Penanggulangan Restorasi Mahkota Gigi Porcelen yang Patah dengan Resin Komposit

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi estetika mahkota gigi. (Sumber: Global Estetik Dental Care)

Restorasi mahkota porselen banyak digunakan sebagai restorasi indirek karena mempunyai kelebihan. Antara lain, biokompabilitas yang baik, sifat kekerasan mirip dengan enamel, tidak mudah aus, dan memiliki estetik yang baik karena mendekati warna gigi asli. Namun, restorasi porselen juga memiliki beberapa kekurangan. Antara lain sifat brittle dan fatigue, sehingga dapat menyebabkan kegagalan restorasi yaitu patah.

Suatu penelitian menunjukkan terdapat 5-10 persen patah pada restorasi all porcelain pada penggunaan lebih dari 10 tahun dan terdapat 2,3-8 persen untuk restorasi porcelain fused to metal. Angka risiko patah yang cukup tinggi tersebut, menyebabkan dibutuhkan reparasi pada restorasi porselen.

Terdapat dua macam reparasi pada restorasi porselen yang mengalami patah, yaitu reparasi secara direk dan indirek. Reparasi direk memiliki keuntungan yang lebih dibandingkan dengan teknik indirek, yaitu membutuhkan waktu yang lebih sedikit, lebih mudah dan biaya yang lebih terjangkau daripada teknik reparasi indirek.

Penggunaan resin komposit sebagai bahan reparasi secara direk pada restorasi porselen yang patah banyak dikembangkan. Teknik ini termasuk suatu perawatan emergency karena tidak membutuhkan pekerjaan laboratorium dan dapat langsung diselesaikan dalam satu kali kunjungan. Perlekatan resin komposit pada porselen didapat secara mikromekanik dan kimiawi. Secara mikromekanik dengan sistem etsa menggunakan hydrofluoric acid (HF) dan bonding agent.

Sementara itu, perlekatan kimiawi didapatkan dengan menambahkan suatu larutan silan di antara lapisan porselen dan komposit. Silanpada reparasi direk porselen berfungsi sebagai bahan pelekat antara dua substansi yang berbeda seperti material porselen (anorganik) dan resin komposit (organik) sehingga dapat meningkatkan kekuatan perlekatan antara porselen dan resin komposit.

Penggunaan larutan silan sebagai bahan adesif dalam reparasi kepatahan porselen telah banyak digunakan dan dilaporkan dapat menambah kekuatan perlekatan komposit terhadap porselen. Suatu penelitian yang dilakukan membandingkan reparasi fraktur porselen dengan menggunakan silan dan tanpa silan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan kelompok tanpa penggunaan silan mempunyai kekuatan perlekatan paling rendah dibandingkan dengan kelompok dengan tambahan silan. Suatu laporan kasus juga menyebutkan bahwa reparasi porselen menggunakan resin komposit dengan aplikasi silan dapat meningkatkan perlekatan hingga 25 persen.

Penelitian ini digunakan silan dengan konsentrasi 4 persen dan 19,81 persen untuk mengetahui perbedaan kekuatan perlekatan geser pada kedua konsentrasi tersebut. Sampel menggunakan 27 plat porselen yang dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok A pemberian silan konsentrasi 4 persen, kelompok B pemberian silan konsentrasi 19,81 persen, dan kelompok C tanpa pemberian silan (kontrol). Sampel kemudian diuji kekuatan perlekatan geser menggunakan autograf dan dilakukan analisa patahan dengan uji Scanning Electron Microscope.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan perlekatan geser paling rendah terdapat pada kelompok tanpa pemberian silan (kontrol) dan kekuatan perlekatan geser paling tinggi terdapat pada kelompok dengan pemberian silan 4 persen. Kelompok dengan pemberian silan 4 persen menunjukkan kekuatan perlekatan geser yang lebih besar daripada pemberian silan dengan konsentrasi 19,81 persen.

Hal ini sesuai dengan  penelitian yang telah dilakukan oleh Adisty, bahwa kekuatan perlekatan geser braket metal terhadap permukaan porselen, didapatkan paling besar menggunakan silan dengan konsentrasi 2,5 persen dibandingkan dengan konsentrasi 5-15 persen dan 15-20 persen.

Konsentrasi silan yang terlalu tinggi menyebabkan terhalangnya pembentukan bridge antara komponen organik dan anorganik sehingga dapat menurunkan perlekatan. Sedangkan konsentrasi silan yang rendah menghasilkan perlekatan yang lebih baik, karena proses autopolimerisasi dari molekul silan di dalam pelarut menjadi optimal.

Setelah dilakukan uji kekuatan perlekatan gerser, dilakukan analisa patahan sampel dengan menggunakan uji Stereomicroscope dan Scanning Electron Microscope (SEM). Dari kedua uji tersebut dapat dilihat macam kegagalan perlekatan yang terjadi antar permukaan porselen dan resin komposit. Tipe dari kegagalan/failure ada 3 macam yaitu, adhesive failure yaitu kegagalan yang muncul pada interface bahan adhesif; cohesive failure yaitu kegagalan yang muncul pada substrat atau bahan adhesif tersebut; mixed failure yaitu kegagalan muncul sebagian pada adhesif sebagian pada kohesif.

Pada hasil uji stereomicroscope dan SEM, tampak pada kelompok tanpa pemberian silan, patahan terjadi pada bahan adesifnya saja (adhesive failure), sedangkan pada kelompok pemberian silan 4 persen dan 19,81 persen, patahan terjadi berupa mixed failure, yaitu sebagian pada resin komposit dan sebagian pada bahan adesif/bonding. Hal ini menunjukkan bahwa komposit dapat berikatan dengan baik pada porositas permukaan porselen.

Jika dibandingkan dengan kelompok kontrol (tanpa silan), patahan terjadi pada bahan adesif saja, tanpa adanya kerusakan dari resin komposit seperti pada kelompok dengan pemberian silan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian silan dapat meningkatkan perlekatan resin komposit dan porselen dengan membentuk ikatan yang optimal antara komposit dan porselen. (*)

Penulis: Ira Widjiastuti

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: https://e-journal.unair.ac.id/MKG/article/view/12419/8193 

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).