Inilah Sekelumit Kondisi Sungai di Surabaya

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Surya Tribunnews

Sungai dan pemanfaatnya masih sangat beragam. Pemanfaatan sungai di kota besar seperti Surabaya, misalnya, salah satunya digunakan untuk pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat. PDAM jasa tirta melakukan pengolahan air sungai dan mendistribusikan untuk kebutuhan masyarakat. Namun, tampaknya perlu lebih serius dalam mengelolaan sumberdaya sungai yang lintas batas kab dan kota sehinga pengelolaannya harus berkolaborasi secara regional. Hasil penelitian tahun 2013 menyebutkan bahwa kandungan air sungai di Surabaya memiliki nilai kandungan logam Tembaga (Cu) yang melebihi batas ambang yaitu 0.37-0.81 ppm (lebih dari 0.02 ppm), sementara konsentrasi logam tembaga pada sedimen sungai ini sangat tinggi yaitu 27.58-77.29 mg/kg (Fitriyah et al., 2013). Serem ya…  

Sungai sebagai Tempat sampah

Ketika kita tengok, masih banyak masyarakat kita yang dengan mudah membuang sampah ke badan sungai dengan alasan yang sederhana. Sampah-sampah yang dibuang tidak hanya sampah organik dari limbah rumah tangga, saat ini sampah plastik menjadi perhatian karena sulitnya terurai dan menjadi masalah dan penyebab tersumbatnya saluran air dan sungai di sejumlah wilayah. Akhir-akhir ini sejumlah aktivis peduli lingkungan terus mengkampanyekan program untuk penurunan sampah (plastik), dan menyadari pentingnya biodiversitas bagi kelangsungan hidup manusia. Laporan Sintesis yang di rilis pada April 2018 menyebutkan bahwa 300 juta ton sampah plastik telah dihasilkan tiap tahunnya di berbagai belahan dunia, dan diperikirakan terus mengalami peningkatan sebesar 250 juta ton jika kondisi yang ada masih terus berlanjut dengan pola urbanisasi, konsumsi dan produksi sama yang masih sama. Di Indonesia sendiri, 85.000 ton per hari dan akan terus meningkat hingga mencapai 150.000 ton pada prediksi tahun 2025.

Selain sampah plastik, LSM Ecoton menyebutkan bahwa sampah berupa popok bayi menjadi sampah cukup banyak yang cukup merisaukan. Selain kandungan diaper yang sulit untuk terurai, popok yang mengandung fecal (kotoran manusia) juga berpotensi menjadi sumber pencemaran bakteri E.coli yan cukup berbahaya. Cemaran bakteri E.coli di sungai Surabaya pada pengamatan tahun 2007-2011 menyebutkan hingga mencapai kepadatan 50.000 jml/100 ml air sampel yang didapatkan di lokasi sungai Karang Pilang (Priyono et al., 2013). Nilai ini melebihi batas yang ditetapkan PP RI no 82 tahun 2001 yang mentapkan konsentrasi E.coli hanya 5.000 jml/100 ml sampel air.    

Sumber penghidupan dan Penghasilan

Sejumlah masyarakat menggantungkan pendapatan dan penghiduan dari adanya air sungai, seperti penyedia sumber air baku dan penyedia sumber protei ikan. Namun, pernahkan menyangka, sejumlah masyakat juga mendapatkan penghasilan dari mengumpulkan cacing dari dasar perairan sungai. Salah satu sungai besar yang membelah Sidoarjo dan Surabaya terletak di Karang Pilang yaitu Sungai Surabaya (kali Mas). Sungai ini memberikan penghasilkan pada pengumpul cacing sutra (cacing rambut) untuk keperluan pakan ikan hias dan kegiatan budidaya ikan lainnya. Sepintas ini memberikan keuntungan, namun indikasi keberadaan cacing rambut ini merupakan indikasi tingginya cemaran bahan organis di sungai tersebut. Cacing mampu memanfaatkan dan mengkonsumsi bahan organic dan terlarud dalam air, semakin banyak populasi cacing megindikasikan semakin tinginya cemaran bahan organic (Pursetyo et al., 2019).

Terlepas dari peliknya pemanfaatan sungai, sejumlah peneliti juga mendapatkan isolat bakteri dari kali mas Suabaya yang tahan terhadap paparan Merkuri dan logam Besi. Isolat bakteri Bacillus yang didapatkan tersebut mampu mentoleransi konsentrasi logam besi (FeCl2) pada konsentrasi maksimum 300 mg/L (Farisna and Zulaika, 2016). Isolat ini menunjukkan bakteri tersebut mampu tumbuh pada konsentrasi logam Fe yang tinggi dibandingkan pada konsentrasi logam besi yan rendah. Hal lain dari hasil temuan menarik ini, menunjukkan bahw sungai di Surabaya juga terpapar oleh pencemaran logam besi yang cukup berbahaya dan menyebabkan bakteri yang hidup di sungai tersebut mampu beradaptasi dan bahkan menjadi resisten pada konsentrasi Fe cukup tinggi. 

Refleksi Budaya Bangsa 

Tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki dan mengelolan sungai dengan lebih baik. Surabaya telah berupaya melakukannya, namun kawasan hulu sungai juga tidak boleh melalaikannya. Keja bersama atau sikapgotog royong yang menjadi budaya bangsa harus digalakkan kembali untuk mengelola bersama sungai di Indonesia. Perayaan hari sungai nasional akan berasa sia-sia jika tidak ada tindakan nyata melakukan perbaikan pengelolaan sugai untuk kebaikan bersama dimasa yang akan dating. Budaya bangsa dapat tercermin dari kualitas sungai yang dimiliki. Semakin maju bangsa semakin menghargai sumberdaya alamnya. Mari bersama dan pasti bisa. 

Penulis: Sapto Andriyono S.Pi., M.T. (Dosen FPK UNAIR)

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).