Terapi Fage, Alternatif Krisis Resistensi Antibiotik

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Sumber gambar: YouTube

Bakteriofage atau fage adalah virus yang dapat hidup di dalam bakteri dan secara alami membunuh bakteri. Fage secara alami membunuh bakteri namun tidak dapat menginfeksi manusia. Atas dasar fakta ini, pada 1920-an, d’Herelle berhasil menggunakan bacteriophage untuk mengobati infeksi disentri. Metode ini disebut sebagai Terapi Fage.

Ketika antibiotik ditemukan dan menjadi populer, penelitian tentang terapi Fage menjadi tidak menarik dan popular di kalangan peneliti maupun praktisi kesehatan. Namun, dengan meningkatnya kasus resistensi antibiotik hingga menurut WHO dapat menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di tahun 2030, peneliti di bidang kesehatan mulai ‘melirik’ kembali terapi Fage sebagai salah satu solusi alternatif selain antibiotik.

Terapi Fage masih belum populer di Indonesia. Namun, penelitian tentang terapi Fage telah berkembang pesat di negara-negara AS dan Eropa sebagai salah satu alternatif untuk masalah resistensi.

Untuk dapat mengaplikasikan terapi Fage dalam proses penyembuhan penyakit infeksi, interaksi antara bakteri, fage, dan sistem imun manusia perlu diketahui secara mendalam. Fag, bakteri, dan sistem kekebalan tubuh manusia diketahui memiliki interaksi yang kompleks. Khususnya, fag dan bakteri, keduanya diketahui memiliki interaksi yang bersifat kompetisi. Artinya, perubahan di satu pihak dapat menyebabkan kepunahan di pihak lain. Dengan demikian, satu-satunya cara untuk bertahan hidup adalah dengan adaptasi yang bersifat ‘melawan’.

Fage memiliki strategiter sendiri untuk beradaptasi terhadap pertahanan bakteri. Seperti mengubah struktur reseptor di permukaan selnya dan memodifikasi genomnya. Di sisi lain, bakteri melakukan hal yang sama dengan mengembangkan mekanisme pertahanan baru, seperti CRISPR-Cas.

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa populasi bakteri dan keanekaragaman fage saling terkait. Untuk menerapkan terapi Fage pada kasus infeksi manusia, sangat penting untuk memiliki pemahaman yang mendalam tentang bagaimana fage berinteraksi dengan bakteri dan pada waktu yang sama juga dapat memodifikasi sistem kekebalan tubuh manusia. Fage secara alami ada di dalam tubuh manusia dengan beragam populasi. Oleh karena itu, fage juga terbukti berinteraksi secara alami dengan sistem imun pada tubuh manusia.

Berbagai penelitian telah meneliti interaksi fage dan sistem imun adaptif pada manusia. Secara umum, fage dapat menginduksi respon imun namun tidak secara signifikan. Dalam konteks terapi Fage, fage dapat membunuh dan menyebabkan sel bakteri lisis, sehingga partikel bakteri dapat meningkatkan aktivasi respons imun. Atau, fage juga dapat ‘menyelimuti’ sel bakteri dan menginduksi lebih banyak sel imun.

Pada level klinis, fage terbukti menyembuhkan beberapa infeksi mematikan yang disebabkan oleh Bakteri ‘Super Bug’, yang tidak dapat disembuhkan meski dengan pemberian berbagai macam antibiotik. Penyembuhan infeksi dengan terapi Fage baru-baru ini dapat menyelamatkan nyawa salah seorang remaja di Amerika Serikat yang mengidap penyakit cystic fibrosis.

Setelah mendapatkan tranplantasi organ paru-paru, tim dokter menemukan infeksi pada bekas luka bedahnya. Meski telah diberikan berbagai macam antibiotik, bakteri ‘Super Bug’ yang menginfeksi pasien tersebut tidak dapat dihilangkan. Dengan demikian, para dokter dan ilmuwan mengusulkan untuk menggunakan fage yang telah direkayasa genetiknya untuk dapat membunuh ‘Super Bug’ tersebut.

Selama enam bulan berikutnya, hampir semua memar pada luka operasi menghilang dan kondisi pasien semakin membaik. Meskipun aplikasi spesifik terapi Fage telah terbukti secara klinis, namun metode terbaik untuk menggunakan terapi Fage dalam skala general masih belum ditemukan.

Meskipun masih terdapat beberapa blind spot pada aplikasi terapi Fage di dalam dunia medis baru-baru ini, badan sertifikasi obat dan makanan Amerika Serikat, FDA, telah menyetujui terapi Fage pertama yang diaplikasikan secara intravenous  (IV). Salah satu kelompok riset dari Fakultas Kedokteran Universitas California San Diego (UCSD) yang bekerja sama dengan AmpliPhi Biosciences Corporation akan mengaplikasikan terapi Fage dalam riset fase 1 dan 2. Penelitian ini akan mengevaluasi efikasi, tolerabilitas, dan keamanan terapi Fage untuk pasien dengan infeksi Staphylococcus aureus.

Meski riset mengenai terapi Fage berkembang secara progresif, ada beberapa poin ilmiah maupun klinis yang harus terpenuhi sebelum memperkenalkan terapi Fage secara komersil. Kemungkinan adanya resistensi fage pada bakteri juga mungkin terjadi. Seperti halnya resistensi antibiotik, pemahaman yang lebih dalam tentang metode isolasi dan produksi fage untuk mencegah risiko ini juga masih perlu diteliti lebih dalam.

Di Indonesia, pemanfaatan fage untuk terapi masih belum populer. Topik ini masih dapat dieksplorasi, terutama di Indonesia, negara yang sangat kaya akan keanekaragaman mikroorganisme dapat pula mengindikasikan keanekaragaman sumber fage yang sangat mungkin menjadi solusi dari masalah resistensi antibiotik. (*)

Penulis : Rizka Oktarianti Ainun Jariah

Informasi detail dari artikel ini dapat dibaca lebih lengkap pada publikasi ilmiah berikut :

Jariah, ROA, Hakim, MS. Interaction of phages, bacteria, and the human immune system: Evolutionary changes in phage therapy. Rev Med Virol. 2019;e2055. https://doi.org/10.1002/rmv.2055

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).