Pengaruh Penyinaran Pada UDMA dan Bis – GMA dalam Resin Komposit Packable

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh UMY repository

Resin komposit merupakan bahan yang sangat diperlukan sebagai restorasigigi anterior dan posterior. Komposisi resin komposit terdiri dari empat bagian utama yaitu pertama, matriks resin yang terdiri dari monomer Bis-GMA (bisphenol A-glycidil methacrylate) atau urethane dimethacrylate (UDMA). Kedua yaitu partikel pengisi/filler yang terdiri dari glass/kaca, quartz, koloid silica. Ketiga yaitu bahan coupling dan terakhir inisiator dan activator seperti camphoroquinone, serta bahan tambahan lainnya. Diantaranya yaitu inhibitor seperti hidrokuinon yang berfungsi untuk mencegah polimerisasi dini pada saat penyimpanan resin komposit.

Terdapat beberapa tipe resin komposit yang memiliki karakteristik fisik berbeda jika diklasifikasikan berdasarkan ukuran partikel, jumlah, dan bahan pengisian organiknya. Berdasarkan jumlah volume bahan pengisinya, resin komposit diklasifikasikan menjadi resin komposit packable dan resin komposit flowlable. Resin komposit packable mulai dikenal pada akhir tahun 1990an. Resin komposit packable  diindikasikan untuk gigi posterior yang merupakan resin komposit rigid, mempunyai viskositas tinggi, dan tidak lengket pada instrument saat diaplikasikan dibanding resin komposit yang sebelumnya telah beredar di pasaran. Secara estetik, resin komposit packable baik karena warnanya yang menyerupai warna gigi asli. Keuntungan lain dari komposit adalah dapat mengurangi shrinkage selama polimerisasi.

Untuk efisiensi proses dan hasil restorasi yang maksimal, resin komposit aktivasi sinar lebih banyak digunakan. Saat ini jenis QTH dan LED merupakan sumber sinar yang sering digunakan untuk pengerasan resin komposit sebagai suplai foton untuk mengaktifkan fotoinisiator yang terkandung dalam resin komposit. Polimerisasi komposit diinisiasi oleh sinar dari unit lampu pengeras (LCU). Beberapa faktor yang mempengaruhi polimerisasi diantaranya yaitu tipe filler, ukuran, kandungan bahan, ketebalan, lama waktu pemaparan, jarak antara sinar dengan bahan restorasi, dan intensitas sinar.

Masalah utama yang sering dihadapi dalam tumpatan resin komposit adalah polimerisasi yang tidak sempurna. Derajat polimerisasi didefinisikan sebagai adanya monomer sisa akibat polimerisasi tidak sempurna. Monomer sisa dapat merugikan jaringan rongga mulut. Misalnya menyebabkan alergi, bahkan monomer sisa dinyatakan sebagai karsinogenik. Semakin banyak monomer sisamaka tingkat compressive strength semakin rendah dapat menyebabkan karies sekunder dan sensitivitas gigi.

UDMA dan Bis-GMA merupakan resin yang sering digunakan dalam komposit packable. Penelitian ini bertujuan untuk membandingan jumlah monomer sisa pada penyinaran 1×20 detik dan 2×20 detik terhadap resin komposit packable. Digunakan 14 sampel lempeng silindris komposit jenis packable (Filtex Z350 XT 3M ESPE) dengan ketebalan 2 mm dan diameter 5 mm yang dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok 1 dilakukan penyinaran dengan light curing LED selama 1×20 detik, sementara kelompok ke2 dilakukan penyinaran selama 2×20 detik. Kemudian komposit direndam dalam larutan ethanol selama 24 jam dan dilakukan penghitungan jumlah monomer sisa dengan menggunakan HPLC.

Hasil menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh lama penyinaran terhadap jumlah monomer sisa pada resin komposit packable. Hal ini mungkin disebabkan karena bahan aktivator yang berupa champhoroquinon pada resin komposit sudah habis bereaksi ketika proses polimerisasi yang pertama. Sehingga pada saat ada polimerisasi kedua tidak ada lagi monomer yang terpolimer.

Akan tetapi terdapat perbedaan jumlah monomer sisa pada bahan yang terdapat didalam resin komposit packable yaitu Bis – GMAdan UDMA, yaitu monomer sisa pada UDMA lebih banyak dibandingkan dengan monomer sisa pada Bis – GMA. Hal ini disebabkan karena perbedaan berat molekul antara UDMA dan Bis – GMA. Dimana berat molekul UDMA lebih kecil dibandingkan dengan berat molekul Bis – GMA, sehingga UDMA mudah terurai. Selain itu UDMA memiliki morfologi yang kecil sehingga menyebabkan mudah terdeteksi pada HPLC. UDMA juga memiliki sifat kelarutan yang tinggi serta afinitas yang tinggi, yaitu kemampuan bereaksi dengan zat kimia lain dengan mudah. Hipotesis tersebut didukung oleh penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa polimerisasi dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu berat molekul, afinitas, dan morfologi molekul.

Peneliti berharap, semakin banyak molekul yang terpolimer maka menyebabkan semakin sedikitnya monomer sisa. Semakin sedikitnya monomer sisa, maka semakin kecil kemungkinan terjadinya alergi pada jaringan rongga mulut, toxixitas terhadap monomer sisa, maupun terkontaminasinya ruang pulpa karena monomer sisa.

Penulis : Adioro Soetojo

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://e-journal.unair.ac.id/MKG/article/view/12649

Jayanti Rosha, Adioro Soetojo, Putu Dewi Purnama Sari Budha, M Mudjiono (2019). The effect of UDMA and Bis-GMA irradiation period on residual monomers in resin packable composite. Dental Journal (Majalah Kedokteran Gigi), 52(1): 24-26.

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).