Gambaran Gangguan Pendengaran pada Pekerja Ground Handling di Bandara Juanda

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Data World Health Organization (WHO) melaporkan sebanyak 466 juta orang di dunia mengalami gangguan pendengaran saat ini. Berdasar data yang dilansir oleh Riskesdas, Tahun 2013 sebanyak 2,6 persen populasi di Indonesia yang berusia 5 tahun ke atas mengalami gangguan pendengaran, 0,09 persen mengalami ketulian dan 18,8 persen mengalami gangguan pendengaran akibat penyumbatan serumen.

Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan mendengar suara, baik pada satu maupun kedua telinga, yang terjadi baik sebagian maupun total. Gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh banyak faktor termasuk faktor genetik, pertambahan usia, penyakit infeksi, trauma, konsumsi obat, dan kebisingan.

Kebisingan didefinisikan sebagai suara yang tidak disukai, mengganggu dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan kenyamanan lingkungan pada tingkat dan waktu tertentu. Kebisingan dapat ditemukan di beberapa tempat seperti jalan raya, bandara, pabrik, dan stasiun. Lingkungan kerja memiliki pengaruh yang besar karena manusia akan menghabiskan banyak waktu di tempat kerjanya sehingga paparan kebisingan di tempat kerja dapat menyebabkan gangguan pendengaran.

Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan adalah gangguan pendengaran tipe sensorineural yang disebabkan oleh paparan kebisingan dengan intensitas tinggi terutama di tempat kerja. Umumnya hal ini kurang disadari oleh pekerja karena keluhan akan muncul perlahan setelah beberapa bulan atau bertahun-tahun terpapar bising.

Biasanya gangguan pendengaran mulai dikeluhkan pada stadium irreversible, yaitu kondisi fungsi pendengaran tidak dapat kembali ke keadaan semula. Selain menyebabkan gangguan pendengaran kebisingan juga dapat menyebabkan gangguan berkomunikasi, gangguan tidur yang berimbas pada kondisi kelelahan.

Bandara menjadi salah satu tempat yang dapat menimbulkan kebisingan, terutama di bagian Ground Handling. Kebisingan ini berasal dari suara mesin pesawat. Upaya pencegahan sudah ditetapkan pemerintah melalui kementerian tenaga kerja terkait nilai ambang batas maksimal sebesar 85 dB untuk waktu paparan 8 jam dalam sehari dan 40 jam  seminggu.

Hal ini sesuai dengan aturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 13/MEN/X/2011 tentang nilai ambang faktor fisik dan faktor kimia di tempat kerja. Jika pekerja terpapar kebisingan secara terus menerus akan mengalami gangguan pendengaran. Ironisnya, tidak semua pekerja menggunakan pelindung telinga saat bekerja.

Penelitian yang dilakukan Dr. Nyilo Purnami, dr., Sp. THT-KL (K), FICS di Bandara Juanda Surabaya mulai April 2018 sampai November 2018 dengan melibatkan total 89 responden  didapatkan sebesar 16,85 persen pekerja rentang usia 40-49 memiliki pendengaran yang masih normal. Sebesar 13,48 persen pekerja usia 50-60 tahun memiliki gangguan pendengaran tipe bilateral. Penelitian yang dilakukan Pristi Rahayu pada tahun 2016 memperoleh hasil bahwa faktor usia memang tidak berpengaruh secara langsung terhadap keluhan gangguan pendengaran. Usia lebih dari 40 tahun akan mudah mengalami gangguan pendengaran yang diakibatkan kebisingan hal ini dikaitkan dengan faktor fisiologis peningkatan ambang batas sebesar 0,5 dB setiap tahun yang terjadi pada sebagian besar manusia sejak usia 40 tahun.

Berdasar tipe gangguan pendengarannya, pekerja yang baru bekerja selama 2-6 tahun pendengarannya normal sebanyak 15 pekerja. Gangguan pendengaran tipe unilateral ditemui pada pekerja yang telah bekerja selama 7-11 tahun sebanyak 5 pekerja (5,62%) dan gangguan pendengaran tipe bilateral ditemukan pada pekerja dengan lama kerja 17-21 tahun sebanyak 10 pekerja (11,24%).

Hal ini seperti yang disampaikan oleh Bashirudin, yaitu bahwa semakin lama seseorang terpapar kebisingan, orang tersebut semakin rentan terhadap gangguan pendengaran. Dari total 89 pekerja yang terlibat dalam penelitian ini yang mengalami gangguan pendengaran banyak terjadi pada laki-laki jika dibanding dengan perempuan, hal ini oleh penelitian yang dilakukan National Health and Nutrition dikaitkan dengan laki-laki yang banyak melakukan aktivitas dengan tingkat kebisingan yang tinggi. Selain itu didukung oleh penelitian yang dilakukan WHO bahwa rasio laki-laki dan perempuan yang mengalami gangguan pendengaran adalah sebesar 56%:44%.

Dari total 89 pekerja yang terlibat dalam penelitian ini, sebanyak 46 pekerja (51,69%) tidak menggunakan pelindung telinga dan 43 pekerja (48,31%) menggunakan alat pelindung telinga. Pekerja yang menggunakan pelindung telinga sebanyak 23 pekerja dengan pendengaran normal, 5 pekerja dengan gangguan pendengaran tipe unilateral dan 15 pekerja dengan gangguan pendengaran tipe bilateral.

Kebisingan yang masuk ke dalam telinga dapat merusak telinga bagian dalam dan menyebabkan kerusakan pada organ corti, pecahnya membrane, perubahan stereosilia dan organel sel. Untuk mencegah terjadinya kerusakan itu perlu menggunakan pelindung telinga pada lingkungan kerja yang terdapat kebisingan. (*)

Penulis: Putri Rahayu

Untuk mengakses informasi lengkap terkait dengan artikel ini dapat lihat di link 2nd Asia Pacific Conference on Medical and Health Science (APCMHS 2019) – https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/bcpt.13266 DOI: 10.1111/bcpt.13266

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).