Dosen Komunikasi UNAIR Tanggapi Permasalahan TKI Yang Belum Diperhatikan Negara

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Feri Fenoria Rifa'i

UNAIR NEWS – Masalah ketenagakerjaan Indonesia saat ini masih belum mampu menyejahterakan masyarakatnya. Terutama masalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang masih belum dapat dikatakan mendapat perlindungan dari negara.

Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR), Irfan Wahyudi, S. Sos., M. Comms., PhD., melakukan penelitian masalah TKI yang ada di Hong Kong. Menurutnya, pekerja rumah tangga migran Indonesia (IMDWs) yang ada di Hong Kong menghadapi kondisi kerja yang ketat dan rentan terhadap pelanggaran hak asasi manusia dan eksploitasi.

TKI yang bepergian ke luar negeri telah memberikan kesempatan kebebasan agak lebih besar terhadap jenjang karirnya. Namun para TKI harus menghadapi berbagai masalah yang menyangkut haknya sebagai manusia.

Irfan mengungkapkan pemerintah Indonesia dari periode ke periode terbukti tidak serius membahas perlindungan TKI. Rentang waktu lamanya pembahasan revisi UU Nomor  39 Tahun 2004 yang menjadi agenda Prolegnas DPR-RI sejak 2010 nyatanya baru disahkan menjadi UU tahun 2017. Dalam masa itu sudah tidak terhitung Pekerja Migran yang menjadi korban dari situasi yang disebut oleh para aktivis HAM sebagai  perbudakan era modern.

“Mereka dipaksa bekerja long-shift, diupah dibawah standard, bahkan disiksa dan dilecehkan secara fisik dan mental,” ungkapnya.

Irfan dalam penelitiannya mengutip salah satu buku yang berjudul Follow the Maid: Domestic Workers Migration in and From Indonesia. Dalam buku tersebut terdapat seorang TKI bernama Olivia Killias yang menggambarkan TKI telah mengalami masalah bahkan sejak awal proses rekrutmen. Para calon TKI dijanjikan proses aplikasi yang mudah dengan pelatihan yang disediakan PJTKI.

Semua proses pelatihan yang disediakan PJTKI berubah menjadi masalah ketika para TKI harus menanggung biaya pelatihan dan penempatan yang dipotong dari gaji mereka saat sudah bekerja. Potongan tersebut juga cukup besar dengan nominal sebesar tiga sampai empat kali lipat gaji per bulan. Akhirnya TKI harus bekerja dengan gaji yang sangat minim karena sebagian besar ditransfer ke PJTKI.

Irfan dalam penelitiannya berharap bahwa Pemerintah Indonesia harus serius menangani persoalan buruh migran. Pembenahan dalam UU Ketenagakerjaan yang menyangkut TKI harus berlaku adil terhadap para TKI. Ia mengambil contoh dengan pengurangan peran PJTKI, pelatihan menjadi tanggung jawab pemerintah, penghapusan biaya penempatan, dan desentralisasi perlindungan TKI.

Tidak hanya itu, Indonesia yang baru saja membentuk kabinet baru merupakan titik krusial keseriusan Jokowi dalam menangani persoalan perlindungan TKI. Pemerintah perlu memilih Menteri Tenaga Kerja yang mengerti dan berpihak pada perlindungan TKI. (*)

Penulis : Aditya Novrian

Editor : Khefti Almawalia

https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/10304312.2019.1652042?journalCode=ccon20

Panizza Allmark & Irfan Wahyudi. 2019. Travel, sexuality and female Indonesian domestic migrant workers in Hong Kong.

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).