Belajar dari Pendakian, tentang Keterbatasan dan Mengukur Diri

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

UNAIR NEWS – Menjadi Ksatria Airlangga tidak hanya cukup berkuliah di kampus, mereka perlu keluar untuk melihat realita yang ada di lapangan. Hal itu demi menjawab teori-teori yang tersedia untuk kemudian direalisasikan di kehidupan sehari-hari.

Sebenarnya ada banyak cara yang bisa ditempuh untuk merealisasikan itu. Salah satunya dengan menggunakan waktu senggang untuk melakukan hal-hal yang positif. Misalnya, dengan naik gunung.

Ya, naik gunung, seperti yang dilakukan lima mahasiswa UNAIR beberapa waktu yang lalu. Yaitu Frisca, Ilham, Aham, Qosim, serta Samsul yang memilih mendaki gunung, lantaran ingin keluar dari zona nyaman.

Kelimanya sepakat menganggap, dengan naik gunung, mereka bisa mengaktualisasi diri agar lebih bersyukur dan menghargai waktu ketika kuliah.   

”Kita ini kadang enggak bersyukur, jarak kosan dengan kampus itu dekat tapi malah malas jalan, ini kita lagi naik jauh, lama, tapi malah mau jalan,” ucap Aham saat melewati pos kedua pendakian Gunung Welirang.

Gunung Welirang yang mempunyai tinggi 3.156 MDPL merupakan gunung berapi aktif yang masuk ke dalam tujuh gunung tertinggi di Pulau Jawa.

Bagi Qosim, ini adalah pengalaman pertamanya mendaki, dan langsung dipertemukan dengan gunung tersebut. Menurutnya, ini adalah perjalanan yang sangat menguras tenaga karena harus berjalan kurang lebih 17 km, dengan trek yang cukup menanjak, yakni kemiringian 30-45 derajat.

Medan yang benar-benar menguji fisik adalah ”tanjakan asu”, yaitu jalur bebatuan cadas sepanjang Kopkopan (pos dua) menuju Pondokan (pos tiga). Total menghabiskan waktu hingga lima jam perjalanan.

”Jalanannya bebatuan cadas, sakit di kaki nafas juga terengah-engah,” katanya.

Memasuki malam hari, kelimanya mulai menyiapkan tenda dan membuat api unggun. Namun suhu 6-3 Derajat celsius membuat tubuh menggigil, meski sudah memakai empat lapis pakaian.

Samsul bahkan beberapa kali membuka tangan dan mendekatkan ke api unggun untuk menghangatkan badan yang kedinginan.

“Duinginnya rek,” ketusnya.

Pukul tiga dini hari, summit attack dimulai, bebarengan dengan ratusan peserta kompetisi Indo-Runner mereka mendaki menuju puncak selama tiga jam perjalanan.

Sebelum di puncak, mereka melewati jalan setapak yang berdekatan dengan jurang. Rasa takut dan hati-hati menyelimuti. Tapi bagi mereka tiap tantangan itu harus dijalani.

Sampai di puncak, angin sangat kencang dan kabut kawah belerang mulai mengepul tinggi. bahaya mengancam jika berlama-lama di puncak. Saat itulah Frisca sadar jika waktu itu sangat berharga.

Ketika pulang, Aham mengatakan ternyata keterbatasan diri bisa dilawan dan dari perjalanan ke Gunung Welirang membuatnya semakin bijak. Tiap permasalahan ada jalan keluarnya.

”Ketika banyak tugas kadang ngeluh, ngerjain skripsi pun ya ngeluh padahal sudah dibantu (konsultasi, Red) dosen, tinggal kita bagaimana, saya percaya itu bukan masalah karena ada jalan keluarnya,” ungkapnya.

Penulis: Fariz Ilham Rosyidi

Editor: Feri Fenoria Rifa’i

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).