Mencermati Kondisi IPAL di Kabupaten Gresik

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Ekonomi Bisnis
Ilustrasi oleh Ekonomi Bisnis

Akses universal terhadap sanitasi dan kebersihan yang layak adalah salah satu dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) yang perlu dicapai pada tahun 2030. Hal ini termasuk mengakhiri buang air di tempat terbuka. Maka dari itu, perhatian khusus harus diberikan, terutama untuk perempuan dan orang-orang yang memiliki situasi rentan.

Akses terhadap sanitasi untuk seluruh penduduk Indonesia telah tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN) 2014-2019. Sayangnya, belum ada perubahan signifikan di Indonesia di era reformasi. Berdasarkan penelitian World Bank, keluarga tanpa fasilitas sanitasi yang cukup di Indonesia membuang 6.4 juta ton kotoran manusia ke sungai setiap tahunnya.      

Salah satu cara untuk mewujudkan akses universal terhadap sanitasi adalah dengan meningkatkan jumlah Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal dan area pelayanannya. Tujuannya sederhana, yaitu menyediakan fasilitas sanitasi untuk masyarakat agar mereka berhenti buang air di tempat terbuka. Namun, meskipun fasilitas ini sudah dibangun, IPAL Komunal tidak berfungsi dengan baik karena hasil pengolahan limbah IPAL Komunal tidak dipantau dengan baik. 

Beberapa teknologi pengolahan air limbah yang biasa digunakan adalah Anaerobic Baffled Reactor (ABR) dan Anaerobic Filter (AF). ABR merupakan tangki septik yang terdiri dari beberapa dinding partisi yang membuat air limbah mengalir di sepanjang jalur yang dibuat oleh dinding tersebut, sehingga ABR memiliki waktu menyimpanan lebih lama dari septic tank biasa. Hal ini juga dapat meningkatkan proses biologis untuk mengurai limbah. Sedangkan AF adalah media tempat melekatnya bakteri anaerobik yang berfungsi mengurai bahan pencemar dalam limbah. Maka, ketika air limbah mengalir lewat tangki septik yang terpasang media ini, kandungan bahan pencemarnya akan berkurang.

Untuk mengetahui apakah IPAL sudah bekerja dengan baik, sebuah penelitian di Kabupaten Gresik dilakukan. Data penelitian diambil dari sampel air limbah domestik dan kuisioner. Kuisioner ini diisi oleh KPP selaku pengelola IPAL Komunal di 7 area di Kabupaten Gresik. Kuisioner ini diberikan untuk menganalisis perilaku, kepercayaan, dan karakteristik komunitas di lingkungan tertentu.

Teknologi yang digunakan di IPAL Komunal merupakan kombinasi ABR dan AF. Secara fisik, seluruh IPAL Komunal di wilayah penelitian kondisinya baik. Namun, air limbah yang sudah diolah IPAL berbau tidak enak. Hal ini disebabkan oleh ventilasi yang tidak cukup tinggi. Air limbah domestik memiliki kandungan protein yang tinggi. Proses penguraian protein dalam limbah adalah sumber utama bau tersebut. Menurut 41,30% responden, masalah utama sistem distribusi air limbah adalah penyumbatan.

Selain itu, air limbah IPAL Singosari 1, Bedilan, dan Roomo masih memiliki konsentrasi minyak, lemak, dan bahan organik yang tinggi. Karena kandungan bahan organiknya tinggi, Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) juga tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa proses penguraian biologis di IPAL Komunal tidak berlangsung dengan baik. Penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat pemakaian detergen yang berlebihan sehingga menyebabkan air tanah memiliki tingkat kesadahan tinggi.

Menurut hasil penelitian, seluruh IPAL Komunal memiliki tingkat efisiensi penghilangan BOD yang tinggi, tetapi hanya IPAL Roomo yang memenuhi standar efisiensi penghilangan COD. Rasio BOD dan COD digunakan untuk menentukan kemampuan limbah mengalami biodegradasi atau pemecahan polutan organik oleh aktivitas mikroba. Rasio BOD dan COD IPAL Komunal yang diteliti menunjukkan bahwa air limbah yang belum diolah dapat diproses secara biologis dengan bantuan mikroba.  

Tujuan sanitasi juga belum tercapai karena kurangnya pemeliharaan oleh Kelompok Pemeliharaan Pengguna (KPP). Pemeliharaan IPAL dibutuhkan untuk menjaga umur instalasi. Tugas KPP adalah menyusun mekanisme kerja, operasional, dan pemeliharaan IPAL serta distribusi air limbah, mengumpulkan dana iuran untuk biaya operasional dan pemeliharaan, mengoperasikan dan memelihara IPAL termasuk sistem saluran pembuangan, meningkatkan kualitas pelayanan, dan melaksanakan kampanye kesehatan. Namun, berdasarkan survei, tingkat pemahaman KPP akan tugasnya masih rendah. 

Selain itu, KPP juga belum banyak terlibat dalam pengelolaan IPAL. Pemantauan IPAL hanya dilakukan sekali setahun oleh instansi pemerintah. Sementara di SOP IPAL, pemantauan seharusnya dilakukan oleh KPP.

Secara keseluruhan, IPAL Komunal di area penelitian sudah cukup baik, namun masalah utama pada tiap IPAL adalah baunya. KPP juga masih belum cukup paham akan tugas dan tanggung jawabnya.

Penulis: Nurina Fitriani

Berikut adalah link jurnal ilmiah dari tulisan tersebut:

http://penerbit.uthm.edu.my/ojs/index.php/ijie/article/view/4269

References

Soedjono, E. S., Fitriani, N., Setiawan, A., Mulia, G. J., & Ningsih, D. A. (2019). Study on Communal Wastewater Treatment Plants (CWWTPs) in Gresik, Indonesia. International Journal of Integrated Engineering, 236-242.

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).