Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Upaya Pencegahan Anemia Saat Menstruasi Remaja Putri di Pondok Pesantren

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Remaja putri pondok pesantren. (Sumber: Islampos)

Anemia adalah suatu kondisi kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari nilai normal (World Health Organization, 2011). Diagnosis anemia dapat ditegakkan jika kadar hemoglobin ˂12 g/dl pada wanita dan ˂13 g/dl pada pria. Anemia perlu diatasi karena anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga penderita anemia mudah terkena penyakit infeksi, dapat menurukan kebugaran dan ketangkasan berpikir karena kurangnya oksigen ke sel otot dan selain itu juga dapat menurunkan prestasi belajar dan produktivitas kerja (Kementrian Kesehatan Indonesia, 2016). Remaja putri rentan terkena anemia, adanya siklus menstruasi setiap bulan merupakan salah satu faktor penyebab remaja putri mudah terkena anemia lebih-lebih didorong oleh pengetahuan mereka yang kurang tentang anemia (Mularsih, 2017).

Angka kejadian anemia pada remaja  taun 2011 didapatkan mencapai 11.7% dan 6.7% anemia tersebut terjadi pada saat menstruasi (Dinas Kesehatan Jawa Timur, 2011). Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban  tahun 2016 mencatat selama 5 tahun terakhir terdapat 69 kasus kematian ibu (Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban, 2016). Penyebab kematian ibu bisa diakibatkan karena beberapa penyakit yang bisa memperburuk kondisi ibu saat sebelum dan sesudah melahirkan.

Salah satu penyebab kematian ibu adalah perdarahan saat melahirkan yang dikarenakan ibu mengalami anemia saat remaja yang berkepanjangan tidak ditangani dan berlanjut hingga mengalami kehamilan. Hal ini terbukti pada populasi pondok pesantren saat peneliti melakukan pengambilan data awal pada tanggal 18 Maret 2018 di Pondok Pesantren Manbail Futuh Tuban terdapat 8 dari 10 santriwati yang mengalami tanda-tanda anemia selama menstruasi. Mereka mengeluhkan pusing, lemah, lesu, letih ada juga yang mengeluh mengantuk saat melakukan aktifitas pondok.

Pentingnya program penanggulangan anemia pada remaja putri karena pada remaja putri mempersiapkan kondisi fisik wanita sebelum hamil agar siap menjadi ibu yang sehat, dan pada waktu hamil tidak menderita anemia (Dinkesprov, 2016). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang upaya pencegahan anemia pada remaja pondok pesantren berdasarkan tingkat pengetahuan tentang anemia, sikap, dukungan teman sebaya, sarana kesehatan dan tindakan terkait kesehatan dalam upaya pencegahan anemia pada remaja putri di pondok pesantren. Terdapat beberapa factor yang berperan terhadap upaya pencegahan anemia pada remaja yang tinggal di pondok pesantren antara lain adalah pengetahuan, sikap, dukungan teman sebaya, sarana / ketersediaan fasilitas kesehatan.

Hubungan antara pengetahuan dengan upaya pencegahan anemia pada remaja putri menunjukkan bahwa pada remaja putri dengan pengetahuan yang kurang tentang anemia maka menyebabkan kurangnya kesadaran diri untuk melakukan upaya pencegahan anemia. Pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikan, informasi dari media masa, sosial  budaya, dukungan keluarga, lingkungan dan usia. Menurut (Leininger, 2002.) latar belakang pendidikan berdampak pada penyerapan informasi, sesorang yang memiliki pendidikan tinggi juga akan meiliki pengetahuan yang baik. Pengetahuan tanpa pendidikan yang baik akan memungkinkan seseorang memiliki keputusan yang salah.

Terdapat juga hubungan anatara sikap dengan upaya pencegahan anemia saat menstruasi pada remaja putri Pondok Pesantren. Menurut Notoatmojo (2012) sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap seseorang sangat berkaitan dengan tingkat pengetahuan mereka miliki sebelumnya. Sikap positif akan membentuk perilaku yang positif, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut sesuai dengan Sarwono dalam Ningrum (2011), bahwa perubahan sikap dan perilaku individu dimulai dengan tahap identifikasi kemudian baru menjadi internalisasi. Santriwati yang memiliki sikap baik terhadap upaya pencegahan kejadian anemia memiliki kepedulian terhadap upaya pencegahan anemia pada saat menstruasi.

Remaja putri yang memiliki dukungan teman sebaya yang kurang akan melakukan upaya pencegahan anemia yang kurang terutama dalam hal dukungan teman sebaya untuk mendapatkan tablet tambah darah. Menurut Yuswanto (2015) dukungan teman sebaya adalah dukungan yang diberikan untuk dan oleh orang dalam situasi yang sama. Dukungan sebaya meliputi orang yang menghadapi tantangan yang sama seperti pasien dengan infeksi tertentu, komunitas tertentu, orang- orang dengan permasalahan yang sama.

Hurlock (1980) dalam Lutfi (2012) berpendapat bahwa dukungan sosial dari teaman sebaya yaitu berupa perasaan senasib yang menjadikan adanya hubungan saling mengerti dalam memahami masalah masing-masing, saling memberi nasihat, simpati, yang tidak didapat dari orang tua sekaligus. Selain dukungan dari teman sebaya remaja juga membutuhkan dukungan dari keluarga karena keluarga memiliki kontribusi dalam mengambil sebuah keputusan bagi seorang diri remaja (Yunitasari, Pradanie and Susilawati, 2016).

Terdapat hubungan antara sarana kesehatan dengan upaya pencegahan anemia saat menstruasi pada remaja putri di pondok pesantren. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kurang tindakan terkait kesehatan maka kurang juga upaya pencegahan anemia sat menstruasi pada remaja di pondok pesantren. Adanya hubungan anatara tindakan terkait kesehatan dengan upaya pencegahan anmeia pada remaja putri menunjukkan bahwa pada remaja putri yang kurang memiliki tindakan terkait kesehatan kurang melakukan pencegahan anemia terutama dalam hal persediaan tablet tambah darah. Penelitian yang dilakukan Risva dan Suyatno (2016) didapatkan bahwa terdapat hubungan antara ketersediaan tablet tambah darah dengan kebiasaan konsumsi tablet tambah darah sebagai upaya pencegahan anemia pada remaja putri. (*)

Penulis : Esti Yunitasari, Praba Diyan Rachmawati, Desy Indah Nur Lestari

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).