Studi Mutasi Gen pada Penderita Tuli Bawaan di Surabaya

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi mutasi gen. (Sumber: NatGeo)

Gangguan pendengaran adalah gangguan sensoris yang sering dijumpai, berkisar satu dari seribu kelahiran. Gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh faktor genetik, faktor lingkungan, dan interaksi kedua faktor tersebut. Faktor genetik berperan sekitar 50 – 75 persen sebagai penyebab terjadinya gangguan pendengaran.

Gangguan pendengaran yang berkaitan dengan faktor genetik (gangguan pendengaran bawaan) dapat ditemukan dalam dua bentuk, yaitu: gangguan sindromik dan gangguan non sindromik. Sekitar 70 persen dari gangguan pendengaran kongenital (hereditary hearing loss) dalam bentuk gangguan non sindromik.

Salah satu gen yang memiliki hubungan bermakna dengan tuli bawaan adalah gen Gap Junction Protein Beta 2 (GJB2). Gen GJB2 merupakan gen penting yang berada di kromosom 13q.12 dan mengkode protein connexin 26. Connexin 26 merupakan gap junction yang berada di sel epitel dan jaringan ikat serta bertanggung jawab untuk mempertahankan potensial listrik di cochlea yang berperan mempertahankan keseimbangan ion K+ yang digunakan untuk menghantarkan rangsangan bunyi ke sel rambut selama proses transduksi pendengaran.

Mutasi gen GJB2 merupakan penyebab utama terjadinya tuli kongenital, karena akibat terjadinya modifikasi kodon yang mengkode protein connexin 26, maka stabilitas mRNA akan dipengaruhi. Di seluruh dunia, sekitar 50 persen dari mutasi gen GJB2 menyebabkan tuli bawaan resesif nonsindromik.

Gangguan pendengaran sangat berpengaruh pada perkembangan keterampilan berbahasa sehingga dapat mengganggu perkembangan dalam kehidupan sosial dan pendidikan anak. Sehingga, pemahamam mengenai mekanisme molekuler yang berkaitan dengan timbulnya gangguan pendengaran bawaan berperan penting pada deteksi dini dan aspek pengobatan.

Analisis genetik pada gangguan pendengaran bawaan merupakan sarana penting untuk melacak penyakit herediter pada penderita sedini mungkin sehingga dapat segera diatasi. Di samping itu, juga melacak adanya gangguan pendengaran pada anggota keluarga penderita serta dapat digunakan sebagai skrining pranikah.

Keterlambatan diagnosis adanya gangguan pendengaran mengakibatkan dampak besar pada perkembangan daya pikir dan kemampuan anak dalam berkomunikasi. Hal itu akan sangat berpengaruh pada perkembangan psikososial anak di kemudian hari. Misalnya, menarik diri dari lingkungan sosial.

Di Indonesia masih belum banyak diteliti keterkaitan antara mutasi genetik dan terjadinya tuli bawaan, meskipun jumlah pasien tuli bawaan di Indonesia cukup tinggi. Pada tahun 1994-1996 didapatkan hasil survei gangguan pendengaran bawaan di Indonesia sebanyak 0.1 persen dan pada tahun 2005 mengalami peningkatan menjadi sekitar 0.22 persen. Pada penelitian ini dilakukan deteksi mutasi gen GJB2 pada pasien tuli bawaan di SLB tipe B Surabaya.

Subjek penelitian ini adalah penderita gangguan pendengaran bawaan dengan derajat ketulian sangat berat dari SLB tipe B di Surabaya. Setelah dilakukan skrining, maka subjek penelitian yang dapat berpartisipasi untuk mengikuti penelitian ini adalah sebanyak 22 orang. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional analitik. Pada penelitian ini dilakukan pengambilan sampel darah vena sebanyak 5 ml, dan selanjutnya dilakukan isolasi Peripheral Blood Mononuclear Cell (PMBC). Kemudian, dilakukan ekstraksi, amplifikasi DNA gen GJB2 dengan teknik PCR, dan dilanjutkan dengan sekuensing. Pemeriksaan laboratorium pada subyek penelitian dilakukan di Institute of Tropical Disease Universitas Airlangga Surabaya.

Pada penelitian ini juga dikumpulkan data wawancara-kuesioner mengenai jenis kelamin, usia, dan adanya riwayat gangguan pendengaran pada keluarga subyek penelitian.

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa penderita gangguan pendengaran bawaan di SLB tipe B Surabaya yang memiliki riwayat gangguan pendengaran dalam keluarga lebih sedikit jumlahnya yakni sekitar 22,73 persen, bila dibandingkan yang tidak memiliki riwayat gangguan pendengaran dalam keluarga.

Pada penderita tuli bawaan di Surabaya ternyata tidak ditemukan adanya mutasi gen GJB2 (rs-80338939). Kondisi ini terjadi karena mutasi dapat dipengaruhi oleh faktor area demografi dan faktor etnik. Pada penelitian ini, ditemukan adanya perubahan atau variasi nukleotida G menjadi A di urutan 8473 pada gen GJB2 yang merubah asam amino yang disandi (valin menjadi leusin) yang diduga berkaitan dengan terjadinya tuli bawaan.

Kesimpulan dari penelitian ini, adalah tidak didapatkan hubungan antara mutasi gen GJB2 (rs-80338939) dengan kejadian gangguan pendengaran bawaan di SLB tipe B Surabaya, dengan  prevalensi mutasi gen GJB2 sesuai rs-80338939 adalah 0 persen. (*)

Penulis: Gwenny Ichsan Prabowo

Informasi lebih lengkap dapat dilihat melalui link jurnal http://www.indianjotol.org dengan judul Detection of Single-Nucleotide Polymorphism Gap Junction Protein Beta-2 Genes in Deaf Schoolchildren of Javanese Population in Surabaya, Indonesia 

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).