Koneksi Politk dan Risiko Jatuhnya Harga Saham Di Era Pra dan Pasca Lengsernya Soeharto

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh money.kompas.com

Membangun koneksi politik dapat menghasilkan manfaat dan biaya bagi perusahaan. Di satu sisi, jika politisi terlibat dalam suatu perusahaan, mereka dapat menggunakan jaringan dan kekuatan mereka untuk mendukung perusahaan itu. Namun, hal ini juga dapat meningkatkan risiko perusahaan karena adanya potensi konflik kepentingan.

Pada tahun 1998, Indonesia sangat terpukul oleh krisis keuangan. Krisis dimulai di Thailand dan Korea Selatan, kemudian menyebar ke seluruh Asia. Hofman, Bert, Ella, dan Kian dalam penelitiannya tahun 2004 menyebutkan bahwa selama krisis terjadi, nilai rupiah terdepresiasi 30%, ekspor menurun, tingkat inflasi meningkat hampir 100%, tingkat kemiskinan naik dua kali lipat menjadi lebih dari 27%, dan pertumbuhan ekonomi berkontraksi menjadi hampir 14%. Krisis keuangan kemudian berkembang menjadi krisis politik yang menyebabkan pengunduran diri Soeharto secara tiba–tiba setelah 32 tahun berkuasa.Timbul pertanyaan, bagaimana dengan kondisi perusahaan–perusahaan yang memiliki hubungan  dengan Soeharto saat itu ?.

Sato (2004) menemukan bahwa kinerja perusahaan-perusahaan yang terhubung dengan Suharto bervariasi setelah krisis. Perusahaan-perusahaan yang selamat adalah perusahaan yang didirikan pada tahun 1970-an dan perusahaan yang menduduki peringkat di antara20 sampai30 besar perusahaan terkaya pada tahun 1980-an dan 1996. Sebaliknya, perusahaan-perusahaan yang tidak mampu bertahan adalah perusahaan-perusahaan muda yang didirikan pada tahun 1980-an dan berada di peringkat 20 besar pada tahun 1996 atau perusahaan di luar peringkat 20 teratas pada tahun 1980-an tetapi masih di dalam peringkat 10 besar pada tahun 1996. Carney dan Hamilton-Hart (2015) juga menemukan bahwa sejumlah besar perusahaan besar mengalami penurunan kinerja secara drastispada tahun 1996 dan terlempar dari peringkat 200 perusahaan dengan kinerja terbaik. Hal ini juga dialamiperusahaan milik anak-anak Soeharto.

Koneksi Politik dan Risiko Jatuhnya Harga Saham

Ada dua kemungkinan hubungan antara perusahaan yang terhubung secara politis dan risiko jatuhnya harga saham. Kemungkinan pertama adalah bahwa perusahaan dengan koneksi politik lebih cenderung memiliki risiko jatuhnya harga saham yang lebih tinggi. Literatur sebelumnya telah menemukan bahwa perusahaan yang terhubung secara politis dapat memperoleh manfaat yang signifikan dalam hal pembiayaan, sedangkan perusahaan yang tidak terhubung secara politis lebih mungkin untuk menderita kendala pendanaan (Luo dan Zhen, 2008). Untuk memenuhi persyaratan keuangan, manajer didorong untuk menutupi laporan keuangan dan menyembunyikan informasi negatif. Tindakan ini dapat mengakibatkan peningkatan asimetri informasi, dan akumulasi berita buruk pada akhirnya dapat menyebabkan jatuhnya harga saham.

Di sisi lain, Hu dan Wang (2018) juga menemukan bahwa dengan akses istimewa pendanaan, perusahaan yang terhubung secara politis dapat mengurangi kegiatan penimbunan berita buruk untuk menghindari peraturan pemerintah dan mempertahankan akses ke subsidi pemerintah. Dengan cara ini, tingkat asimetri informasi dapat dikurangi, sehingga mengurangi kemungkinan jatuhnya harga saham.

Secara konseptual, risiko jatuhnya harga saham (stock price crash risk) didasarkan pada kecenderungan manajer untuk menahan berita buruk yang ada pada suatu perusahaan. Pada titik tertentu, manajer sudah tidak mungkin lagi menahan berita buruk perusahaan. Ketika saat itu tiba, semua berita buruk yang tersembunyi diungkapkan ke pasar sekaligus, sehingga akan berdampak pada penurunan harga saham yang signifikan atau yang biasa disebut stock price crash risk (Kim et al. 2011).

Fisman (2001) menemukan bahwa perusahaan-perusahaan yang terhubung secara politis di Indonesia sangat bergantung pada manfaat dari koneksi mereka di bawah rezim Soeharto dan seringkali memiliki akses istimewa pada pendanaannya. Pengunduran diri Soeharto pada tahun 1998 merupakan transisi mendasar dalam ekonomi politik Indonesia di tingkat nasional. Pengunduran diri Soeharto dan perubahan rezim memicu guncangan keuangan dan operasional untuk perusahaan yang memiliki koneksi politik dengannya.

Metode dan Hasil

Harymawan, Nasih, Lam, dan Rumayya melakukan riset pada tahun 2019 yang melibatkan 730 sampel perusahaan pada periode 1995 – 2001. Data koneksi politik diperoleh dari Indonesia Capital Market Directory (ICMD) dan informasi mengenai jumlah anak perusahaan didapat dari database Osiris. Data akuntansi dan keuangan didapat dari database Compustat Global. Riset ini juga menggunakan data pada periode pra dan pasca pengunduran diri Soeharto sehingga data pada tahun 1998 dikecualikan agar tidak menyebabkan adanya ambiguitas untuk tes utama, terutama untuk tes difference-in-difference.

Secara umum, hasil analisis menunjukkanbahwa perusahaan dengan koneksi politik memiliki risiko jatuhnya harga saham yang lebih rendah.Temuan ini menunjukkan bahwa koneksi politik dapat mengurangi kemungkinan risiko jatuhnya harga saham perusahaan. Asosiasi negatif ini lebih jelas terlihat pada perusahaan dengan struktur perusahaan yang lebih kompleks. Dengan menggunakan metode difference-in-difference, ditemukan pula bukti bahwa perusahaan-perusahaan dengan koneksi politik memiliki risiko jatuhnya harga saham yang lebih tinggi setelah koneksi mereka lengser dari kekuasaan (pasca pengunduran diri Soeharto). Hasil ini menyiratkan bahwa biaya atas koneksi politik muncul hanya setelah koneksi ini kehilangan kekuasaan.

Penulis: Iman Harymawan, Ph.D.

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://www.mdpi.com/2227-7072/7/3/49/htm

Harymawan, I., Lam, B., Nasih, M., & Rumayya, R. (2019). Political Connections and Stock Price Crash Risk: Empirical Evidence from the Fall of Suharto. International Journal of Financial Studies, 7(3), 49.https://doi.org/10.3390/ijfs7030049

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).