Lembaga Penjamin Simpanan Ciptakan Sistem Perbankan yang Solid

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi Lembaga Penjamin Simpanan. (Sumber: bisnis.com)

Organisasi ekonomi tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan sistem perbankan di Indonesia. Ini sangat penting mengingat fungsi lembaga perbankan perantara yang menghubungkan masyarakat yang memiliki kelebihan dana dengan defisit dana umum. Namun, organisasi sistem perbankan saja tidak cukup. Sistem yang menjamin simpanan juga diperlukan, sehingga masyarakat dapat mempercayakan dananya kepada bank.

Suatu bentuk penjamin kelembagaan deposito adalah perwujudan dari peran negara untuk melindungi rakyat. Sebab, ketika negara sedang mengalami krisis, masyarakat akan mendapatkan perlindungan dari negara sehingga dapat meminimalkan dampak dari krisis. Misalnya, krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1998, yang mengakibatkan likuidasi 16 bank, telah membuat kepercayaan publik terhadap sektor perbankan menurun. Untuk mengatasi ini, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang memberikan jaminan untuk seluruh kewajiban bank terhadap pelanggannya, termasuk masyarakat tabungan (blanket guarantee).

Jaminan kebijakan selimut dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap perbankan. Namun, cakupan jaminan yang terlalu luas telah membebani keadaan keuangan dan dapat menimbulkan bahaya moral bagi para pelaku perbankan dan pelanggan. Oleh karena itu, dengan memperhatikan sisi negatif dari salah satu blanket guarantee dan setelah mempertimbangkan faktor-faktor lain serta membaiknya kebijakan blanket guarantee pada perbankan, akhirnya pemerintah memutuskan untuk mengakhiri jaminan. Tetapi pemerintah berpendapat bahwa penjaminan simpanan masih diperlukan untuk menjaga kepercayaan publik terhadap perbankan dan untuk meminimalkan risiko membebani anggaran negara atau risiko yang menimbulkan bahaya moral.

Berdasarkan pengalaman Indonesia, pada tahun 1998 dibentuklah Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), yang merupakan lembaga independen yang didirikan oleh undang-undang Nomor 24 tahun 2004, tentang LPS (UU LPS) dimodifikasi dengan UU No. 7 tahun 2009 pemerintah memberlakukan Undang-Undang 22 September 2004 dan mulai berlaku 12 bulan setelah diundangkan, yaitu pada 22 September 2005. Perubahan signifikan dalam jaminan melalui LPS adalah penghapusan jaminan selimut, yaitu jaminan pada keseluruhan kewajiban bank, tanpa batasan apa pun (Abdul Hadi et al., 2018).

Berdasarkan undang-undang, LPS adalah lembaga independen yang berfungsi yang menjamin simpanan nasabah dan berjanji untuk secara aktif menjaga stabilitas sistem perbankannya (Zhang, Ji & Ren 2017). Setoran bank konvensional dijamin oleh LPS berbentuk tabungan, giro, deposito, sertifikat deposito, dan lainnya. Selain itu, LPS menjamin simpanan nasabah juga hadir di bank syariah dalam bentuk giro wadiah, tabungan: tabungan wadiah mudharabah, dan deposito mudharabah (Hussain et al., 2019).

LPS telah lama dikenal dalam sistem perbankan. Sudah dikenal di Amerika Serikat sejak tahun 1993 melalui Federal Fair Deposit Insurance Corporation (FIDIC). FIDIC adalah agen yang akan menggantikan dana yang disetor oleh pelanggan jika bank dilikuidasi. Dengan memberikan jaminan kepada pelanggan, FIDIC dapat mencegah timbulnya kepanikan nasional. Sampai sekarang, setiap krisis perbankan di Amerika selalu diselesaikan melalui FIDIC. FIDIC didirikan dengan Undang-Undang Perbankan tahun 1930 dengan tujuan membantu menstabilkan sistem perbankan, dimotivasi oleh pengalaman kehancuran ekonomi akibat depresi ekonomi pada awal 1930-an.

