Posisi Tawar Buruh Outsourcing di Era MEA

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Buruh memproduksi tekstil di Pabrik Sritex, Sukoarjo, Jawa Tengah, Jumat (13/2). Dokter Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial UI Syahgandan Nainggolan mengatakan selain upah yang layak, kesejahteraan buruh juga dipengaruhi jaminan sosial dan kesejahteraan sosial. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A./ed/mes/15

Di Indonesia, salah satu masalah  yang menarik untuk dikaji pada era globalisasi saat ini adalah persoalan ketenagakerjaan. Antara lain, persoalan makin sempitnya lapangan pekerjaan, tingginya angka pengangguran, dan pemutusan hubungan kerja (PHK). Bahkan yang sangat perlu perhatian pemerintah terutama sejak diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), adalah keberadaan tenaga kerja asing (TKA) yang makin banyak, bekerja dan menetap di Indonesia.

Di era MEA ini mobilitas  barang, jasa dan termasuk mobilitas manusia, terutama arus pencari kerja terjadi secara lintas batas negara.  Indonesia sebagai salah satu anggota ASEAN tidak dapat menghindar dari kenyataan sebagai tujuan dari para pencari kerja yang datang dari negara lain (anggota ASEAN) yang jumlahnya semakin meningkat dari waktu ke waktu.  Kementerian Tenaga Kerja (2015) melaporkan jumlah tenaga kerja asing di Indonesia, berkisar 68.762 orang (   https://nasional.kompas.com/read/2015/08/13/23164241/Menaker.Jumlah.Tenaga.Kerja.Asing.Masih.Terkontrol).

Hal tersebut tentu berpengaruh terhadap kondisi ketenegakerjaan di Indonesia, terutama di daerah-daerah. Kekhawatiran yang muncul di banyak kalangan terkait dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah masuknya tenaga kerja asing yang semakin mudah. Sehingga, tenaga kerja lokal “dipaksa” dan dituntut untuk meningkatkan kompetensi, seiring dengan semakin ketatnya persaingan  untuk mencari pekerjaan.

Selain persaingan untuk mendapatkan pekerjaan, perkembangan ekonomi global dan kemajuan teknologi yang sangat cepat juga menimbulkan persaingan usaha yang ketat di semua lini. Dengan adanya MEA, bukan hanya tenaga kerja yang makin bersaing, tetapi dunia usaha pun  makin dituntut untuk menyesuaikan pasar, sehingga diperlukan respons yang cepat dan fleksibel untuk meningkatkan pelayanan. Oleh karena itu, diperlukan perubahan struktur dalam mengelola usaha agar lebih efektif, efisien dan produktif.

Salah satu usaha yang dilakukan pengusaha untuk menghemat pos pembiayaan tenaga kerja adalah dengan mempekerjakan tenaga kerja murah, berkualitas dan produktif yaitu dengan menggunakan buruh outsourcing (Tambusai, 2004). Efisiensi biaya produksi (cost of production) inilah yang melatarbelakangi semakin banyak pengusaha yang mempekerjakan buruh outsourcing, dengan alasan agar perusahaan fokus menangani pekerjaan yang menjadi bisnis inti (core business), sedangkan pekerjaan lain yang sifatnya penunjang dilimpahkan kepada perusahaan/pihak lain (Mella & Pellicelii, 2012).

Makin banyaknya perusahaan yang melakukan efisiensi dengan mempekerjakan tenaga outsourcing dan rasionalisasi serta  masuknya tenaga kerja asing (TKA), maka studi penting dilakukan untuk mengkaji tentang posisi tawar dan kesejahteraan buruh outsourcing  setelah dibelakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN?

Penelitian ini dilakukan di kawasan industri di Kota Surabaya, dengan melakukan wawancara terstruktur pada 100 orang  buruh outsourcing yang dipilih secara purposif. Selain itu juga  melakukan wawancara mendalam kepada 10 orang buruh di antaranya untuk melengkapi data yang diperoleh melalui  wawancara terstruktur.

Penelitian ini menemukan, pertama, seluruh buruh outsourcing telah mengetahui adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang telah diberlakkan sejak akhir tahun 2015 atau awal tahun 2016. Buruh outsourcing memahami   MEA sebagai kondisi atau situasi di mana tenaga kerja asing (TKA), barang dan jasa mudah masuk ke Indonesia atau keluar ke negara-negara ASEAN. Mereka juga mengetahui dampak diberlakukannya MEA yaitu makin ketatnya persaingan  antara tenaga kerja lokal dan tenaga kerja asing, makin sempit kesempatan kerja bagi tenaga kerja lokal, karena tenaga kerja asing pada umumnya berpendidikan tinggi dan memiliki keahlian tertentu yang telah disertifikasi.

Kedua, kesejahteraan buruh outsourcing relatif rendah, bahkan sebelum MEA kesejahteraannya relatif rendah, karena upah dan tunjangan yang lain berada  25-30 persen di bawah upah yang diterima buruh tetap. Pasca diberlakukannya MEA sebagian besar buruh menerima upah di bawah Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK). Perbedaan upah yang terjadi antara buruh lokal dan tenaga kerja asing (TKA), baik dalam besarnya upah, komponen, penentuan upah dan sistem pengupahan. Dengan demikian pasca diberlakukannya MEA, kesejahteraan buruh outsourcing makin tidak menentu, karena pengusaha  lebih banyak memilih tenaga kerja asing yang dianggap lebih berkualitas.

Ketiga, dengan adanya MEA posisi tawar buruh terutama buruh outsourcing makin lemah, hal ini bisa dilihat pada temuan bahwa ketidakberanian buruh outsourcing  melakukan protes ketika perusahaan memilih tenaga kerja asing, atau menghentikan  buruh outsourcing untuk sementara waktu (off), ketidakberanian untuk berserikat dan sebagainya. Ketidakberanian ini sebagai akibat adanya sanksi dari perusahaan apabila buruh outsourcing protes, yaitu berupa ancaman penggantian dengan buruh yang baru, atau mengganti dengan tenaga kerja asing dan menghentikan secara permanen buruh outsourcing. Selain ketidakberanian buruh outsourcing untuk protes, buruh-buruh ini juga tidak pernah dilibatkan dalam membahas masalah perusahaan terutama terkait dengan buruh outsourcing.

Asumsi bahwa MEA sebagai salah satu bentuk globalisasi di bidang ekonomi akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (termasuk buruh outsourcing). Tetapi studi ini menemukan kondisi yang sebaliknya. Bahwa dengan adanya MEA justru menjadikan buruh outsourcing makin tidak sejahtera, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya kepastian kerja yang  sewaktu-waktu bisa diberhentikan,  dan pengusaha bisa memilih tenaga kerja asing yang lebih professional.

Penulis: Sutinah

Informasi yang lebih mendetail dari tulisan ini dapat dilihat di:

https://e-journal.unair.ac.id/MKP/article/view/11248

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).