“SDM Unggul Indonesia Maju” Konteks Mana yang Harus Diunggulkan?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
"SDM Unggul Indonesia Maju" Potret Tim Paskibraka UNAIR saat proses Upacara Kemerdekaan di Kampus C. (Foto: Ali Fauzan)

Tepat 17 Agustus 2019, Negara Indonesia genap berumur 74 tahun. Mengutip wartaekonomi.co.id disampaikan oleh Sekretariat Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Rosita Niken Widiastuti dalam acara diskusi Forum Merdeka Barat (FMB) 9, bahwa tema Kemerdekaan 74 tahun Indonesia yaitu “SDM Unggul Indonesia Maju”, yang juga merupakan salah satu visi dari Presiden Joko Widodo.

Secara garis besar, pengertian Sumber Daya Manusia (SDM) adalah individu yang bekerja sebagai penggerak suatu organisasi, baik institusi maupun perusahaan dan berfungsi sebagai aset yang harus dilatih dan dikembangkan kemampuannya (Greer & Charles, 1995). Sejauh ini, mindset tentang SDM selalu tertuju dalam hal kebutuhan industri, pekerjaan, dan bawahan. Apakah SDM sesempit itu?

Dalam pidato arahan yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo di Sentul International Convention Center (SICC) – Bogor, pada Minggu (14/7), bahwa fokus pengembangan Indonesia selanjutnya yaitu pengembangan SDM sebagai kunci Indonesia maju di masa depan, setelah fokus dalam hal infrastruktur. Terfokus dalam hal pendidikan, Presiden Joko Widodo juga menyinggung soal kualitas pendidikan yang akan ia tingkatkan. Menurutnya, dalam periode keduanya nanti, ia memastikan akan membangun lembaga menejemen talenta, vokasional training, dan vokasional school.

Berdasarkan isi pidato dari Presiden Joko Widodo, lagi-lagi konteks SDM mengarah kepada kebutuhan indutri. Karena pendidikan vokasi sendiri merupakan pendidikan tinggi yang menunjang penguasaan keahlian terapan tertentu, dimana mau tidak mau akan bermuara di sektor industri.

Sebenarnya tidak ada masalah dengan sektor Industri, karena hal itu mutlak, mau tidak mau kita harus menghadapinya, industrialisasi sudah masuk ke Indonesia. Pertanyaannya, apakah SDM hanya tentang industri ?, apakah SDM Indonesia sudah siap menghadapi industrialisasi ?.

Jika mindset dan kurikulum pendidikan di Indonesia masih tentang kebutuhan industrialisasi, maka yang akan didapat generasi muda hanya seputar etos kerja, disiplin,  dan keahlian kerja, dimana dalam praktiknya di lapangan akan dibalut dengan hal-hal buruk lainnya, seperti keserakahan. Karena mindset yang ditanamkan kurang tepat.

Istilah Sumber Daya Manusia yang sesungguhnya dan yang lebih penting yaitu lebih membahas dalam hal kepribadian manusia, seperti kasih sayang sosial, empati, toleransi, akhlak, dan tasamuhnya. Jika mindset tersebut berhasil ditanamkan sejak dini (TK, SD, SMP), maka di jenjang selanjutnya, generasi muda Indonesia sudah siap diberi materi dan keahlian yang berbau industrialisasi.

Pasca Kemerdekaan, kondisi pendidikan di Indonesia berangsur tertata secara sistematis, mulai dari Zaman Revolusi Fisik Kemerdekaan, peletakan dasar pendidikan Nasional, demokrasi pendidikan, lahirnya LPTK pada tingkat unniversiter, lahirnya perguruan tinggi, hingga sejak tahun 1990 pendidikan di Indonesia diruntutkan mulai dari taman kanak-kanak, pendidikan dasar, pendidikan menengah, hingga pendidikan tinggi yang masih bertahan sampai saat ini.

Bahkan memasuki era globalisasi pendidikan di Indonesia tidak berubah secara signifikan, sebagai contoh, jika memang pemerintah terfokus pada pengembangan SDM dengan output Industrialisasi, apakah seluruh Sekolah Dasar di Indonesia telah dimasuki oleh teknologi ?, jawabannya belum, padahal teknologi merupakan hal dasar yang harus dikenal oleh manusia jika ingin mengenal lebih jauh tentang industrialisasi. Hal tersebut membuktikan, bahwa pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia belum berhasil.

Kembali lagi ke pembahasan SDM yang sesungguhnya, jika kurikulum pendidikan terfokus untuk mengajarkan tentang kepribadian yang baik sejak dini dan pengetahuan dasar sebagai ilmu tambahan. Maka, kemungkinan besar generasi muda Indonesia akan mudah diajak maju dan bekerjasama nantinya dalam hal industrialisasi.

Sebagai contoh, saat ini para guru cenderung memberikan banyak sekali tugas dan beban pikiran kepada muridnya tentang pelajaran yang berbau pengetahuan dari sekolah untuk dibawa pulang ke rumah. Namun, para guru tidak mengajarkan kepada muridnya bagaimana manajemen waktu yang baik. Alhasil, banyak murid yang tidak mengerjakan tugas sekolah tersebut, karena di rumah, mereka lebih memilih bermain dengan teman sebayanya daripada mengerjakan tugas, karena memang sifat alami seorang anak pasti lebih suka bermain. Kemudian sore atau malam harinya mereka harus menempuh pendidikan informal, seperti mengaji. Akhirnya, PR yang seharusnya dikerjakan dirumah, malah dikerjakan di kelas menjelang jam pelajaran dimulai, itupun mencontek milik temannya.

Sifat-sifat buruk yang sepele tersebut, justru akan menjadi masalah besar di masa depan, jika dilakukan sejak sekolah dasar, kemudian tetap dilakukan di tingkat menengah, tingkat atas, perguruan tinggi, hingga dunia kerja.

Selain itu, sifat-sifat curang seperti itu yang membuat hasil riset di Indonesia kurang diakui internasional. Karena banyak peneliti Indonesia yang kurang percaya diri jika hasil risetnya gagal atau tidak sesuai ekspektasi. Alhasil, banyak peneliti yang memanipulasi data dengan menambahkan nilai suatu data agar hasil penelitiannya terlihat berhasil. Hal tersebut membuat jurnal-jurnal hasil penelitian dari Indonesia tidak direkomendasikan sebagai bahan acuan. Jika jurnal-jurnal Indonesia memiliki kualitas yang baik, mengapa para dosen di universitas memerintah mahasiswanya untuk mengambil sebagian besar referensi dari jurnal internasional ?.

Selamat merenungkan esensi dari tema besar 74 Tahun Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia. Semoga SDM yang diunggulkan benar-benar bisa membawa perbaikan untuk menyongsong Indonesia emas 2045. Merdeka !!!

Berita Terkait

Bastian Ragas

Bastian Ragas

Kepala Departemen Informasi dan Relasi Publik KM PSDKU UNAIR Banyuwangi 2019 Mahasiswa Akuakultur PSDKU Universitas Airlangga Banyuwangi