Peran Kemajuan Teknologi Laser dalam Dermatologi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Jitunews

Scar atau bekas luka atau jaringan parut pada kulit akibat terbakar atau karena trauma lain dianggap mengganggu bagi sebagian orang, baik secara kosmetik maupun fungsi. Saat ini sangat dibutuhkan modalitas terapi yang efektif untuk tata laksana dan rehabilitasi pasien dengan jaringan parut di kulitnya. Kortikosteroid yang disuntikkan intralesi masih menjadi terapi utama untuk hipertrofi dan scar restriktif. Namun dengan teknologi laser yang semakin maju memunculkan pilihan pengobatan baru yang mungkin lebih efektif untuk mengatasi jaringan parut.

Jaringan parut terbentuk setelah beberapa proses fisiologis sebagai respon adanya luka pada dermis. Ketika ada luka maka tubuh akan berusaha untuk menutup luka tersebut dengan berbagai proses, yaitu inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Luka akan menyebabkan degranulasi trombosit dan aktivasi dari komponen-komponen pembekuan darah untuk membentuk benang fibrin sebagai tahap awal penyembuhan luka. Trombosit yang terdegranulasi akan melepaskan dan mengaktifkan sitokin serta faktor pertumbuhan sebagai agen kemotaksis untuk menarik makrofag, neutrofil, fibroblas, dan lainnya. Fibroblas akan menyintesis maktrik ekstraseluler sebagai kerangka dan jembatan untuk menutup luka serta untuk pertumbuhan pembuluh darah. Dibutuhkan miofibroblas untuk membuat kontraksi luka sehingga lebih mudah untuk menutup. Kemudian ketika luka sudah tertutup maktrik ekstraseluler akan didegradasi dan kolagen tipe III menjadi kolagen tipe I.

Luka akibat suhu maupun bahan kimia biasanya tidak hanya melukai secara fisik namun juga berdampak secara fisiologi. Oleh karena itu pengobatan jaringan parut menjadi suatu hal yang menantang. Sejak dahulu dikenal salah satu strategi terapi yaitu penyuntikan kortikosteroid intralesi. Kortikosteroid dapat mengganggu pebentukan kolagen dan meningkatkan degradasi kolagen. Akan tetapi injeksi triamcinolone acetonide biasanya sangat menyakitkan dan dibutuhkan kemampuan khusus untuk menyuntikkannya supaya tidak terjadi efek samping gejala sisa seperti atropi lemak. Beberapa studi pada jaringan parut hipertropi atau pembentukan keloid menemukan beberapa strategi terapi untuk menghindari maupun memperbaiki pembentukan jaringan parut dan keloid, misalnya cryotherapy intralesi, 5-fluorouracil intralesi, interferon, dan bleomycin.

Kemajuan dalam teknologi laser dan aplikasinya ikut menyumbang strategi terapi untuk membantu meningkatkan fungsi, gejala, serta kosmetik jaringan parut yang terbentuk. Fractional photothermolysis sudah terbukti dapat mengatasi jaringan parut maupun lesi pigmentasi. Sedangkan ablative fractional laser (AFL) dapat membantu obat topikal untuk masuk ke dalam kulit dengan cara membuat kanal vertikal sehingga menginduksi penyembuhan luka dan respon remodeling kolagen. Terapi ablative fractional CO2 laser terbukti membantu re-epitelisasi secara utuh dalam wkatu 48 jam pada kulit yang normal. Fractional laser telah digunakan secara luas untuk memperbaiki permukaan kulit dengan indikasi kosmetik, terapi untuk jaringan parut atropi serta jaringan parut akibat operasi.

Salah satu bukti kemajuan teknologi laser turut membantu menciptakan strategi terapi bagi jaringan parut yaitu keberhasilan penggunaan laser CO2 fraksional yang dibantu dengan kortikosteroid untuk mengatasi jaringan parut akibat luka bakar. Seorang wanita 22 tahun yang memiliki jaringan parut kontraktur di sela jari tangan kanan dan membuat pergerakannya terbatas, keloid di pergelangan tangan kanan dan kiri, pigmentasi siku yang irreguler, serta wajah yang kasar dan kemerahan. Wanita ini mendapatkan terapi laser CO2 fraksional dan suspensi topikal triamcinolone acetonide setelah terapi pada wajah dan kedua tangannya. Terapi ini diulang sebanyak 5 kali setiap 4-6 minggu sekali untuk tangannya dan hanya sekali terapi pada wajahnya. Setelah sekali terapi laser CO2 fraksional kulih wajahnya menjadi jauh lebih baik baik dan permukaan kulit wajhnya lebih halus serta setelah lima kali terapi laser CO2 fraksional lengannya terlihat lebih baik dan ruang gerak pergelangan tangannya meningkat. Pasien ini mengalami perbaikan tekstur permukaan kulit, hipertropi menjadi lebih tipis, dan perbaikan diskromia. Oleh sebab itu secara keseluruhan terjadi 50-75% perbaikan pada wanita ini setelah terapi laser CO2 frasional selama 3 bulan. Beberapa saat setelah terapi pasien mengalami kemerahan dan edema. Namun secara umum terapi laser CO2 fraksional pada pasien aman dan tidak dilaporkan adanya efek samping.

Kemajuan teknologi yang semakin hebat termasuk dalam bidang teknologi laser menyediakan pilihan terapi baru bagi pasien yang memiliki jaringan parut yang mengganggu. Terapi laser CO2 fraksional yang dikombinasikan bersama terapi kortikosteroid dengan laser telah terbukti memberikan perbaikan yang signifikan, aman, dan efektif untuk memperbaiki hipertropi jaringan parut akibat thermal injury

Penulis: Prof. Dr. dr. Cita Rosita Sigit Prakoeswa, SpKK, FINS-DV, FAADV

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://www.pagepress.org/journals/index.php/dr/article/view/8073

Fractional Laser and Laser Assisted Corticosteroid Delivery for Hypertrophic Scars in Thermal Burns

Ni Putu Susari Widianingsih, Cita Rosita S. Prakoeswa 

Dermatology and Venereology Department, Faculty of Medicine, Universitas Airlangga – Dr Soetomo General Hospital, Surabaya, Indonesia.

https://doi.org/10.4081/dr.2019.8073

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).