Dosen FH UNAIR Tekan Adanya Dekonstruksi Terhadap Bukti Kepailitan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Feri Fenoria R

UNAIR NEWS – Kepailitan yang dialami setiap badan usaha menjadi masalah yang kadang sulit untuk menyelesaikannya. Sistem perbuktian yang membuktikan suatu badan usaha pailit perlu untuk dikaji ulang.

Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga, Dr. M. Hadi Subhan, SH., MH., CN. Melakukan penelitian mengenai dekontruksi sistem perbuktian dalam kepailitan. Hadi mengungkapkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 terdapat dua syarat bukti kepailitan.

Pertama, harus mempunyai dua atau lebih kreditor. Kedua, adalah  tidak membayar lunas satu utang yang telah jatuh tempo serta dapat ditagih. Namun, kemudahan syarat pailit tersebut justru dipersulit dengan adanya ketentuan persyaratan pembuktian sederhana.

“Penjelasan norma mengenai arti pembuktian sederhana sangat tidak memadahi bahkan dapat dikatakan kabur (vague norm),” ungkapnya.

Menurutnya, kekaburan norma pada kasus kepailitan dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan bahkan dapat disalahgunakan. Ketidakpastian hukum tersebut justru akan menyulitkan suatu permohonan pailit.

Hadi dalam penelitiannya membuktian hukum acara permohonan pailit di pengadilan  niaga menggunakan ratio legis digunakan karena akibat hukum yang luar biasa bagi debitor dengan status kepailitannya.  Kepailitan tersebut berakibat kehilangan kewenangan untuk mengurus semua harta kekayaannya meskipun masih dilakukannya upaya hukum kasasi maupun peninjauan kembali.

Kendati demikian, UU Kepailitan  tidak menjelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan pembuktian sederhana tersebut. Selain itu juga tidak memberikan batasan-batasan mengenai pembuktian sederhana tersebut mengakibatkan kekaburan norma (vague norm) dari pembuktian sederhana tersebut. 

“Utang yang tidak dibayar lunas yang telah jatuh tempo yang dapat ditagih serta adanya minimal dua kreditor adalah salah saktu cara pembuktian secara kasat mata,” ujarnya.

Hadi juga mengungkapkan pembuktian sederhana justru seringkali menghambat adanya permohonan kepailitan. Hal tersebut karena seringkali hakim menolak permohonan pailit dengan alasan bahwa pembuktiannya tidak sederhana. 

Pembuktian sederhana menjadikan permohonan pailit menjadi tidak sederhana. Hal tersebut karena akan membatasi permohonan pailit yang dikabulkan menjadi syarat kepailitan tidak mudah.

Hadi berkesimpulan bahwa perlu adanya langkah perubahan dalam syarat pembuktian. Untuk itu, ia menekankan  adanya dekonstruksi terhadap persyaratan pembuktian sederhana dalam permohonan pailit. Pembuktian biasa dalam kepailitan dan PKPU adalah cara lain yang mampu mempermudah pembuktian kepailitan suatu badan usaha..

Penulis: Aditya Novrian 

Editor: Nuri Hermawan

http://ilrev.ui.ac.id/index.php/home/article/view/527/pdf_145.

M. Hadi Shubhan, Indonesian Law Review, Universitas Indonesia, Volume 9 Number 2, May – August 2019 ~ INDONESIA Law Review.

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).