Andri Ikuti Kursus Intensif Internasional Bersama Peneliti Asing

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

UNAIR NEWS – Belajar tak harus selalu di ruang kelas. Kalimat tersebut agaknya cocok untuk menggambarkan kegemaran Andri Setyo Nugroho dalam mempelajari Sejarah Jawa Kuno, terutama ketika periode Hindu-Buddha. Ia juga kerap berpartisipasi di sejumlah kegiatan yang berkaitan dengan Kebudayaan Nusantara seperti komunitas dan seminar.

Bulan Juli lalu, mahasiswa Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga, itu berkesempatan untuk memperdalam ilmunya dalam kursus internasional intensif. Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) bersama École française d’Extrême-Orient (EFEO) dan didukung École Pratique des Hautes Études (EPHE), salah satu anggota inti PSL Research University, Paris.

“Sebelum mengikuti kursus ini, saya aktif di Komunitas Tapak Jejak Kerajaan yang mengkaji tentang Kerajaan Hindu-Buddha berdasarkan sumber prasasti. Jadi saya juga mempelajari aksara Pra-Pallawa. Tetapi, karena sudah menjadi hobi, tidak sulit bagi saya untuk menyerap materi tersebut,” terang Andri saat dihubungi melalui aplikasi chatting.

Menurut Andri, konsentrasi program studi Ilmu Sejarah di UNAIR lebih terfokus pada kajian perkotaan. Hal itulah yang mendorongnya untuk mencari kegiatan di luar kampus guna memperkaya pemahaman mengenai Sejarah Jawa Kuno. Walaupun pada semester kedua terdapat mata kuliah Sejarah Indonesia Zaman Nirleka, Andri merasa belum cukup menguasai. Sebab, ia berniat mengambil penelitian dengan topik serupa saat skripsi kelak.

“Informasi mengenai kursus tersebut saya dapatkan dari komunitas. Kemudian saya mulai mencari tahu di website Perpusnas, lantas memberanikan diri mengikuti seleksi berupa pengiriman curriculum vitae, esai berisi motivasi untuk mengikuti kursus, serta proyeksi ke depan. Beruntungnya, saya bisa lolos,” cerita pemuda kelahiran Magetan tersebut.

Kegiatan kursus itu berlangsung selama dua pekan sejak 21 Juli hingga 3 Agustus di Cangkringan Jogja Villa & Spa di Yogyakarta, Jawa Tengah. Uniknya, Andri menjadi peserta termuda mengingat peserta lain kebanyakan telah selesai menempuh jenjang sarjana. Mereka semua memiliki latar belakang pendidikan sastra, arkeologi, atau peneliti dari sebuah lembaga penelitian seperti Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan Perpusnas.

MODUL pembelajaran Jawa Kuno yang diperoleh Andri dari Kursus Internasional Intensif di Yogyakarta. (Foto: Andri Setyo Nugroho)
MODUL pembelajaran Jawa Kuno yang diperoleh Andri dari Kursus Internasional Intensif di Yogyakarta. (Foto: Andri Setyo Nugroho)

“Kursus ini bertujuan untuk melatih filolog muda sekaligus memperkuat kolaborasi internasional. Total peserta sebanyak 25 orang di kelas basic serta 10 orang di kelas advance yang akan dilatih intensif oleh tim ahli filologi Jawa Kuno dengan bahasa pengantar Inggris-Indonesia,” urai ketua himpunan mahasiswa Ilmu Sejarah UNAIR itu.

Di kelas basic, kursus difokuskan pada Tata Bahasa Jawa Kuno dari teks Parwa dan Kakawin. Sementara di kelas advance, ditawarkan pilihan bacaan berupa teks Kakawin, Tutur, juga Prasasti. Selain itu, Andri banyak bertemu dengan peneliti seperti Prof. Dr. Arlo Griffiths (EFEO), Dr. Andrea Acri (EPHE), Prof. Dr. Thomas Hunter (University of British Columbia), Agung Kriswanto (Perpusnas) serta Yosephin Apriastuti Rahayu (UGM).

“Pesertanya ada yang dari Bali, Jakarta, Sumatra, Thailand, Myanmar, Amerika, dan Jepang. Tetapi saya tidak terlalu kesulitan bergaul karena sebagian dapat berbahasa Indonesia. Kemudian kami juga mempelajari Adiparwa, Ramayana, ciri khas kidung, dan kakawin. Ada juga materi mangidung, yakni sebuah kakawin asal Bali,” imbuh Andri.

Andri menegaskan jika pembelajaran mengenai Jawa Kuno sebenarnya tak sulit untuk dipahami. Akan lebih mudah lagi apabila memiliki kedekatan dengan budaya Jawa. Kuncinya adalah niat belajar karena sudah terbukti bahwa orang asing juga menaruh minat bahkan memahami di topik tersebut. Ia berpesan kepada masyarakat lokal agar tidak kalah dengan orang asing khususnya dalam hal pelestarian budaya Indonesia. (*)

Penulis: Nabila Amelia

Editor: Feri Fenoria Rifa’i

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).