon paratiroid terhadap penderita GGK tanpa cuci darah.

Kandungan kalsitriol tertinggi pada sampel adalah 97,98 pmol/L dan terendah 11,96 pmol/L. Sebagian besar sampel dalam penelitian ini, terdapat 54 sampel memiliki tingkat kalsitriol yang normal, sementara 8 sampel memiliki kadar kalsitriol yang rendah. Distribusi data median nilai kandungan kalsitriol dalam penelitian ini adalah dikelompokkan berdasarkan penurunan GFR sebagai berikut: GFR 45-59 ml/mnt dengan nilai median 59,4 pmol/L, 30-44 ml/menit dengan nilai median 65,2 pmol/L, 15-29 ml/mnt dengan nilai median 66,2, kurang dari 15 ml/menit dengan nilai median 60.1 pmo/L. Nilai median digunakan karena terdapat data distribusi tidak normal.

Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kadar kalsitriol >17 ng/L memiliki risiko kematian empat kali lipat lebih tinggi daripada kadar kalsitriol >44 ng/L. Sedangkan pada penelitian ini, sebagian besar tingkat kalsitriol menunjukkan nilai normal karena jumlah enzim 1α-hidroksilase dalam sampel penelitian ini cenderung dalam kondisi normal.

Hal ini bisa dikarenakan adanya efek paparan sinar matahari yang berlebih di negara-negara Asia atau karena efek enzim 1α-hidroksilase pada ginjal. Kadar kalsitriol normal diikuti dengan hasil GFR dalam rentang nilai 15-29 ml/menit. Apabila GFR kurang dari 15 ml/menit cenderung mengindikasikan kadar kalsitriol menurun.

Penelitian ini juga diperoleh rata-rata hormon paratiroid sebanyak 97,89pg/ml. Beberapa penelitian juga menunjukkan tingkat hormon paratiroid di berbagai daerah sangat bervariasi. Rata-rata hormon paratiroid dari masing-masing kelompok ras adalah 130 pg/ml untuk ras kulit putih, 249 pg/ml ras Afrika-Amerika, 93 pg/ml ras Asia dan 130 pg/ml untuk ras hispanik. Tingkat hormon paratiroid di setiap ras memiliki hasil yang berbeda dan ras Asia memiliki rata-rata yang lebih rendah dibandingkan dengan ras lain

Fakta penting dari penelitian ini adalah tidak ada hubungan yang signifikan antara kadar kalsitriol dengan kadar hormon paratiroid pada penderita GGK tanpa cuci darah di Indonesia. Dibuktikan dengan penelitian ini tidak menunjukkan hubungan yang signifikan antara penurunan kadar kalsitriol dan peningkatan hormon paratiroid pada penderita.

Hasil tidak signifikan ini, menunjukkan kemungkinan pengaruh variabel lain. Ini diduga bahwa faktor yang mempengaruhi kenaikan hormon paratiroid tersebut disebabkan oleh jumlah sampel penelitian kurang dan lebih sedikit dibandingkan penelitian lain. Faktor geografis juga diduga dapat mempengaruhi hasil penelitian. (*)

Penulis: Chandra Irwanadi

Informasi detail dari penelitian ini dapat dilihat pada artikel kami di New Armenian Medical Journal berikut

https://ysmu.am/website/documentation/files/5e1e33f6.pdf

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).