Pemerintah menyelamatkan sistem perbankan Thailand dengan memberikan bantuan kepada bank melalui dana yang dikumpulkan oleh perbankan (pooling fund) untuk sekuritas perusahaan. Pemerintah dan anggota Asosiasi Bankir Thailand (TBA) membentuk Dana Likuiditas 5 miliar Bhat. Dana ini digunakan untuk membantu lembaga keuangan bermasalah dan dikelola bersama oleh perwakilan dari TBA, Departemen Keuangan, dan Bank of Thailand (BOT).

Pemerintah sudah mulai pada tahun 1998 untuk mengatasi krisis yang melanda Indonesia. Ketika krisis moneter dan perbankan terjadi, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan termasuk jaminan semua kewajiban dan pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee). Hal ini didefinisikan dalam dekrit presiden nomor 26 tahun 1998 tentang jaminan terhadap kewajiban pembayaran bank, dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang keamanan terhadap kewajiban pembayaran Bank Perkreditan Rakyat.

Krisis menyebabkan runtuhnya perusahaan keuangan, seperti Lehman Brothers. Krisis terus menyebar ke sektor real-estate dan sektor non-keuangan lainnya di seluruh dunia. Krisis keuangan di Amerika Serikat pada awal dan pertengahan 2008 telah menyebabkan penurunan daya beli Amerika Serikat. Amerika Serikat dikenal sebagai konsumen terbesar produk-produk top dari berbagai negara di dunia.

Penurunan penyerapan pasar menyebabkan volume impor turun secara dramatis yang berarti penurunan ekspor negara-negara yang menghasilkan berbagai produk yang dikonsumsi atau diperlukan oleh Amerika Serikat. Karena kenyataan bahwa ekonomi Amerika Serikat sangat besar. Dampaknya pada semua negara pengekspor di seluruh dunia menjadi serius, terutama negara-negara yang mengandalkan ekspor ke Amerika Serikat.

Untuk mengatasi kemungkinan krisis lain, diperlukan adanya sistem yang dapat memberikan perlindungan hukum bagi dana klien. Membahas bentuk-bentuk perlindungan hukum terhadap dana pelanggan, penyimpanan dapat dikategorikan ke dalam dua bentuk, yaitu perlindungan yudisial tidak langsung dan langsung. Perlindungan tidak langsung adalah perlindungan hukum yang diberikan kepada pelanggan di penyimpanan dana terhadap risiko kerugian yang timbul dari kegiatan bisnis yang dilakukan oleh bank, itu diwujudkan dalam tindakan pencegahan yang secara internal dilakukan oleh bank terkait; penerapan prinsip kehati-hatian, penerapan batas maksimum pemberian kredit (BPMK), kewajiban mengumumkan neraca dan perhitungan laba-rugi tentang pelaksanaan merger, konsolidasi, dan akuisisi bank.

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dalam memastikan simpanan masyarakat adalah penting. Ini adalah tujuan utama perbankan Indonesia untuk mendukung sistem, pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional menuju peningkatan kesejahteraan masyarakat, melalui skema perantara yaitu mengumpulkan dan mendistribusikan dana kepada masyarakat (Zhang, 2017; Hussain et al., 2019). Kebijakan keluar dari bank, sebagaimana diatur dalam Pasal 37 angka 2 dan 3 undang-undang perbankan, adalah upaya terakhir yang dapat dilakukan oleh bank sentral, hal ini disebabkan oleh fakta bahwa likuidasi dapat berdampak negatif bagi bank.

Pentingnya fungsi pemerintah dalam menjaga stabilitas sistem perbankan telah memunculkan atribusi kewenangan bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan dalam menjaga stabilitas sistem perbankan; potensi dampak sistematis dari bank yang gagal terlalu besar untuk diabaikan. Oleh karena itu, perumusan kebijakan dalam upaya menjaga stabilitas ekonomi harus segera diperbarui dan disempurnakan, mengingat masalah yang sangat kompleks yang dapat muncul dalam kegiatan ekonomi global. Undang-undang tersebut telah memberikan wewenang kepada pemerintah untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam upaya untuk menghadapi potensi bank yang gagal, serta dalam pemeliharaan stabilitas perbankan, melalui instrumen jaminan.

Penulis: Prawitra Thalib, Faizal Kurniawan, Hilda Yunita Sabrie

Informasi terperinci dari penelitian ini dapat dilihat dalam tulisan di: http://www.ijicc.net/images/Vol_5_Iss_2_Spec_Ed/26_Thalib_P390_2019R.pdf

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).