Guru Besar UNAIR Ulas Penyebab Deforestasi Hutan Bakau di Asia Tenggara

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Feri Fenoria R

UNAIR NEWS – Kali ini, berita tentang riset datang dari salah satu guru besar Universitas Airlangga. Ialah Prof. Dr. Bambang Irawan, M.Sc., yang mengulas mengenai “Penyebab Deforestasi Hutan Bakau di Asia Tenggara”. Sebelum mengulas banyak hal tentang risetnya, Prof. Bambang terlebih dulu menjelaskan bahwa hutan bakau merupakan ekosistem yang tersebar melintasi zona pesisir di garis khatulistiwa dan daerah subtropis.

Ekosistem tersebut, lanjut Prof. Bambang, sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor abiotik seperti suhu, arus, pasang surut, tanah, iklim, pH, pasokan air tawar, dan salinitas. Studi terbaru, jelasnya, menunjukkan bahwa hutan bakau menyerap lebih banyak karbon dibandingkan hutan hujan.

“Dengan demikian, ekosistem ini dapat berkontribusi terhadap pengurangan emisi karbon secara signifikan dan dapat muncul sebagai salah satu solusi utama dalam strategi mitigasi perubahan iklim global,” ungkapnya.

Perihal risetnya, Prof. Bambang mengatakan bahwa penelitian yang ia lakukan memberikan pendekatan alternatif untuk kontekstualisasi hilangnya hutan mangrove. Tentu, ungkapnya, dengan cara mengintegrasikan set data lingkungan dan produk sosial ekonomi yang tersedia.

“Penelitian ini berhasil mengungkapkan bahwa 22,64% dari total area hutan mangrove telah menjadi gundul karena dikonversi menjadi lahan pertanian, 5,85% dikonversi menjadi akuakultur, 0,69% dikonversi menjadi infrastruktur, dan 16,35% tidak dikonversi menjadi kelas penggunaan lahan spesifik tetapi masih terpengaruh oleh aktivitas manusia lainnya,” jelasnya.

Selanjutnya, Prof. Bambang juga mengatakan bahwa pendorong deforestasi yang paling dominan di Myanmar, Malaysia, Thailand, dan Timor Leste adalah konversi lahan pertanian. Sedangkan di Filipina dan Kamboja adalah konversi lahan akuakultur. Namun, pendorong deforestasi yang paling dominan diidentifikasi berbeda di Indonesia, Vietnam, dan Brunei.

“Konversi lahan pertanian sebagian besar terjadi di Myanmar, Malaysia, dan Thailand; konversi lahan budidaya sebagian besar terjadi di Indonesia, Filipina, dan Kamboja; dan konversi lahan infrastruktur sebagian besar terjadi di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam,” tutur Prof. Bambang.

Pada akhir, Prof. Bambang juga mengatakan bahwa penelitian yang dilakukan dapat memfasilitasi pertukaran analisis untuk studi kebijakan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan. Perbedaan strategi pengelolaan, sambungnya, dapat dievaluasi untuk menilai trade-off antara melestarikan hutan bakau hutan untuk mitigasi perubahan iklim dan mentransformasikannya untuk tujuan ekonomi.

“Oleh karena itu, tambahan data lingkungan dan produk sosial-ekonomi perlu menjadi kajian sekunder,” pungkasnya.

Penulis: Nuri Hermawan

Editor: Khefti Al Mawalia

Referensi:

https://www.mdpi.com/1999-4907/10/11/952

Adam Fauzi, Anjar Sakti, Lissa Yayusman, Agung Harto, Lilik Prasetyo, Bambang Irawan, Muhammad Kamal and Ketut Wikantika. Contextualizing Mangrove Forest Deforestation in Southeast Asia Using Environmental and Socio-Economic Data Products. Forest, 2019, 10, 952.

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).