Musim Kemarau Kembali Melanda, Cemaslah Dengan Kondisi Udara Kita

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasu oleh Liputan6com

Baru-baru ini kita kembali disuguhkan dengan pemberitaan mengenai polusi Jakarta. Memang bukan sesuatu hal yang aneh lagi. Sebagai pusat pemerintahan sekaligus pusat perekonomian Indonesia,kondisi Jakarta selalu ditempa, seiring bertambahnya jumlah penduduk, pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor setiap tahunnya jugaselalu mengalami tren peningkatan.

Data AirVisual menunjukkan udara Jakarta  menempati posisi tiga besar dengan kondisi udara tidak sehat di dunia. Air Quality Index (AQI) Jakarta berada pada angka 155. Artinya, kualitas udara di Jakarta tidak sehat. Peringkat polusi ini tidak tetap, tetapi dapat berubah sewaktu-waktu.AQI merupakan indeks yang menggambarkan tingkat keparahan kualitas udara di suatu daerah. AQI dihitung berdasarkan enam jenis polutan utama, yaitu PM 2,5, PM 10, karbon monoksida, asam belerang,  nitrogen dioksida, dan ozon permukaan tanah.

Rentang nilai dari AQI adalah 0-500. Makin tinggi nilainya berarti semakin tinggi pula tingkat polusi di wilayah tersebut. Skor 0-5 berarti kualitas udara bagus, 51-100 berarti moderat, 101-150 berarti tidak sehat bagi orang yang sensitif, 151-200 tidak sehat, 201-300 sangat tidak sehat dan 301-500 ke art berarti berbahaya.

Akan tetapi, data yang dikeluarkan oleh AirVisual tersebut dibantah oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), karena menurut data dari KLHK, kualitas udara di Jakarta masih dalam rentang sedang. Memang musim kemarau merupakan puncak dari tingginya polutan udara di Jakarta setiap tahun.

Terlepas dari perbedaan itu, diperlukan upaya preventif untuk mengatasi semakin memburuknya kondisi udara. Untuk itu, beberapa hari yang lalu, Gubernur DKI Jakarta (Anis Rasyid Baswedan) mengeluarkan Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 66 Tahun 2019 tentang pengendalian kualitas udara. Setidaknya ada tujuh poin dalan Instruksi Gubernur DKI Jakarta tersebut. Dalam rangka percepatan pelaksanaan pengendalian kualitas udara di Provinsi DKI Jakarta diperlukan pendekatan multisektor yang memperketat pengendalian sumber pencemaran udara, mendorong peralihan gaya hidup masyarakat dan mengoptimalisasi fungsi penghijauan sehingga memerlukan sinergitas antara perangkat daerah terterkait.

Negara kita Indonesia, termasuk negara dengan tingkat polusi udara yang tinggi, banyak kota-kota besar di Indonesia yang memiliki tingkat polusi udara yang tidak sehat. Secara garis besar, polusi adalah zat yang berbahaya dan merusak bagi lingkungan. Bagaimana polusi mempengaruhi badan kita? Terdapat dua cara polusi memasuki udara, yang pertama point source, dimana polutan berasal dari satu sumber, seperti emisi pabrik. Yang kedua adalah non point source, dimana polutan berasal dari banyak sumber seperti mobil. 

Selain itu, terdapat dua macam polutan, dimana polutan primer yang dapat menyebabkan kerusakan secara langsung atau bereaksi di udara untuk membentuk zat yang merusak dan polutan sekunder dimana polutan terbentuk sebagai hasil reaksi antara polutan primer dan komponen yang ada di udara.

Tiga organ utama yang dipengaruhi oleh polusi udara adalah tiga organ yang sangat penting yaitu paru-paru, jantung dan otak. Polutan di udara adalah molekul-molekul kecil yang dapat dengan mudah masuk ke dalam tubuh disaat kita bernafas. Mereka dapat  menyebabkan inflamasi di paru-paru yang dapat mengakibatkannya kehilangan kapasitas dan menurunkan fungsi seiring berjalannya waktu. Tumpukan polutan ini bisa mengakibatkan penyakit pada saluran pernafasan seperti Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) dan juga pada paru-paru kita seperti asma, emfisema, bronkitis bahkan kanker.

Telebih lagi, molekul buruk ini bisa masuk ke aliran darah seperti membuat jantung kita stres dan bekerja lebih keras untuk berusaha menyediakan tubuh dengan jumlah normal oksigen. Molekul-molekul ini bisa menyebabkan inflamasi dan kontriksi pada pembuluh darah yang bisa juga menyebabkan stroke jika pembuluh darah yang terlibat berhubungan dengan otak. Selain itu molekul-molekul ini bisa memecahkan plak yang sudah terbentuk sebelumnya di pembuluh darah akibat pola makan yang tidak sehat dan mengakibatkan blokir pada pembuluh yang terlibat. Hal ini dapat mengancam kondisi yang mengancam nyawa seperti serangan jantung maupun stroke.

Biasanya mereka yang rentan terhadap masalah kesehatan akibat polusi udara adalah mereka yang mempunyai masalah pada jantung dan paru-paru, ibu-ibu hamil, mereka yang bekerja di luar ruangan, orang tua, anak dibawah umur empat belas tahun, atlit yang berlatih di luar ruangan.

Lalu bagaimana cara kita menghindarinya? Perlukah Indonesia khususnya di kota-kota besar membangun alat yang dapat mengurangi polusi udara, sebagaimana yang telah diterapkan oleh beberapa negara maju? Atau menghadirkan hujan buatan adalah solusi yang mutakhir? Semuanya kembali kepada pemerintah sebagai regulator dalam hal ini. Kita sebagai masyarakat perlu mendukung untuk terciptanya udara yang semakin membaik.

Berikut adalah tips dari WHO (World Health Organization)sebagai badan PBB yang bertugas dalam melakukan koordinasi kegiatan dalam hal peningkatan kesehatan masyarakat di berbagai belahan dunia: pertama batasi berjalan di jalanan yang sibuk dan jika membawa anak kecil, angkat mereka supaya berada lebih tinggi dari posisi knalpot kendaraan. Kedua batasi menghabiskan waktu di daerah yang ramai kendaraan, seperti lampu merah. Ketiga Jika sedang berolahraga,  lakukanlah di daerah lebih tidak berpolusi. Keempat batasi penggunaan kendaraan seperti mobil dihari-hari yang berpolusi tinggi. Dan yang terakhir jangan membakar sampah karena asapnya dapat merusak kesehatan. Mari bersama melakukan peran kita dalam menjaga lingkungan agar lingkungan pun bisa menjaga kesehatan kita.

Berita Terkait

Muhammad Suryadiningrat

Muhammad Suryadiningrat

Mahasiswa Kedokteran Hewan PSDKU Universitas Airlangga Banyuwangi