Krisis Moneter 1997 sampai 2000, Partisipasi Masyarakat ke Posyandu Menurun Namun Indeks Indikator Stunting Membaik

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi ibu dan anak. (Sumber: pixabay)

UNAIR NEWS – Indonesia sempat mengalami krisis moneter pada tahun 1997 hingga tahun 2000. Dampak dari kondisi tersebut mengakibatkan berbagai masalah, termasuk masalah gizi dan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Angka kejadian stunting di Indonesia juga sempat mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya, padahal kunjungan masyarakat ke posyandu baik.

Salah satu hal yang menarik setelah terjadinya krisis moneter tersebut adalah rendahnya kunjungan ibu ke posyandu. Namun, pada saat yang bersamaan terjadi kenaikan tinggi badan anak berdasarkan indeks usia. Untuk itu, Trias Mahmudiono S.KM., MPH (Nutr.), GCAS, Ph.D memutuskan untuk melakukan penelitian mengenai fenomena tersebut.

“Karena setelah krisis ekonomi kita banyak mengalami masalah termasuk masalah gizi, akses terhadap pelayanan kesehatan. Dan ketika kondisi perekonomian mulai membaik, indeks indikator stunting juga ikut membaik, namun orang yang datang ke posyandu malah menurun,” jelas dosen gizi FKM UNAIR itu.

Setelah dikaji, ternyata terdapat beberapa faktor yang menyebabkan menurunnya kunjungan ke posyandu. Pertama adalah faktor internal, kemudian faktor eksternal, dan faktor lingkungan makro.

Faktor lingkungan makro yang mempengaruhi rendahnya kunjungan adalah krisis moneter. Di Indonesia, puncak dari krisis moneter terjadi pada tahun 1998 yang berakibat pada harga, ketersediaan dan kualitas dari barang dan pelayanan yang ada. Sehingga, ibu yang sebelumnya tidak bekerja memutuskan untuk ikut mencari nafkah guna membantu perekonomian keluarga. Karenanya, ibu yang bekerja tersebut tidak memiliki waktu untuk mengantar anaknya ke posyandu.

“Ibu yang dulunya tidak bekerja, ikut bekerja sehingga penghasilan keluarga meningkat dan bisa memberikan makanan yang lebih baik untuk anak,” lanjut Trias.

Beberapa faktor intrinsik yang mempengaruhi diantaranya adalah posyandu yang tidak menyediakan pelayanan medis. Banyak ibu bekerja sehingga menjadi sulit datang ke posyandu karena jam buka posyandu yang bertepatan dengan jam kerja ibu serta kualita kader yang kurang. Kemudian, program KB yang tidak lagi dilaksanakan di posyandu.

Sementara salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi yaitu meningkatnya jumlah pelayanan kesehatan milik pemerintah seperti rumah sakit dan puskemas sehingga masyarakat cenderung untuk memilih pergi ke insitusi tersebut.

“Sehingga memang masalahnya bukan pada pemantauan tapi perekonomian yang membaik yang menyebabkan indeks indikator stunting ikut membaik,” pungkasnya.

Penulis : Galuh Mega Kurnia

Editor : Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).