Direktur Pengelolaan Risiko Keuangan Negara: Mampukah Indonesia Bayar Hutang? Mampu!

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Heri Setiawan, S.E., M.S.F. saat mengisi kuliah umum tentang menjaga momentum pertumbuhan melalui kebijakan APBN di Aula Fadjar Notonagoro FEB UNAIR pada Jumat (27/9/2019). (Foto: Febrian Tito Zakaria Muchtar)

UNAIR NEWS – Kementerian Keuangan Republik Indonesia melalui Direkotorat Jendral Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) mengadakan serangkaian acara di sebelas kota di Indonesia. Salah satunya adalah Surabaya yang bertempat di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (UNAIR). Acara DJPPR itu bertajuk An Inclusive Festival (INFEST) yang dilaksanakan pada Jumat (27/09/2019) bertempat pada Aula Fadjar Notonagoro FEB UNAIR.

Acara INFEST dibuka langsung oleh Junaidi Khotib, S.Si., M.Kes., Ph.D., Apt. selaku Wakil Rektor IV UNAIR serta Ir. Iyan Rubiyanto, M.A. selaku Sekretaris DJPPR. Salah satu rangkaian acara INFEST adalah kuliah umum tentang menjaga momentum pertumbuhan melalui kebijakan APBN yang diisi oleh Heri Setiawan, S.E., M.S.F. selaku Direktur Pengelolaan Risiko Keuangan Negara. Jalannya acara dimoderatori oleh Sulistya Rusgianto, S.E.., M.I.F., Ph.D. selaku dosen Ekonomi Islam.

Pada kesempatan itu, Heri selaku pembicara menyampaikan materi tentang proyeksi Indonesia pada tahun 2045 menargetkan menjadi lima besar negara di dunia dengan perekonomian yang kuat dan menjadi negara maju.

“Proyeksi ini bukan proyeksi asal. Indonesia mempunyai modal akan hal ini. Pertama penduduk perkiraannya 309 juta dengan produktifitas atau bonus demografi sebesar 52 persen dan perkiraannya 75 persen penduduk Indonesia sudah hidup di perkotaan. Dan, tipikal negara maju harus mengendalikan sektor jasa, yang menyerap tenaga kerja yang banyak,” terang Heri.

Untuk mencapai visi tersebut, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Yakni, infrastruktur dan perbaikan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan dan riset, kesehatan, dan perlindungan sosial. Sebab, untuk mencapai visi Indonesia maju dipengaruhi oleh kualitas SDM.

Dalam hal ini Heri juga menyampaikan tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (ABPN) yang berfungsi sebagai instrumen untuk menciptakan pertumbuhan, kesejahteraan, dan pemerataan. Struktur dalam APBN meliputi pendapatan, belanja, dan pembiayaan.

Nah, apabila pendapatan lebih kecil dari pada belanja, ada yang disebut defisit. Jika terjadi defisit itu yang disebut pembiayaan yang untuk sementara saat ini mayoritas dari hutang. Dan diharapkan APBN ini menjadi sarana kesejahteraan masyarakat,” ucap Heri.

Heri juga menjelaskan penggunaan hutang Indonesia digunakan untuk belanja negara yang meliputi infrastruktur, pendidikan, kesehatan, sera Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik dan Dana Desa.

“Kita tidak jorjoran berhutang, karena prinsip APBN adalah sustainable financing defisit nasional. Pusat dan daerah tidak boleh lebih dari 3 persen. Kemudian rasio hutang di bawah 60 persen di bawah PDB yang menjadi batasan, bahkan kita jauh dari itu,” jelas Heri.

Kemudian, Heri juga menunjukan asal hutang Indonesia itu sebagian besar dari pinjaman dan surat berharga negara yang secara langsung dibiayai oleh masyarakat. Hutang itu digunakan untuk pembiayaan APBN serta dari pinjaman luar negeri yang sekarang menjadi minoritas. (*)

Penulis: Febrian Tito Zakaria Muchtar

Editor: Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).