Waspadai Penyebab Keputihan di Kalangan Pekerja Seks Komersial

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrrasi oleh klikdokter

Pekerja seks komersial (PSK) memiliki risiko tinggi mengalami infeksi menular seksual (IMS) kepada klien. Infeksi menular seksual masih menjadi masalah kesehatan di negara berkembang karena mempunyai peran besar terhadap transmisi HIV. Peningkatan kasus IMS sering bersamaan dengan peningkatan kasus HIV terutama di populasi risiko tinggi, salah satunya adalah PSK perempuan. Manifestasi klinis dari IMS yang terjadi di kalangan populasi tersebut umumnya servisitis, yaitu keradangan serviks yang sering disebabkan oleh infeksi Neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia trachomatis. Keluhan utama servisitis umumnya adalah keputihan atau pendarahan di luar siklus menstruasi, tetapi servisitis dapat juga tidak menimbulkan gejala.

Diagnosis IMS selain dari klinis juga memerlukan pemeriksaan laboratorium. Namun di Indonesia infrastruktur laboratorium belum optimal, sehingga pendataan mengenai IMAS lebih kepada pendekatan sindrom klinis. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan prevalensi IMS berupa servisitis nongonore dan servisitis gonore, bakterial vaginosis, trikomoniasis vaginalis, dan IMS yang lain pada PSK perempuan.

Penelitian ini menggunakan data rekam medis dari 100 pasien PSK perempuan yang mengunjungi Puskesmas Putat Jaya Surabaya pada tahun 2013-2014. Desain penelitian ini adalah penelitian retrospektif. Data diperoleh dari pemeriksaan klinis, diagnosis, dan terapi yang diberikan. Diagnosis keputihan ditegakkan oleh anamnesis, pemeriksaan fisik, hapusan vagina dan serviks.

Hasil Penelitian

Dari 100 pasien PSK perempuan, didapatkan 85 pasien menderita keputihan, 1 pasien menderita vegetasi genital, dan 14 pasien tidak ada data. Etiologi terbanyak keputihan adalah servisitis nongonore yang diderita 51 pasien (51%), sedangkan servisitis gonoremenempati urutan kedua yang diderita oleh 14 pasien (14%), ada 10 pasien (10%) yang menderita servisistis nongonore dan vaginosis bakterial, selanjutnya 9 pasien menderita vaginosis bakterial (9%), 1 pasien menderita trichomoniasis vaginalis (1%). Pasien yang menderita genital vegetasi yaitu kondilomata akuminata sebesar 1 pasien (1%). Servisitis banyak terjadi pada kelompok usia muda, dikarenakan aktivitas yang lebih tinggi, partner seksual yang lebih banyak, pengetahuan yang kurang untuk mencegah transmisi IMS termasuk negosiasi untuk menggunakan kondom.

Terapi yang diberikan pada servisitis nongonoredan gonore diberikan sefiksim dan azitromycin, pada servisitis nongonore yang disertai vaginosis bakterial diberikan sefiksim dan azitromisin disertai dengan metronidazol. Sedangkan untuk vaginosis bakterial atau trikomoniasis terapi menggunakan metronidazol. Untuk vegetasi genital (kondiloma akuminata) dapat menggunakan obat tinktura podofilin yang ada di Puskesmas. Penelitian ini juga menunjukkan data durasi lamanya subjek menjadi PSK, sebagian besar 1-5 tahun (52%), lebih dari 5 tahun (31%) dan kurang dari 1 tahun (17%).  Servisitis lebih sering terjadi pada PSK yang sudah bekerja lebih dari 12 bulan karena berkurangnya kerentanan imunitas terhadap bakteri penyebab servisitis seperti Chlamydia trachomatis.

Keluhan klinis dan manifestasi dari keputihan atau fluor albus terjadi pada sebagian besar kasus IMS dalam penelitian ini. Servisitis nongonore dan infeksi genital nonspesifik adalah penyebab paling umum dari fluor albus. Gejala atau keluhan keputihan pada perempuan berisiko tinggi menjadi penanda terjadinya servisitis yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis. Pendekatan melalui sindrom bisa menjadi strategi untuk mengurangi risiko penularan. Program itu ditujukan untuk mengurangi prevalensi dan penularan IMS dan HIV yang dilaksanakan di Puskesmas Putat Jaya dengan menyediakan terapi ganda sefiksim 400 mg dosis tunggal oral dikombinasikan dengan azitromisin 1 g dosis tunggal oral untuk kasus servisitis gonore dan servisitis nongonore/infeksi genital nonspesifik untuk PSK perempuan.

Penulis: Dr. Afif Nurul Hidayati dr.,Sp.KK, FINS-DV, FAADV

Informasi lebih lengkap dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://www.pagepress.org/journals/index.php/dr/article/view/8050

Hidayati, A., Astindari, A., Sari, M., Murtiastutik, D., Martodihardjo, S., & Barakbah, J. (2019). Nongonococcal cervicitis: The most common cause of fluor albus in female sex workers. Dermatology Reports11(1s). https://doi.org/10.4081/dr.2019.8050

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).