Mengatasi Perselisihan Hubungan Industrial dengan Management

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Perselisihan hubungan industrial mayoritas terjadi dikarenakan berbagai faktor. Berdasar data yang didapat, mayoritas perselisihan diakibatkan karena empat faktor yang terdiri atas: (1) Jumlah pekerja lebih dari jumlah kesempatan untuk bekerja; (2) Perkembangan modernisasi di pabrik sehingga tidak membutuhkan pekerja yang banyak dikarenakan adanya teknologi; (3) Mesin, komputer lebih pintar dari manusia; dan (4)  Peraturan ini kadang-kadang kurang mampu bersaing dengan waktu. Keempat hal tersebut merupakan faktor yang mayoritas sering menyebabkan adanya perselisihan atau sengketa diantara pekerja, di mana terkait dengan hal tersebut sering terjadi diakibatkan karena proses managerial.

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial pada faktanya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 yang mengatur dua macam sengketa. Pertama adalah sengketa mengenai hak dan kedua adalah sengketa kepentingan (Perselisihan Hak dan Perselisihan Kepentingan). Sengketa Hak merupakan sengketa yang terkait dengan tidak terpenuhinya persyaratan atau poin kontrak atau perjanjian kerja sama di antara pekerja dan pengusaha sehingga timbul tidak terpenuhinya hak yang harus didapatkan. Sedangkan, sengketa kepentingan merupakan upaya untuk mencari kesempatan terhadap persyaratan pada kondisi tenaga kerja dari pekerja ke pengusaha. Sedangkan saat ini berdasar perkembangan yang tertulis pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, terdapat empat jenis sengketa yang dapat diproses: (1) Sengketa hak; (2) Sengketa menarik; (3) Sengketa pemutusan; dan (4) Sengketa antara serikat pekerja.

Pada nyatanya, para pekerja relatif melakukan berbagai tindakan dalam menyelesaikan sengketa yang dirasa akan didengar oleh para pengusaha. Salah satu tindakan yang lazim dilakukan adalah melakukan pemogokan kerja. Tindakan mogok kerja merupakan bentuk refleksi dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 E Ayat (3) yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat. Pemogokan berdampak pada dilanggarnya pasal dasar perjanjian kerja dengan melakukan penarikan seluruh tenaga kerja. Sebagai contoh, May Day 2017, di mana 150 ribu orang melakukan pemogokan.

Selain itu, perselisihan yang mengakibatkan demonstrasi atau pemogokan dapat dipertanyaan nilai keberhasilannya. Kemampuan berkomunikasi di antara kedua pihak yang bersengketa menjadi penentu keberhasilan penyelesaian sengketa yang terjadi. Dimensi manusia atau social interaction menjadi nilai lebih yang digunakan kedua pihak untuk menyampaikan aspirasi. Komunikasi yang tidak dapat terjalin dengan baik atau mengalami kebuntuan, merupakan pusat masalah yang menyebabkan perselisihan.

Pada dasarnya, perselisihan di antara hubungan industrial sangat memungkinkan untuk terjadi. Kurangnya komunikasi dan tidak terjalinnya hubungan yang baik di antara pengusaha dengan pekerja menyebabkan adanya sekat yang menyebabkan munculnya perselisihan. Kesadaran di antara pekerja dan pengusaha akan hal tersebut memberikan solusi praktis guna menghindari perselisihan.

Orang orang yang sadar hukum, tindakan dan peraturan, bahkan pemegang kearifan lokal, mampu menjadi penengah di antara perselisihan yang terjadi. Poin yang menyebabkan kegagalan dalam negosiasi perselisihan dapat berasal dari kurangnya kesadaran mediator, keterbukaan kedua pihak, dan kurangnya kompetensi.

Perselisihan atau sengketa yang terjadi di antara pekerja dengan pengusaha merupakan hal yang wajar terjadi dalam hubungan industrial. Terdapat banyak cara untuk melakukan penyelesaian sengketa yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 yang berisi dari bipartite, tripartite, hingga konsiliasi atau arbitrase. Selain itu, apabila tidak ditemukan solusi dari perselisihan yang terjadi, terdapat langkah mediasi atau dengan memecahkan dalam pengadilan. Hal tersbut lazim disebut dengan ‘Hubungan Pengadilan Industri”, di mana hal itu menyelesaikan permasalahan terkait dengan sengketa dan perselisihan di antara hubungan industrial.

Berdasar kedua pihak, fleksibilitas dalam managerial atau pengaturan di antara pekerja dan pengusaha sangat diperlukan. Adanya keluwesan dalam pengaturan dan komunikasi merupakan penentu yang menjadi kunci dalam menyelesaikan setiap perselisihan yang akan atau telah terjadi. Keluwesan dalam melakukan managerial yang didukung oleh budaya kedua pihak, tidak hanya berguna untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi, namun juga mempererat hubungan diantara pekerja dan pengusaha. Budaya lokal seperti musyawarah dan mufakat untuk melakukan evaluasi dan penyampaian pendapat dengan komunikasi yang baik, mampu menutupi dan memperbaiki perselisihan yang terjadi. Mediator sebagai penjembatan tentunya harus bersifat netral dan memiliki kesadaran untuk mampu menyelesaikan permasalahan berdasar objektif kedua pihak. (*)

Penulis: Lanny Ramli

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di Source

https://www.scitepress.org/PublicationsDetail.aspx?ID=syMzz4i%2fncE%3d&t=1

Title       : Flexibility Management to Solve Industrial Relation Dispute

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).