Gagas Perdagangan Karbon, Wahyu Wakili Indonesia di Konferensi Internasional Malaka

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Mohammad Wahyu Syafi’ul Mubarok menjadi salah satu delegasi Indonesia untuk mengikuti International Conference on Youth, Ocean, and SDG 14 di Malaka (Foto: dokumentasi pribadi)

UNAIR NEWS – Catatan prestasi membanggakan tak henti diukir oleh mahasiswa Fisika UNAIR satu ini. Beragam kejuaraan akademik nasional hingga internasional yang telah diraih, tak lantas membuat lelaki asal Lamongan ini lekas berpuas diri. Adalah Mohammad Wahyu Syafi’ul Mubarok, salah satu ikon mahasiswa berprestasi Universitas Airlangga (UNAIR) tersebut beberapa waktu lalu terbang ke Malaka berkat gagasan cemerlangnya.

Wahyu diundang untuk menghadiri International Conference on Youth, Ocean, and Sustainable Development Goals (SDG) 14, bersama dengan 100 pemuda dari 17 negara lainnya. Acara yang digelar pada 1-5 Juli 2019 di Ames Hotel, Malaka itu diikuti oleh peserta dengan beragam latar belakang, di antaranya mahasiswa S1, mahasiswa magister atau S2, profesional, Dewan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Organisasi Non Pemerintah (NGO), hingga representasi pemerintah.

Acara tersebut diselenggarakan oleh World Youth Foundation, salah satu NGO di bawah PBB yang berfokus pada pengembangan sumber daya pemuda di dunia internasional. Setiap peserta akan mempresentasikan ide yang dibawa, melakukan capacity buliding training, dan diskusi.

Wahyu menyebutkan, fokus pembahasan dalam kegiatan tersebut adalah tentang bagaimana menjaga ekosistem laut tetap berkelanjutan walau di tengah pencemaran maupun perubahan iklim. Dirinya pun menuliskan draft project sebagai syarat seleksi.

“Jadi saya tulis dalam bentuk paper singkat, mencoba membahas terkait perdagangan karbon antara Indonesia dan Cina untuk mewujudkan SDG 14, live below water,” ujarnya.

Ide tersebut muncul saat dirinya mencoba mengkaji permasalahan karbon di negeri tirai bambu. Indonesia, lanjutnya, memiliki hutan yang merupakan penyerap karbondioksida terbesar. Sementara Cina merupakan negara industri salah satu penghasil polusi terbesar di dunia. Dia pun menulis sebuah gagasan kerjasama antara kedua negara.

“Untuk mengikuti Paris Agreement, sebuah kesepakatan di Paris 2015 mengenai produksi karbon, mereka butuh membeli penyerap karbon untuk menjaga batas produksi karbon, dalam hal ini hutan Indonesia. Akhirnya muncullah peluang kerjasama,” terang Wahyu.

Usai konferensi, para peserta juga melakukan kegiatan bersih pantai di Pantai Siring, Malaka berkolaborasi dengan NGO Trash Man dari Malaysia. Kemudian ditutup dengan city tour di Historical City of Malaka. Tak lupa, Wahyu membagikan pengalaman berkesan selama mengikuti kegiatan.

“Yang paling berkesan sih, bisa berjejaring dengan delegasi dari negara lain. Belajar kesederhanaan orang-orang Nepal, belajar critical thinking-nya orang Cina, belajar kehangatan budaya Malaysia, dan banyak lainnya,” sebut Wahyu.

Terdapat lima orang delegasi dari Indonesia, yakni 1 mahasiswa dari UNAIR, 3 dari IPB, dan 1 lagi dari NGO di Bali. Minimnya delegasi dari Indonesia membuat Wahyu terpaksa mengasah kemampuan bahasa inggris. Dirinya mengaku, lima hari mengikuti acara tersebut berdampak pada peningkatan kapasitas bahasa inggrisnya.

“Intinya senang banget bisa berkolaborasi bersama pemuda brilian dari seluruh dunia untuk merumuskan sebuah gerakan atau solusi untuk menjaga bumi tetap dapat ditinggali di masa depan,” pungkasnya. (*)

Penulis : Zanna Afia Deswari

Editor : Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).