Dosen FIB Ulas Fenomena PT-EC dalam Kontestasi Politik Jokowi-Prabowo

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi Artikel Ilmiah oleh Feri Fenoria

UNAIR NEWS – Sudah jamak diketahui bahwa kontestasi politik antara Jokowi-Prabowo adalah salah satu isu panas yang menyedot perhatian masyarakat Indonesia selama kurun waktu lima tahun terakhir. Hal itulah yang menggugah Moh. Gandhi Amanullah S.S., M.A., bersama tim untuk mengulas ke dalam sebuah riset yang sangat dekat dengan keilmuannya.

Sebelumnya, ia menegaskan bahwa situasi yang terjadi dalam kontestasi politik Jokowi-Prabowo yang begitu panas, setidaknya disebabkan dua hal, pertama karena maraknya penggunaan media sosial (medsos), dan kedua, karena merebaknya fenomena post-truth dan echo-chamber (PT-EC).

Medsos, jelasnya, kini telah menjadi replika dari “ruang publik” di dunia nyata.

“Melalui kuasa teknologi informasi, komunikasi melalui medsos lebih cair, egaliter, dan tak terbatas ruang-waktu. Medsos juga lebih efisien dan murah, karena apa yang disampaikan; ujaran, verbal dan visual dapat disimpan, direproduksi berulang kali dengan jumlah yang tak terbatas dan tersampaikan secara instan,” ungkapnya.

Selanjutnya, ia juga mengatakan bahwa medsos juga menyimpan paradox. Medsos, lanjutnya, berpotensi menjadi “ladang” subur bagi membiaknya informasi, ujaran, pernyataan, verbal, visual, gambar gerak yang sifatnya palsu. Tidak hanya itu, baginya, medsos juga menjadi ladang untuk manipulatif (hoax/fakenews), sesat nalar (logical fallacy), berbau kebencian (hate speech), dan kekerasan (bullying).

“Ironisnya informasi macam inilah yang akhir-akhir ini turut andil besar dalam membentuk opini publik,” tandasnya.

Dari hal tersebut, sambungnya, muncullah sebuah situasi dimana informasi benar dan obyektif “kalah” dengan informasi palsu, namun lebih dipercayai. Hal ini, jelasnya, diperparah ketika informasi tersebut dibuat dalam bentuk pesan yang lebih bisa menyentuh emosional dan dilesakkan secara berulang-ulang.

“Di sini kebenaran akhirnya menjadi bias, terdistorsi dan relatif, sehingga sulit dibedakan mana benar-mana salah, mana fakta mana fiksi, dan mana jujur mana penipuan. Kebenaran ditetapkan atas dasar kekuatan dalam mempertahankan klaim subyektif ketimbang ditentukan atas dasar hasil proses diskurisf yang rasional. Fenomena inilah yang akhir-akhir ini disebut sebagai fenomena post truth,” ungkapnya.

Pada akhir, ia juga menjelaskan bahwa dalam kasus kontestasi politik antara kubu Jokowi dan Prabowo tahun 2014-2019, fenomena iru terjadi di hampir semua platform medsos. Pada salah satu platform medsos yang populer digunakan yaitu Facebook (FB), fenomena post truth tampak beroperasi sangat massif.

“Hal ini dapat dilihat setidaknya dari tiga faktor, yaitu; dari banyak munculnya ruang gema di dalam platform ini, dari bentuk dan isi pesan yang mendominasi lini masa di dalam ruang gema tersebut,” pungkasnya.

Penulis: Nuri Hermawan

Editor: Khefti Al Mawalia

Referensi:

https://produccioncientificaluz.org/index.php/opcion/article/view/24122

Moh. Gandhi Amanullah, Syahrur Marta Dwisusilo. 2019. Post-truth and echo chamber phenomena in the facebook of Jokowi and Prabowo.

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).