Pakar Psikologi UNAIR: Hampir Semua Orang Pernah Berpikir Bunuh Diri

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

UNAIR NEWS – Masih menjadi salah satu penyakit perhatian dunia, hari kesehatan mental sedunia diperingati pada 10 Oktober 2019 setiap tahunnya. Tahun ini, hari kesehatan mental sedunia itu mengangkat tema Mental Health Promotion and Suicide Prevention atau Promosi Kesehatan Jiwa dan Pencegahan Bunuh Diri.

Organisasi kesehatan dunia World Health Organization (WHO) mencatat, kejadian bunuh diri dialami oleh sekitar 800.000 orang meninggal setiap tahunnya. Itu berarti, satu orang meninggal setiap 40 detik.

Rizqy Amelia Zein, S.Psi., M.Sc., dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (UNAIR) menyampaikan bahwa depresi atau unipolar depression di beberapa area termasuk Asia termasuk salah satu dari sepuluh penyakit dengan beban terberat. Sebagian unipolar depression dapat menyebabkan kematian dini, salah satunya karena bunuh diri.

“Depresi itu sebagian mengarah kepada bunuh diri meskipun tidak semuanya. Namun pada bentuk yang sudah sangat kronis itu ya bunuh diri. Jadi, ini juga menjadi masalah serius dan mengkhawatirkan,” ungkapnya.

Dosen yang akrab dipanggil Amel itu juga mengatakan bahwa depresi dan suicide ideation (ide bunuh diri, Red) merupakan dua hal yang berbeda. Depresi bisa mengarah pada ide bunuh diri, namun, ide bunuh diri belum tentu menjadi perilaku bunuh diri. Di saat itulah, waktu yang tepat untuk memutus rangkaian kejadian bunuh diri.

“Bahkan hampir semua orang paling tidak selama hidupnya pernah berfikir untuk bunuh diri, tapi kemudian tidak semuanya menjadi perilaku bunuh diri sungguhan,” ujarnya.

Atika Dian Ariana, S.Psi., M.Sc., dosen Departemen Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Fakultas Psikologi UNAIR juga menguatkan pernyataan tersebut. Bahwa yang sedang populer di masa sekarang bukan perilaku bunuh diri, namun pikiran-pikiran bunuh diri yang munculnya pada perilaku menyakiti diri sendiri kerap kali ditemukan.

Oleh karena tingginya risiko terhadap perilaku menyakiti diri sendiri, Atika menegaskan bahwa semua orang harus memiliki ketahanan mental yang lebih kuat saat ini. Perilaku menyakiti diri sendiri tersebut merupakan salah satu contoh yang memperlihatkan betapa tekanan di masa sekarang begitu kuat terhadap seseorang, sehingga memebuat seseorang merasa tidak mampu menyelesaikan. Akhirnya, menyakiti diri sendiri menjadi solusi.

Akibat yang ditimbulkan dapat berupa efek patologis fisik terhadap seseorang, sehingga banyak dari mereka harus dirawat secara intensif di pelayanan kesehatan seperti rumah sakit.

“Menurut klien saya, dengan menyakiti diri sendiri mereka merasa dapat mengalihkan sakit hatinya ke sakit fisik. Dengan dia merasakan sakit fisik akan sedikit lupa dengan sakit hatinya,” ucapnya. (*)

Penulis : Ulfah Mu’amarotul Hikmah

Editor : Binti Q Masruroh

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).