Induksi Kalus Tanaman Sambung Nyawa Secara In Vitro yang Dipengaruhi Tipe Eksplan dan Zat Pengatur Tumbuh

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi kalus. (Sumber: Wikipedia)

Kultur in vitro disebut juga kultur jaringan  tumbuhan. Istilah ini muncul karena sel, jaringan atau organ tanaman tersebut tumbuh, berkembang, dan beregenerasi secara aseptis pada medium di dalam wadah gelas (tabung) yang transparan. Bagian tumbuhan (sel, jaringan, atau organ) yang digunakan untuk memulai suatu kultur disebut eksplan.

Pada prinsipnya, seluruh bagian tumbuhan dapat digunakan sebagai eksplan, namun agar suatu kultur  dapat berhasil sebaiknya digunakan eksplan yang masih bersifat meristematis, seperti misalnya daun dan batang di bagian pucuk tanaman, hipokotil, epikotil, kotiledon, atau ujung akar. Beberapa ciri jaringan yang bersifat meristematis antara lain dinding selnya tipis, bentuk selnya isodiametris, inti selnya lebih besar, dan plastidanya masih dalam bentuk proplastida.

Zat pengatur tumbuh adalah suplemen yang ditambahkan  ke dalam medium kultur jaringan untuk mengatur pertumbuhan dan perkembangan pada kultur jaringan dan kultur organ tanaman.  Dua golongan utama zat pengatur tumbuh yang sering digunakan di dalam kultur in vitro tumbuhan adalah golongan auksin dan sitokinin.  Secara alami auksin di dalam tanaman berperan dalam pemanjangan batang dan internodus; di dalam kultur in vitro auksin berperan dalam pembelahan sel dan diferensiasi akar.

Jenis-jenis auksin yang banyak digunakan dalam kultur in vitro adalah indole-3-acetic acid (IAA), indole-3-butiric acid (IBA), naphtalene acetic acid (NAA), dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D), 4-amino-3,5,6-trichloropyridine-2-carbylic acid (picloram), dan 3,6-dichloro-o-anisic acid (dicamba). Sitokinin alami di dalam tanaman berperan dalam pembelahan sel, diferensiasi tunas, dan modifikasi dominansi apikal; di dalam kultur in vitro sitokinin berpengaruh terhadap pembelahan sel dan diferensiasi tunas adventif dari kalus dan organ. Diferensiasi seluler dan morfogenesis in vitro terutama dikendalikan oleh interaksi antara konsentrasi auksin dan sitokinin yang diberikan ke dalam medium kultur. Sitokinin sintetis yang banyak digunakan dalam kultur in vitro antara lain kinetin (6-furfuril amino purin), BAP (benzyl amino purin), thidiazuron.

Studi untuk mengetahui pengaruh tipe eksplan dan zat pengatur tumbuh terhadap induksi kalus tanaman sambung nyawa dilakukan untuk memproduksi kalus, yang selanjutnya akan digunakan untuk produksi senyawa bioaktif flavonoid. Beberapa studi menunjukkan bahwa ekstrak daun tanaman sambung nyawa memiliki aktivitas farmakologis, seperti anti-oksidan, anti-mikroba, anti-kanker, anti-inflamasi, anti-hiperglikemik dan anti-hiperlipidemik, dan memiliki aktivitas proteksi organ. Oleh karena itu upaya untuk memproduksi senyawa bioaktif melalui kultur kalus diharapkan dapat meningkatkan kandungan senyawa bioaktif, khususnya flavonoid tanaman sambung nyawa.

Tipe eksplan yang digunakan dalam eksperimen ini adalah daun, internodus batang, nodus batang, dan petiolus (tangkai daun); sedangkan zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah kombinasi dari 0,1 mg/L 2,4-D dan 0,1 mg/L BAP; 0,5 mg/L 2,4-D dan 1 mg/L kinetin; 0,5 mg/L NAA dan 0,5 mg/L BAP; 5 mg/L 2,4-D dan 0,5 mg/L BAP; 0,1 mg/L 2,4-D dan 0,1 mg/L NAA.  Hasil eksperimen menunjukkan bahwa eksplan daun yang ditumbuhkan dalam media dengan penambahan kombinasi zat pengatur tumbuh 0,1 mg/L 2,4-D dan 0,1 mg/L BAP dapat menginduksi kalus paling baik dengan menghasilkan kalus 144,6 mg biomasa segar dan 5 mg biomasa kering. Induksi kalus terbaik pada eksplan internodus batang diperoleh pada penambahan kombinasi zat pengatur tumbuh 0,5 mg/L NAA dan 0,5 mg/L BAP dengan perolehan biomassa segar kalus 581,5 mg dan biomasa kering kalus 15,3 mg.

Penggunaan nodus batang sebagai eksplan dapat menginduksi terbentuknya kalus paling tinggi pada medium dengan penambahan kombinasi zat pengatur tumbuh 0,5 mg/L 2,4-D dan 1 mg/L kinetin; perolehan biomasa segar 415,8 mg dan biomasa kering 18,3 mg. Induksi kalus terbaik pada eksplan petiolus diperoleh pada perlakuan penambahan kombinasi zat pengatur tumbuh 0,5 mg/L NAA dan 0,5 mg/L BAP dengan biomasa segar yang diperoleh 1478,1 mg dan biomasa kering 40 mg.

Kesimpulan dari hasil studi ini adalah bahwa penambahan variasi konsentrasi dan kombinasi zat pengatur tumbuh berpengaruh terhadap induksi kalus pada eksplan daun, internodus batang, nodus batang, dan petiolus; dari ke-empat tipe eksplan tersebut, eksplan petiolus yang ditumbuhkan pada medium dengan penambahan kombinasi zat pengatur tumbuh  0,5 mg/L NAA dan 0,5 mg/L BAP menghasilkan biomasa kalus tertinggi. Hasil studi ini dapat digunakan sebagai landasan untuk melakukan studi lanjut peningkatan senyawa bioaktif dalam kalus tanaman sambung nyawa. (*)

Penulis: Yosephine Sri Wulan Manuhara

Untuk lebih lengkap hasil dari riset ini, dapat diunduh pada laman berikuthttps://worldresearchersassociations.com/Archives/RJBT/Vol(14)2019/September2019.aspx

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).