Diperlukan Pelibatan Remaja dalam Perencanaan Program Kesehatan Reproduksi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi remaja. Sumber: Savanapost

Siapa yang tidak kenal remaja? Siapa yang tidak pernah melalui usia remaja? Hampir semua orang mengenal dan bahkan mengalami masa remaja, sehingga kita tidak akan kehabisan cerita tentang mereka. Remaja adalah sebuah masa yang sangat rumit, dalam beberapa hal remaja merupakan kelompok yang sudah siap untuk hidup mandiri akan tetapi berbeda pada bebebrapa hal yang lain.

Secara fisik, remaja mampu untuk hidup secara mandiri. Akan tetapi, skill, pendidikan, dan ekonomi merupakan beberapa hal yang masih membutuhkan pengembangan bahkan bantuan dari orang lain untuk mereka. Organisasi kesehatan dunia World Health Organization (WHO) mendefinisikan remaja sebagai kelompok usia 10 hingga 19 tahun.

Remaja merupakan kelompok potensial dari sebuah bangsa agar dapat berkembang. Dengan penanganan yang baik dan optimal, sebuah bangsa akan menjadi besar apabila memperhatikan penangan remaja dengan baik. Remaja saat ini merupakan penerus bangsa dan di masa mendatang. Dengan remaja yang berkualitas, maka negara akan berkembang menjadi besar.

Kesehatan reproduksi merupakan hak dan kewajiban seluruh umat manusia bahkan remaja. Kesehatan reproduksi selama ini hanya dianggap sebagai komoditas untuk manusia dewasa. Padahal, remaja yang secara fisik sudah mulai berkembang organ reproduksinya juga harus mendapatkan perhatian yang baik dari semua pihak. Dengan total populasi hampir 30% dari semua jumlah penduduk di Indonesia, remaja merupakan sebuah kelompok yang sangat besar. Perlu perhatian yang besar untuk menjaga aset ini.

Sejak 2003 pemerintah melalui Kementerian Kesehatan sudah mengembangkan pelayanan kesehatan peduli remaja. Pelayanan kesehatan reproduksi yang diperuntukkan remaja sedikit unik, karena kesehatan reproduksi masih dirasa tabu untuk diperbincangkan di budaya timur seperti yang berkembang di Indonesia. Diharapkan, puskesmas mampu memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif, nyaman, dan sesuai dengan keinginan remaja sebagai sasaran.

Pertanyaan terbesar dari semua ini adalah, apakah program yang sudah dikembangkan selama ini sudah berjalan dengan baik?

Pelayanan kesehatan yang peduli remaja seharusnya dapat melibatkan remaja, mulai dari perencanaan hingga tahap evaluasi. Sehingga, remaja bukan lagi sebagai subjek penderita yang hanya menjadi sasaran pasif. Remaja diharapkan mampu memberikan masukan yang membangun pelayanan kesehatan yang sesuai dengan dunia mereka.

Ketika dilakukan penelitian tentang implementasi dan fakta tentang pelayanan kesehatan reproduksi untuk remaja, ditemukan sesuatu yang mencengangkan. Ada jawaban dari responden yang mengatakan bahwa mereka tidak pernah mendengar tentang pelayanan kesehatan untuk mereka. Hal ini tentunya sangat miris untuk sebuah program. Program bahkan tidak dikenal oleh pasar dari program itu sendiri.

Remaja juga sangat tidak nyaman dengan pelayanan kesehatan yang selama ini ada untuk mereka. Mereka menginginkan pelayanan kesehatan yang “mereka banget”. Remaja menganggap harusnya pelayanan kesehatan untuk mereka dapat diberikan dengan suasana yang lebih santai dan tidak seperti “rumah sakit”.

Remaja berharap, mereka mendapatkan pelayanan yang lebih santai dan nyaman. Mereka lebih suka pergi ke cafe yang nyaman dari pada pergi ke sebuah klinik yang sangat kaku. Harusnya pelayanan kesehatan untuk mereka mampu menghadirkan suasana yang nyaman untuk mereka sehingga mereka mau untuk datang dan mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi yang optimal.

Diharapkan, pelayanan kesehatan reproduksi peduli remaja dapat menempatkan remaja bukan hanya sebagai objek yang selama ini pasif, namun menempatkan remaja menjadi subjek yang aktif. Sehingga remaja dapat memberikan usulan bagaimana pelayanan yang sesuai untuk mereka.

Kenyataan yang lebih pahit lagi adalah metode dan media yang selama ini digunakan dalam pelayanan kesehatan rerproduksi untuk remaja dirasakan sendiri oleh remaja seperti menggurui mereka. Mereka tidak merasa seperti dibimbing, akan tetapi seperti dipaksa menurut. Remaja merasa harusnya metode untuk memberikan pengatahuan untuk mereka dapat dibuat lebih menyenangkan dan tidak membosankan.

Perlu juga pelibatan remaja dalam perencanaan program. Karena selama ini hanya sedikit sekali bahkan hampir jarang remaja dilibatkan dalam perencanaan program. Padahal menurut standar nasional implementasi PKPR, remaja perlu dilibatkan, mulai dari perencanaan hingga evaluasi program.

Kita menunggu pemimpin berjiwa muda yang lebih bisa memberikan rasa muda untuk pelayanan kesehatan reproduksi peduli remaja di masa mendatang. Entah kapan itu akan terwujud. Tapi semoga tidak akan lama. Remaja sangat membutuhkan perhatian ini segera. Karena dengan memperhatikan mereka dengan baik, artinya kita juga peduli dengan bangsa ini. (*)

Penulis: Pulung siswantara

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan di:

http://www.indianjournals.com/ijor.aspx?target=ijor:ijphrd&volume=10&issue=5&article=098

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).