Pakar Kaji Cara Atasi Kasus Resistensi Antibiotik dengan Terapi Fage

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi Artikel Ilmiah oleh Feri Fenoria

UNAIR NEWS – Merebaknya kasus resistensi antibiotik semakin membuat khawatir para praktisi kesehatan maupun peneliti. Pasalnya, menurut World Health Organization (WHO) resistensi antibiotik akan menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di tahun 2030. Resistensi antibiotik terjadi ketika seseorang mengonsumsi antibiotik tidak sesuai anjuran dokter. Pasien biasanya tidak mematuhi takaran obat yang harus diminum, jadwal waktu obat tersebut dikonsumsi, dan panjangnya periode obat tersebut harus dihabiskan.

Melihat kondisi tersebut, para peneliti maupun praktisi kesehatan mulai melirik bakteriofage atau fage sebagai jalan alternatif untuk meminimalisir kasus resistensi antibiotik. Fage sendiri merupakan terapi yang sudah ada dan pernah digunakan dari tahun 1920 lalu untuk mengatasi penyakit infeksi manusia.

 “Terapi Fage untuk mengobati penyakit infeksi masih belum populer di Indonesia. Namun, penelitian tentang terapi Fage telah berkembang pesat di negara-negara Amerika Serikat dan Eropa sebagai alternatif mengatasi kasus resistensi antibiotik,” tutur Rizka Oktarianti Ainun Jariah, Dosen Fakultas Vokasi UNAIR.

Rizka Oktarianti juga mengatakan untuk dapat mengaplikasikan terapi Fage dalam proses penyembuhan penyakit infeksi, interaksi antara bakteri, fage, dan sistem imun manusia perlu diketahui secara mendalam.

“Fage, bakteri, dan sistem kekebalan tubuh manusia diketahui memiliki interaksi yang kompleks. Khususnya, fage dan bakteri, keduanya diketahui memiliki interaksi yang bersifat kompetisi. Artinya, perubahan di satu pihak dapat menyebabkan kepunahan di pihak lain. Dengan demikian, satu-satunya cara untuk bertahan hidup adalah dengan adaptasi yang bersifat melawan,” ungkapnya.

Ia melanjutkan untuk menerapkan terapi Fage pada kasus infeksi manusia, sangat penting untuk memiliki pemahaman yang mendalam tentang bagaimana fage berinteraksi dengan bakteri dan pada waktu yang sama juga dapat memodifikasi sistem kekebalan tubuh manusia. Fage secara alami ada di dalam tubuh manusia dengan beragam populasi. Oleh karena itu, fage juga terbukti berinteraksi secara alami dengan sistem imun pada tubuh manusia.

Berbagai penelitian telah meneliti interaksi fage dan sistem imun adaptif pada manusia. Secara umum, fage dapat menginduksi respon imun namun tidak secara signifikan. Dalam konteks terapi Fage, fage dapat membunuh dan menyebabkan sel bakteri lisis, sehingga partikel bakteri dapat meningkatkan aktivasi respons imun. Atau, fage juga dapat ‘menyelimuti’ sel bakteri dan menginduksi lebih banyak sel imun.

Meski begitu dalam pengaplikasiannya,  dalam terapi fage masih ditemukan beberapa blind spot. Namun riset mengenai terapi Fage berkembang secara progresif, juga Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat menyetujui pengaplikasian terapi Fage ini. Sehingga terapi Fage ini dapat dicoba sebagai jalan alternative.

“Kemungkinan adanya resistensi fage pada bakteri juga mungkin terjadi. Seperti halnya resistensi antibiotik, pemahaman yang lebih dalam tentang metode isolasi dan produksi fage untuk mencegah risiko ini juga masih perlu diteliti lebih dalam,” tegas Rizka Oktarianti.

Penulis: Tunjung Senja Widuri

Editor: Nuri Hermawan

Berikut sumber / link terkait tulisan di atas: https://doi.org/10.1002/rmv.2055

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).