Vitamin D dan Dermatitis Atopik: Mitos atau Fakta?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi vitamin D. (Sumber: Holland and Barrett)

Vitamin D merupakan secosterol yang diproduksi secara endogen di kulit dari paparan sinar matahari atau diperoleh dari makanan yang secara alami mengandung vitamin D, termasuk minyak hati ikan kod dan ikan berlemak, misalnya salmon, makarel,dan tuna; jamur, dan suplemen. Proses fotobiologi paparan sinar matahari terhadap kulit dapat memberikan 80 – 90 persen konsentrasi serum vitamin D3. Pengaktifan vitamin ini memerlukan proses konversi oleh enzim (hidroksilasi) di liver dan ginjal.

Pada dekade terakhir ini, penelitian menghubungkan kekurangan vitamin D dengan peningkatan risiko keganasan (terutama kolorektal), dermatitis atopik, autoimun, infeksi dan, gangguan kardiovaskular, hipertensi, sindrom metabolik, gejala neuropsikiatri dan kematian. Di antara faktor-faktor yang terlibat dalam patogenesis dermatitis atopik, kekurangan vitamin D di pasien dermatitis atopik menjadi topik yang penting saat ini.

Vitamin D dapat meningkatkan produksi cathelicidin (peptida antimikroba) merupakan peran lebih jauh dari vitamin D dan dermatitis atopik. Pasien dermatitis atopik memiliki kadar cathelicidin lebih rendah dibandingkan pasien psoriasis. Kadar cathelicidin yang rendah pada pasien dermatitis atopik menyebabkan pasien dermatitis atopik mudah terinfeksi bakteri, salah satunya yakni Staphylococcus aureus. Penelitian mengenai pemberian vitamin D di Indonesia sangat terbatas, maka kami hendak melakukan penelitian mengenai efek vitamin D terhadap penurunan kolonisasi Staphylococcus aureus, vitamin D yang digunakan adalah vitamin D3.

Penelitian ini merupakan penelitian cohort, pasien DA yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteri eksklusi diberikan sirup vitamin D3 selama 28 hari, kemudian dilakukan pengukuran kolonisasi Staphylococcus aureus sebelum dan sesudah pemberian vitamin D3. Dengan teknik pengambilan sampel menggunakan consequtive sampling. Sampel penelitian semua pasien DA anak yang memenuhi kriteria penerimaan sampel, yang datang di URJ Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Divisi Dermatologi Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik RSUD Dr. Soetomo Surabaya dan seluruh subjek penelitian telah menandatangani informed consent (pasien anak-anak diwakili oleh orang tua atau wali). Dosis vitamin D3 yang diberikan adalah 400 IU.  Setiap hari, subjek penelitian mengkonsumsi 5ml vitamin D3. Kemudian, dilakukan perhitungan kolonisasi Staphylococcus aureus ulang setelah pemberian vitamin D3.

Selama pemberian vitamin D3 dilakukan evaluasi terhadap efek samping yang timbul. Hasil yang didapatkan nilai mean nilai mean dan standar deviasi kolonisasi Staphylococcus aureus sebelum pemberian vitamin D3 998,1 ± 360,9 dan setelah pemberian vitamin D3 206,8 ± 227,1 dengan nilai p= 0,0001. Dari hasil analisis statistik didapatkan perbedaan yang signifikan kolonisasi sebelum dan setelah pemberian vitamin D3.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran vitamin D3 terhadap kolonisasi Staphylococcus aureus, subjek penelitian yang didapatkan berjumlah 10 orang. Dosis sirup vitamin D3 yang digunakan adalah 400 IU. Dosis ini mengikuti dosis yang dianjurkan oleh AAP untuk pemberian vitamin D3. Dilakukan pengukuran kolonisasi Staphylococcus aureus sebelum dan sesudah pemberian sirup vitamin D3.

Dari hasil analisis statistik didapatkan perbedaan yang signifikan kolonisasi sebelum dan setelah pemberian vitamin D3. Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Udompataikul di Thailand (2015). Terdapat penurunan yang signifikan kolonisasi Staphylococcus aureus pada pasien dermatitis atopik setelah pemberian vitamin D3 dibandingkan plasebo dengan nilai p = 0,003.

Dari penelitian ini, vitamin D3 dapat menurunkan kolonisasai Staphylococcus aureus, sehingga dengan penurunaan kolonisasi bakteri diharapkan nantinya dapat menurunkan eksaserbasi dari dermatitis atopik sehingga secara tidak langsung dapat memperbaiki kualitas hidup pasien DA. (*)

Penulis: Iskandar Zulkarnaian

Informasi detail dapat dilihat pada tulisan kami di:https://e-journal.unair.ac.id/BIKK/article/view/10890/pdf

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).