Maraknya Kekerasan Berbasis Gender Online Harus Dihentikan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Suasana diskusi kekerasan berbasis gender online di FISIP UNAIR, pada Jum’at (30/8/2019. (Foto: Rissa Ayu F)

UNAIR NEWS  – Sebagai penggagas kampus ramah perempuan Kementerian PSDM BEM FISIP gelar diskusi bertajuk “Kekerasan Berbasis Gender Online”. Berkaca dari realitas mengenai pemahaman gender yang masih sangat minim, BEM FISIP berusaha menghadirkan diskusi yang menggugah pemahaman masyarakat khususnya mahasiswa tentang isu-isu gender.

Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) merupakan bentuk kekerasan yang terjadi melalui media seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi. Diskusi yang digelar pada Jum’at (30/8/2019) tersebut mengundang dua pemateri yakni Candra Hayu Prameswari dan Farida Noer Fitri yang memiliki pengalam secara langsung bersinggungan dengan KBGO.

Melalui akun instagramnya Farida Noer Fitri yang akrab dipanggil Fitri tersebut pernah mengunggah dan bercerita tentang salah satu bentuk KBGO yakni pelanggaran privasi. Fitri memparkan bentuk pelanggaran privasi dilakukan salah satu akun istagram yang secara sengaja mengunggah foto seorang perempuan tanpa meminta ijin dari orang yang bersangkutan.

“Pelecehan secara online merupakan salah satu isu gender yang dekat dengan kita, untuk itu harus diangkat dan tidak boleh dibiasakan. Bentuk pewajaran tentang hal itu (kekerasan seksual) membuat perempuan semakin direndahkan” ujar Fitri.

Komnas Perempuan Indonesia menyebut ada 8 bentuk KBGO yakni cyber grooming (pendekatan untuk memperdaya), cyber harassment (pelecehan online), peretasan, konten ilegal, pelanggaran privasi, ancaman distribusi foto atau video pribadi, rekruitmen online, dan pencemaran nama baik. Lanjut Fitri, perilaku pelecehan seksual tidak seharusnya dibiarkan, mewajarkan perilaku tersebut sama saja dengan turut melanggengkan rantai kekerasan seksual dalam masyarakat. Mahasiswa sebagai salah satu pengguna aktif media sosial sebenarnya dekat dengan KBGO. Kebebasan berkekspresi di media sosial kini sering kali dijadikan dalih untuk membenarkan pelecehan dalam kolom komentar atau melalui pesan langsung.

“KGBO rentan dialami oleh siapa pun tidak peduli ia perempuan atau laki-laki,” tutur Fitri.

Selain itu, Fitri mengatakan, persepsi masyarakat yang sering kali timpang dalam memandang laki-laki dan perempuan membuat banyak yang beranggapan bahwa pelecehan seksual hanya terjadi pada perempuan. Bahkan budaya victim blaming (menyalahkan korban) yang telah mengakar di masyarakat membuat penyadaran tentang bentuk kekerasan seksual semakin sulit. Seiring dengan perkembangan jaman yang begitu pesat kini kekerasan seksual telah mengalami pergeseran media, menjamurnya media sosial membuat kekerasan seksual secara online lebih sering terjadi tanpa disadari.

“Kita harus tetap bersuara karena kalau bukan kita yang memutus rantai kekerasan seksual ini siapa lagi,” pungkasnya.

Mahasiswa sebagai seorang manusia yang sadar akan keharusan menghentikan kekerasan seksual  diharapkan dapat memulai penyadaran tentang kekerasan seksual baik terhadap dirinya sendiri dan masyarakat, mulai bersuara ketika melihat kekerasan seksual, dan berani untuk melapor karena dengan diam sama saja kita membiarkan kekerasan seksual tetap terjadi. (*)

Penulis : Rissa Ayu F

Editor : Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).