Eksplorasi Gen Penyandi Nucleoprotein Virus Rabies Isolat Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Penyakit Rabies merupakan salah satu penyakit yang menjadi sorotan di Indonesia. Berdasar data dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, selama periode 2011-2017 tercatat lebih 500,000 kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) terjadi di Indonesia. Dari jumlah tersebut 836 kasus dinyatakan positif terhadap Rabies (depkes.go.id, diakses 1 Agustus 2019).

Penyakit Rabies yang merupakan penyakit zoonosis belum bisa ditanggulangi sampai saat ini. Hal ini diduga karena Virus Rabies yang bersirkulasi di Indonesia berbeda dengan seed vaksin Rabies yang selama ini dipakai (Susetya dkk., 2011). Kondisi ini menimbulkan tidak terbentuknya antibodi yang mampu menetralisir virus yang menginfeksi dengan sempurna.

Virus Rabies memiliki lima protein struktural, yaitu Nukleoprotein (N), protein Matrix (M), Phospoprotein (P), protein Polimerase (L), dan protein amplop Glikoprotein (G) (Fenner, 2011). Nukleoprotein merupakan salah satu protein struktural Virus Rabies yang berperan dalam replikasi virus dan induksi antibody.

Nukleoprotein diketahui memiliki empat antigenic site. Antigenic site I dan IV disusun oleh linear epitope, sedangkan antigenic site II dan III disusun oleh conformation-dependent epitopes (Hideo dkk., 2000; Suwarno, 2005). Antigenic site ini berperan dalam induksi antibody. Analisis molekuler pada Nukleoprotein Virus Rabies isolate Indonesia perlu dilakukan sebagai salah satu cara menentukan strategi yang tepat penanggulangan Penyakit Rabies di Indonesia.

Sampel berupa otak dikoleksi dari anjing yang sudah terkonfirmasi terinfeksi Virus Rabies dari Sumatera (Balai Penelitian dan Penyidikan Veteriner Regional II Bukittinggi-Sumatera), Kalimantan (Balai Penelitian dan Penyidikan Veteriner Regional V Banjarbaru-Kalimantan), Sulawesi (Balai Besar Veteriner Maros-Sulawesi), dan Bali (Balai Besar Veteriner Denpasar). Sebanyak 12 sampel di isolasi dari keempat pulau tersebut. Masing-masing sampel dibuat suspensi dengan konsentrasi 10 persen.

Suspensi yang telah dibuat diproses untuk ekstraksi RNA. RNA yang sudah diekstraksi diamplifikasi melalui Reverse-Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) (Hideo dkk., 2000). Primer yang digunakan mengamplifikasi antigenic site dari gen pengkode Nukleoprotein dengan berat 1047 bp (nukleotida 71-1118) (Yang dkk., 2011).

Hasil dari amplifikasi kemudian di proses pada 1 persn gel agarose elektroforesis untuk memastikan primer yang digunakan mengamplifikasi region yang ditargetkan. Hasil elektroforesis diamati dibawah sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 302 nm (Suwarno, 2005; Sambrook dan Russel, 2001). Produk RT-PCR dipurifikasi kemudian dilakukan sequencing.

Hasil sequencing diproses untuk analisis homologi, filogenetik dan mutasi (pada daerah antigenic site). Analisis homologi dan filogenetik dilakukan menggunakan Basic Local Alignment Search Tool of NCBI (http://www.ncbi. nlm.nih.gov) dan MEGA 5.05 (metode N-J branched chain method) untuk mengetahui karakteristik virus rabies yang di isolasi. Analisis homologi dan filogenetik dilakukan dengan membandingkan sampel dengan Virus Rabies yang berada di negara Asia lainnya seperti Indonesia, Cina, Thailand, India, Korea dan virus seed vaksin (Pasteur). Analisis pada bagian antigenic site dari sampel dilakukan guna mengetahui kemungkinan adanya mutasi.

Hasil deteksi molekuler menunjukkan bahwa semua sampel yang diisolasi adalah Virus Rabies. Hasil analisis homologi antara sampel dengan Virus Rabies di Indonesia adalah 98-99%. Hal ini menunjukkan bahwa virus yang di isolasi tidak mengalami banyak perubahan dibandingkan Virus Rabies yang sudah diisolasi sebelumnya.

Homology score antara sampel dengan Virus Rabies dari Cina adalah 92-93 persen, sementara hasil homology score antara sampel dengan Virus rabies dari Thailand, India, Korea dan Virus Pasteur masing-masing adalah 88-89 persen, 86-88 persen, 85-87 persen, dan 84-85 persen. Analisis filogenetik menunjukkan bahwa Virus Rabies yang diisolasi di Indonesia dengan Virus Rabies yang diisolasi di Cina berbagi leluhur yag sama.

Hal ini menyebabkan homology score antara isolat Virus Rabies di Indonesia dan Virus Rabies di Cina tinggi. Sementara itu antara isolate Virus Rabies Indonesia dan Virus Pasteur tidak berbagi leluhur yang sama sehingga homology score nya cukup rendah. Perbedaan pada homology score ini diduga karena rapid mutation dan lack of proofreading pada replikasi virus RNA.

Selain itu kondisi lingkungan juga memicu terjadinya mutasi (Knipe dan Howley, 2013). Belum diketahui penyebab kenapa Virus Rabies Indonesia berbagi leluhur yang sama dengan Virus Rabies dari Cina. Hal ini diduga karena migrasi manusia dari Cina ke Indonesia. Kondisi ini juga terjadi pada penyebaran Virus Rabies di Indonesia.

Perpindahan manusia dan Hewan Pembawa Rabies (HPR) antar pulau diduga menjadi sarana penyebaran Penyakit Rabies di Indonesia. Analisis antigenic site dari Nukleoprotein menunjukkan hanya terjadi satu mutasi pada antigenic site ke IV antara salah satu isolate dari Bali dengan Virus Pasture.

Hal ini menunjukkan bahwa antigenic site dari Nukleoprotein adalah conserved. Studi yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa Nukleoprotein dari Virus Rabies cukup stabil, tapi kemungkinan terjadinya mutasi dan evolusi tetap ada (Nagaraja dkk., 2018). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mencegah penyebaran Penyakit Rabies adalah penggunaan isolat lokal sebagai seed vaksin. Hal ini dikarenakan antibodi yang dihasilkan akan mampu menetralisir Virus Rabies yang menginfeksi dengan sempurna. (*)

Penulis: Dr. Jola Rahmahani M.Kes., drh.

 

Untuk mengakses informasi lengkap terkait dengan artikel ini dapat lihat di link https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6584851/

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).