Menelisik Dinamika Politik di Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
PURNAWAN Basundoro S.S., M.Hum., Dosen sejarah FIB UNAIR (Paling kiri) sedang menyampaikan gagasannya dalam diskusi tentang dinamika politik di Indonesia, pada Kamis (22/8/2019) di Aula Siti Parwati FIB UNAIR. (Foto: Ransis Putra Gaut)

UNAIR NEWS – Kementerian Kajian Aksi Strategis Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Airlangga (UNAIR) menggelar diskusi tentang dinamika politik di Indonesia. Diskusi itu berlangsung pada Kamis (22/8/2019) di Aula Siti Parwati Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UNAIR. Hadir sebagai narasumber yakni Fahrul Musaqqi, S. IP (Dosen Ilmu Politik UNAIR), Purnawan Basundoro S.S., M.Hum (Dosen Sejarah FIB UNAIR), dan Satrio P. Utomo, S.Hum., M.Hum (Penulis buku Politik Dipa Nusantara).

Ketiga narasumber dalam diskusi tersebut menyoroti rendahnya minat para politikus dalam bidang intelektual. Fenomena ini sangat berbeda dengan era 1945-1965 di mana para tokoh politik juga menjadi pemikir untuk mencerdaskan bangsa. Mereka menjadikan surat kabar seperti Harian Rakyat, Pedoman, Suluh Indonesia, Abadi, dan Indonesia Raya sebagai sarana untuk berdialektika tentang gagasan-gagasan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Dulu para tokoh politik bangsa ini, seperti Sukarno, Natsir, Syahrir, Tan Malaka, dan Hatta memiliki semangat intelektual yang tinggi. Mereka penulis hebat sehingga saat itu politik sungguh berfungsi, bukan hanya sebagai arena meraih kekuasaan, tetapi juga untuk mendidik masyarakat melaui tulisan-tulisan mereka tentang gagasan-gagasan kebangsaan,” tutur Purnawan.

Semangat intelektual para tokoh politik era 1945-1965 menyebabkan masyarakat mengetahui ideologi-ideologi dari setiap partai. Surat Harian diisi tulisan-tulisan para pengurus partai terkait ideologi mereka. Sehingga masyarakat dapat menilai kualitas sebuah partai dari ideologi yang disebarkan melalui tulisan-tulisan tersebut.

Fenomena itu jarang sekali ditemukan saat ini. Banyak tokoh partai politik yang hanya memikirkan eksistensi partai untuk tetap berkuasa, tetapi tidak berusaha memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Hal tersebut adalah contoh konkret salah satu kegagalan partai politik di Indonesia yakni tidak menjalankan fungsi komunikasi politik.

“Polemik-polemik di surat harian yang dilakukan para tokoh politik dahulu, seperti Soekarno dan Natsir tentang kebangsaan Indonesia harus kembali dihidupkan karena itu mencerdaskan masyarakat. Karena itu, para tokoh partai politik sekarang jangan hanya memikirkan kekuasaan tetapi juga untuk mencerdaskan masyarakat. Hal itu juga menuntut para tokoh partai politik untuk terlebih dahulu memiliki semangat literasi,” tambahnya. (*)

Penulis : Ransis Putra Gaut

Editor : Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).