3 Mahasiswa FST UNAIR Temukan Inovasi Pendeteksi Tsunami berbasis IoT

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

UNAIR NEWS – Kondisi geografis yang terletak di pertemuan tiga lempeng menjadikan Indonesia sangat rawan terjadi gempa bumi. Selain itu, sebagai salah satu negara besar maritim, Indonesia sangat berpotensi mengalami tsunami karena gempa bumi.

Sejak 2004, tercatat telah terjadi 7 kali bencana tsunami di Indonesia. Tidak sedikit korban jiwa muncul akibat terjadinya bencana tsunami.

Pada era globalisasi saat ini, tentu teknologi sangat diperlukan dalam menunjang kehidupan. Teknologi peringatan dini tsunami atau early warning system mutlak dibutuhkan untuk langkah mitigasi awal. Termasuk untuk menghindarkan potensi munculnnya korban jiwa yang besar.

Berdasar data BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana 2018, saat ini terdapat sebanyak 22 alat pendeteksi tsunami yang dimiliki Indonesia. Perlu diketahuia, semuanya sudah tidak lagi berfungsi sejak 2012. Penyebabanya, harganya yang mahal serta biaya pemelihara dan operasi yang tinggi.

Menindaklanjuti permasalahan tersebut, mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi yang terdiri atas Muhammad Fajar Faliasthiunus Pradipta (Fisika 2017); Muhamad Rizaldi Bin Nuryasin (Fisika 2017); dan Virgilius Rivan Seran (Fisika 2015); menggagas sebuah inovasi. Yakni, berupa teknologi deteksi tsunami dini berbasis sensor ultrasonik yang mendeteksi perubahan permukaan gelombang air laut.

Di bawah bimbingan Dr. Ir. Soegianto Soelistiono, M.Si., staf pengajar FST UNAIR, kreativitas mahasiswa itu dituangkan dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta (PKM-KC) untuk tahun 2019 dengan judul “SAVETOR (Tsunami Wave Detector): Detektor Tsunami Berbasis Perubahan Gelombang Air Laut”. Mereka bersyukur bahwa proposal tersebut lolos seleksi Dikti. Karena itu, tim mereka mendapatkan dana penelitian dari Kemenristekdikti dalam program PKM tahun 2019.

Prinsip kerja Savetor itu adalah dengan mendeteksi gelombang air laut menggunakan sensor ultrasonik yang dihubungkan dengan mikrokontoller arduino. Nantinya, alat dipasangkan di pesisir.

Gelombang laut surut pada umumnya membutuhkan waktu normal 7 jam untuk kedalaman 2 meter. Jika dalam keadaan tersebut, waktu surutnya hanya kurang dari 15 menit berarti merupakan tanda awal tsunami. Saat itu sensor ultrasonik pada alat akan memberikan peringatan tsunami berupa sinyal tanda peringatan tsunami kepada penduduk.

”Kami berusaha memanfaatkan salah satu ciri tsunami, yaitu perubahan gelombang air laut untuk dipakai sebagai alat peringatan dini tsunami,” kata Muh. Fajar, ketua tim.

Teknologi tersebut dirasa sangat tepat untuk diterapkan di Indonesia. Mengingat, pengaplikasiannya sangat mudah, juga perawatannya. Di sisi harga, inovasi itu tergolong murah dan biaya operasional yang kecil.

Alat tersebut diharapkan dapat memberikan sistem peringatan dini tsunami yang akurat. Terutama dapat meminimalkan korban jiwa akibat tsunami.

”Pada saat ini, inovasi ini sangat cocok untuk diterapkan. Mengingat upaya pemerintah dalam menindaklanjuti upaya pemerintah dalam mitigasi bencana dan meminimalisir korban jiwa yang timbul akibat bencana tsunami. Selain itu, jika dibandingkan dengan teknologi yang lain,” kata Muh. Fajar.

”Semoga alat inovasinya ini bisa diterapkan untuk kepentingan di masyarakat,” imbuhnya. (*)

Penulis:  Asthesia Dhea C.

Editor: Feri Fenoria Rifa’i

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).