Dari Kacamata Psikologi, Dibutuhkan Sosok Pemimpin yang Cepat Merespon Perubahan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Nurul Hartini saat memberikan gagasan soal pemimpin yang idael, dalam Diskusi Pakar UNAIR, Rabu (4/9/2019). (Foto: Agus Irwanto)

UNAIR NEWS – Dalam acara diskusi pakar yang dihelat Univeristas Airlangga (UNAIR) pada Rabu (4/9/2019), Dr. Nurul Hartini, S.Psi., M.Kes., Psikologi menjadi salah satu pakar yang memberikan gagasannya soal kepala daerah ideal. Nurul memberikan kriteria soal sosok pemimpin yang mampu menjawab tantangan dan tuntutan calon kepala daerah di era disrupsi dari kacamata psikologi.

Menurutnya Nurul, seorang pemimpin harus menjadi pribadi dengan autodynamic respons. Sosok pemimpin harus mampu beradaptasi dan mengikuti perkembangan era disrupsi dan mampu secara otomatis menjawab tantangan yang ada.

“Ketika berbicara tentang pemimpin di era disruptif, pasti kita butuh seorang pemimpin yang betul-betul mampu bergerak dan mengikuti perkembangan dengan cepat sesuai dengan cepat tepatnya era digital disrupsi saat ini,” papar Nurul pakar psikologi yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Psikologi UNAIR.

Menurutnya, diperlukan pemimpin yang memiliki kecerdasan intelektual sebagai pribadi-pribadi yang cerdas dan pioner. Seseorang dengan kemampuan intelektual yang tinggi, ketika ada perubahan bukannya menolak dan membuat kemarahan, tetapi menjadikan tantangan dan perubahan sebagai suatu solusi.

Selain itu, yang kedua adalah memiliki kecerdasan emosional. Seorang pemimpin harus cerdas secara emosi dalam menjawab segala tuntutan. Sehingga betul-betul memahami dan membangun empati.

Demikian juga menjadi pribadi dengan kecerdasan sosial yang tinggi. Pemimpin mampu merangkul dan menjadi bagian dari generasi-generasi muda yang bisa beradaptasi secara cepat dengan era disruptif.

“Coba kita lihat saja, kasus perkembangan transportasi yang difasilitasi teknologi informasi. Mereka-mereka yang menolak karena adanya perubahan pasti tidak akan bisa berkembang cepat. Mereka yang mampu beradaptasi dengan perubaha inilah yang mampu menjawab perubahan”, katanya.

“Sehingga demo angkutan umum, demo terhadap kehadiran transportasi online, sebetulnya itu adalah bagian bentuk dari resistensi terhadap perubahan. Dan kalau kemudian pimpiman itu mendukung, maka sebetulnya pimpinan tersebut tidak mengindikasikan adanya auto dynamic respons,” imbuh Nurul.

Kemudian, yang terpenting lagi adalah kecerdasan daya juang. Secara psikologis, masyarakat butuh keteladanan orang-orang yang mampu membangun optimisme pada semua lapisan yang ada di masyarakat.

“Kita tidak ingin ada pemimpin-pemimpin yang loyo, pemimpin-pemimpin yang sambat, pemimpin-pemimpin yang tidak optimis dalam menjawab tantangan,” ucapnya.

Untuk melengkapi semua kecerdasan tersebut, pemimpin juga harus memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi. Namun, sejatinya perjuangan itu tidak diletakkan pada seorang pemimpin saja, karena masing-masing dari kita adalah pemimpin juga.

Nurul juga mengatakan bahwa ketika seorang pemimpin dipilih, tentu hal itu menjadi bagian dari suara masyarakat. Maka, perubahan di kota atau dimanapun itu berada, semuanya ada di tangan masyarakat.

“Siapapun nanti yang menjadi pemimpin dari kita, maka terimalah itu dengan lapang dada dan dengan toleransi yang tinggi,” pesan Nurul mengakhiri paparannya. (*)

Penulis : Erika Eight Novanty

Editor : Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).