Perlunya Searching Skills Pustakawan Referensi di Perguruan Tinggi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Hingga saat ini, banyak perpustakaan yang masih memegang teguh konsep layanan referensi tradisional. Di mana layanan referensi diberikan tempat khusus atau ruang khusus di perpustakaan, dengan berbagai macam jenis koleksi referensi. Misalnya, kamus, ensiklopedia, handbook, buku panduan, manual, atlas, gazeeteer, indeks, bibliografi, almanak, buku tahunan, direktori, dan terbitan pemerintah.

Petugas atau pustakawan referensi juga hanya sebagai simbol. Tugas mereka adalah memberikan layanan kepada pengguna yang datang ke ruang tersebut dengan jawaban seadanya. 

Namun, ada beberapa perpustakaan yang mulai sadar akan kebutuhan informasi penggunanya. Termasuk memaksimalkan layanan referensi untuk lebih berdaya dan mengubah konsep referensi yang kuno menjadi layanan informasi. Di mana, dalam layanan informasi ini kekuatan pustakawan dalam menemukan informasi atau jawaban yang dicari menjadi kunci utama. Pustakawan tidak hanya berkutat dengan informai tercetak yang terdapat dalam ruangan, melainkan berhadapan dengan informasi tanpa batas.

Melihat pentingnya peran pustakawan dalam memberikan layanan referensi baik dalam konteks tradisional maupaun modern, kinerja pustakawan referensi dalam memberikan layanan kepada pengguna perlu diketahui secara detail. Dalam penelitian ini, digunakan guidelines behavioral performances of reference and information service providers dari American Library Association (ALA). Terdapat lima indikator, yaitu Visibility/approachability, interest, listening, searching, dan follow-up.

Behavioral Performances

Guideline untuk behavioral performance untuk layanan referensi dan informasi dibuat oleh  Reference and User Service Association (RUSA) yang merupakan salah satu divisi dari American Library Association (ALA). Guideline yang mengalami revisi pada tahun 2009 dan tahun 2013 ini dapat digunakan untuk layanan informasi dalam bentuk tatap muka atau jarak jauh.

Terdapat lima komponen dalam guideline ini yang bisa dijadikan indikator penilaian keberhasilanan layanan referensi dan informasi. Yakni, visibility / approachablity, layanan referensi atau informasi dinyatakan berhasil jika mereka terlihat oleh pengguna. Interest, seorang pustakawan yang profesional harus obyektif dalam memandang seluruh pertanyaan yang diajukan oleh pengguna tanpa membedakan pertanyaan tersebut.  

Listening/Inquiring, Pustakawan harus secara efektive mengidentifikasi kebutuhan informasi pengguna. Kemampuan mendengarkan dan bertanya secara efektif perlu dimiliki oleh pustakawan referensi. Searching, proses penelusuran merupakan bagian dari transaksi referensi, dimana kemampuan menelusur dan keakuratan hasil sangat diperlukan disini. Follow-up, menjawab pertanyaan user bukan akhir dari layanan referensi, pustakawan harus mengetahui apakah pengguna sudah puas dengan informasi yang telah diberikan.

Observasi dilakukan pada layanan referensi di enam perpustkaan perguruan tinggi di Surabaya yang dipilih secara random. Secara keseluruhan behavioral performance dari pustakawan referensi pada perpustakaan perguruan tinggi di Surabaya secara keseluruhan dilihat dari lima komponen dinilai cukup baik oleh pengguna.

Komponen interest dinilai paling tinggi oleh pengguna. Diikuti oleh listening, sedangkan komponen searching dinilai paling rendah oleh pengguna dan masih perlu ditingkatkan lagi mengingat pengguna hanya memberi nilai cukup untuk kemampuan tersebut.

Untuk visibility layanan referensi oleh pengguna dirasa sudah baik. Rata-rata perpustakaan memasang papan petunjuk berupa tulisan layanan referensi atau layanan informasi di tempat yang mudah dijangkau pengunjung. Pengunjung tidak merasa kesulitan dalam menemukan layanan tersebut.

Komponen Interest, secara keseluruhan, nilainya sudah baik. Di mana pustakawan referensi menunjukkan ketertarikan dan memberikan signal jika mereka paham atau tidak paham dengan pertanyaan pengguna.

Komponen Listening, pengguna menilai bahwa pustakawan menggunakan intonsi suara yang pas ketika menanggapi pertanyaan pengguna. Pustakawan juga mendengarkan dengan seksama pertanyaan pengguna, mampu mengidentifikasi pertanyaan pengguna dan melakukan klarifikasi sebelum melanjutkan ke tahap selanjutnya.

Komponen Searching, rata-rata penilaian pengguna untuk kemampuan searching adalah cukup. Ada beberapa atribut yang memiliki nilai buruk, yakni kemampuan strategi penelusuran putakawan yang masih kurang. Demikian juga pustakawan tidak pernah menjelaskan proses pencarian kepada pengguna, dan pustakawan tidak melakukan evaluasi hasil penelusuran dnegan pengguna.

Komponen follow up, komponen ini dinilai cukup oleh pengguna. Di mana pustakawan tidak mengakhiri permintaan pengguna setelah melakukan pencarian informasi. Pustakawan menanyakan apakah pertanyaan yang diajukan sudah terjawab atau belum. Namun, pustakawan jarang melakukan konsultasi dengan pihak lain bukan berarti mereka malas, melainkan seluruh pertanyaan bisa dijawab oleh pustakawan sehingga tidak memerlukan rujukan ke pustakawan lainnya.

Pustakawan referensi merupakan kunci dari layanan referensi/informasi pada perpustakaan perguruan tinggi. Dalam transaksi referensi dibutuhkan kemampuan komunikasi, penelusuran, dan etika untuk menjamin kepuasan pengguna ketika mendapatkan layanan referensi. Dari penilaian behavioral performance, komponen kemampuan searching pustakawan perlu ditingkatkan lagi. Keterlibatan pengguna masih belum tampak. Namun, untuk pustakawan referensi di Surabaya sudah menunjukkan interest dan mau menjadi pendengar yang baik. (*)

Penulis: Nove E. Variant Anna

Untuk mengakses informasi lengkap terkait dengan artikel ini dapat menghubungi email nove.anna@vokasi.unair.ac.id

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).