Analisis Molekuler Guna Memahami Lepra Lebih Dalam

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Radar Surabaya

Lepra atau kusta masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Penyebab masih tingginya angka kejadian lepra belum diketahui dengan pasti. Oleh karena itu perlu diketahui sumber, rute dan cara penularan, serta transmisi dari penyakit ini. Penelitian molecular typing menjadi penting untuk menentukan dan memahami epidemologi dari suatu penyakit. Beberapa tahun terakhir dalam penelitian epidemologi lepra mulai diteliti mengenai genotip dari Mycobacterium leprae. Dengan adanya penelitian mengenai hal itu maka transmisi lepra dapat dikontrol lebih efektif.

Analisis Multiple Locus Variable Number of tandem Repeat (VNTR) mulai diusulkan untuk melacak transmisi lepra berdasarkan perbedaan penanda genetik Mycobacterium lepra. Dari analisis Multiple Locus VNTR ini ditemukan beberapa polimorfisme dengan potensi penanda genetik masing-masing untuk membedakan Mycobacterium lepra. Namun penyebaran polimorfisme ini sangat bervariasi dan bergantung pada populasi di setiap tempat. Penelitian genotyping membutuhkan slit-skin smear (SSS) atau hapusan lesi lepra dari kulit. Cara ini lebih aman dibandingkan menggunakan biopsi kulit.

Penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya dan RSUD Dr. Hasan Sadikin Bandung membandingkan jumlah pengulangan kode genetik dari penanda genetik TTC, AC8a, Ac9, dan 6-7 pada pasien lepra. Sebanyak 23 pasien dari RSUD Dr. Soetomo dan 21 pasien dari RSUD Dr. Hasan Sadikin menjadi subjek penelitian ini. Keseluruhan subjek merupan pasien lepra tipe multibasiler (MB). Kemudian pada subjek dilakukan ekstrak DNA dari SSS. Kemudian dilakukan PCR (polymerase chain reacton) dan analisis genetik untuk empat penanda genetik yaitu TTC, AC8a, AC9, dan 6-7.

Sudah diketahui bahwa Mycobacterium lepra merupakan bakteri yang tidak dapat dikultur sehingga terkadang sulit untuk mendapatkan kode genetik secara cukup dari hapusan kulit. Oleh sebab itu diperlukan teknik perbanyakan/ amplifikasi untuk mendapatkannya yaitu melalui PCR.

Hasilnya terdapat perbedaan genotip Mycobacterium lepra dari subjek di Surabaya dan Bandung. Dari 23 subjek di Surabaya, hanya 7 sampel yang mempunyai kesamaan pengulangan suatu kode genetik serta 2 sampel mempunyai kesamaan pengulangan kode genetik yang lain dan hanya 2 sampel dari Bandung yang mempuyai kesaaman pengulangan suatu kode genetik serta 2 sampel mempunyai kesamaan kode genetik yang lain. Kemudian hanya terdapat 2 sampel dari Surabaya dan Bandung yang memiliki kesamaan pengulangan kode genetik.

Terdapat variasi dalam panjang pengulangan 4 penanda genetik yang diteliti. Penanda genetik TTC terjadi pengulangan 12-27 kali pada sampel di Surabaya dan 11-50 kali pada sampel di Bandung; penanda genetik AC8a (7-11 kali dari sampel Surabaya dan 7-10 kali dari sampel Bandung); penanda genetik AC9 (8-11 kali dari sampel Surabaya dan 10-11 kali dari sampel Bandung); penanda genetik 6-7 (6-8 kali dari sampel Surabaya dan Bandung). Hasil ini sangat berbeda dengan hasil penelitian lain dari Brazil, India, dan China. Strain dari Maharashtra dan India Selatan mempunyai alel predominan selain AC8a dan 6-7. Sedangkan pada penelitian ini alel 8 dan 6 menjadi alel yang predominan. Beberapa studi lain menemukan strain dari China, Brazil, Thailand, dan Filipina, lokus VNTR yang digunakan (12-5,23-3, 27-5, 6-7, (GTA)9) mempunyai kesaamaan alel dominan kecuali pada lokus (AC)8b, (GGT)5, dan 21-3 yang mempunyai alel yang berbeda pada sampel dari Filipina. Beberapa hasil dari banyak penelitian tersebut ditemukan bahwa molecular typing menjadi hal yang potensial sebagai alat yang efektif untuk mempelajari strain Mycobacterium leprae. Dalam hal penggunaan lokus VNTR mungkin sama dalam satu negara namun berbeda pada setiap negara.

Dapat disimpulkan dari penelitian yang menguji keberagaman genetik Mycobacterium leprae dari isolat hapusan kulit pada pasien lepra di Surabaya dan Bandung mendapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan distribusi genetik Mycobacterium leprae pada kedua kota tersebut. Analisis multiple locus VNTR menunjukkan terdapat dua Mycobacterium lepra yang identik dari Surabaya dan Bandung. Hasil ini mendukung untuk menggunakan lokus VNTR dalam penelitian tentang transmisi Mycobacterium leprae. Selain itu diperlukan penelitian yang lebih lanjut mengenai keberagaman genetik Mycobacterium leprae guna membantu menentukan intervensi yang akan dilakukan untuk menurunkan angka kejadian kasus baru lepra di Indonesia.

Penulis: Prof. Dr. dr. Cita Rosita Sigit Prakoeswa, Sp.KK, FINS-DV, FAADV

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://www.pagepress.org/journals/index.php/dr/article/view/8017/7798

Judul jurnal: Distribution of Mycobacterium leprae Genotypes from Surabaya and Bandung Clinical Isolates by Multiple Locus Variable Number of Tandem Repeat Analysis

Cita Rosita Sigit Prakoeswa, Bayu Bijaksana Rumondor, Lina Damayanti, Muljaningsih Sasmojo, Dinar Adriaty, Medhi Denisa Alinda, Ratna Wahyuni, M. Yulianto Listiawan, Indropo Agusni,Shinzo Izumi

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).