Indonesia merupakan Negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, sehingga Indonesia disebut sebagai Negara “mega biodiversitas”. Salah satu kekayaan biodiversitas di Indonesia adalah tumbuhan. Tingginya kekayaan biodiversitas tumbuhan Indonesia dapat menjadi modal besar untuk pengembangan dan pemanfaatannya, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan manusia. Pengetahuan tentang kekayaan keanekaragaman hayati sebagai bioresource yang ditinjau dari segi ekonomi, budaya dan ekologi masih sangat rendah. Manfaat bioresource di Indonesia tergantung pada cara kita dalam mengelola kekayaan.
Benalu adalah suatu kelompok tumbuhan parasit yang pada umumnya masyarakat menganggap tumbuhan tersebut selalu merugikan, karena banyak menyerang dan merusak berbagai jenis tanaman perkebunan, tanaman perindang jalan, tanaman koleksi. Misalnya yang terdapat pada tanaman mangga, tanaman sirsat, tanaman teh, dan banyak tanaman lainnya. Serangan tumbuhan parasit ini selain dapat menyebabkan kerusakan tanaman inang juga dalam jumlah populasi yang banyak dapat mematikan tanaman yang diparasitinya. Namun sebaliknya beberapa jenis dari kelompok benalu juga dapat bermanfaat terutama sebagai tumbuhan obat dan sebagai kerajinan yaitu bagian haustoriumnya. Haustorium adalah bagian benalu yang menempel pada inangnya, di mana bagian ini membengkak dan berbentuk unik.
Di Eropa benalu jenis Viscum album, sudah sejak lama digunakan sebagai obat karena banyak mengandung senyawa aktif yaitu lectin, viscotoxin yang digunakan untuk pengobatan penyakit kanker, juga alkaloid-alkaloid tertentu, flavonoid-flavonoid, dan terpenoid. Senyawa-senyawa yang terdapat pada ekstrak daun benalu Dendropthoe pentandra yang dapat berperan sebagai anti mikrobia adalah alkaloid, flavonoid, polifenol, steroid dan kuinon.
Benalu teh (Scurrula oortiana) merupakan salah satu dari daftar tumbuhan yang telah diajukan sebagai calon fitofarmaka antikanker, dan juga memiliki aktivitas anti malaria. Ekstrak benalu yang hidup di pohon jeruk nipis dimanfaatkan sebagai obat penyakit ambien dan diare. Benalu kapas berpotensi sebagai bahan anti mikroba alami untuk pangan, terutama pangan yang berkadar air tinggi serat dapat dikembangkan sebagai pangan fungsional. Pengetahuan mengenai jenis-jenis benalu sangat dibutuhkan sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pemanfaatannya. Salah satu upaya untuk mengetahui jenis di suatu kawasan yaitu dengan melakukan identifikasi secara langsung pada setiap jenis yang ada di kampus C Universitas Airlangga.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan informasi tentang preferensi parasit inang tanaman yang dapat digunakan sebagai dasar untuk penggunaan masa depan, seperti ilmu pengetahuan, ekologi, etnobotani, potensi ekonomi regional, pengelolaan program sumber daya alam, dan dapat dibandingkan dengan penelitian serupa lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap preferensi mistletoe pada tanaman inangnya di Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-April 2018. Metode yang digunakan untuk tes preferensi adalah purposive sampling dengan metode eksplorasi yaitu dengan menjelajahi area kampus, dan mengamati benalu menggunakan teropong dan mengambil contoh benalu yang tumbuh di berbagai spesies tanaman yang dapat ditemukan di kampus C Universitas Airlangga Surabaya. Preferensi tanaman inang bagi benalu berdasarkan analisis koefisien korelasi adalah sebesar -0.276. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada 6 jenis atau spesies benalu yang ditemukan di lokasi penelitian yaituscurum atropurpurea, Scurulla parasitica, Macrosolen tetragonos, Dendropthoe pentandra, Helixanthera sessiflora, Dendropthoe curvata. Ada 22 spesies tanaman inang bagi benalu, yaitu trembesi (Samanea saman), soga (Peltophorum pterucarpum), jambu air (Syzygium aqueum), flamboyan (Delonix regia), srikaya (Annona squamosa), mahoni (Swietenia mahagoni), asam Jawa (Tamarindus indica), jarak (Ricinus communis), bunga kupu-kupu (Bauhinia purpurea), belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), beringin (Ficus benjamina), karet kebo (Ficus elastic), angsana (Pterocarpus indicus), jati (Tectona grandis), akasia (Acacia mangium), kayu putih (Melaleuca leucadendra), sawo kecik (Manilkara kauki), mangga (Mangifera indica), keres/talok (Muntingia calabura), sengon (Albizia falcata), bungur (Lagerstroemia speciosa), jeruk nipis (Citrus aurantifolia). Selain itu, ada 6 spesies tumbuhan yang bukan inang seperti maja (Aegle marmelos), pinang/jambe (Areca catechu), kelapa sawit (Elaeis guineensis), mundu (Garcinia dulcis), Xanthosoma sagittifolium, dan mangga laut (Cerbera mangha).
Penulis: Sucipto Hariyanto
Informasi detail tentang riset ini dapat dilihat di :
http://www.envirobiotechjournals.com/article_abstract.php?aid=9481&iid=271&jid=3
Siti Fadliyah, Nofalia Pebriani and Sucipto Hariyanto. 2019. Analysis of mistletoe host preference at Sector C Airlangga University, Surabaya, Indonesia. Ecology, Environment and Conservation Paper