Refleksi Lahir Pancasila Menurut Ketua MKWU UNAIR

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ketua MKWU UNAIR Listiyono Santoso saat mengisi acara studi excursie di Pasuruan. (Dok. Pribadi)

UNAIR NEWS – Hari lahir Pancasila pernah menjadi pro dan kontra, terutama masalah tanggal untuk diperingati. Banyak yang berpendapat 1 Juni dan ada yang berpendapat 18 Agustus. Terlepas dari itu semua, hari lahir Pancasila dimaknai dengan melakukan refleksi ulang apakah nilai-nilai Pancasila sudah terimplementasi atau belum.

Ketua Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU) Universitas Airlangga (UNAIR) Dr. Listiyono Santoso S. S., M. Hum. berbagi pendapat tentang refleksi lahirnya Pancasila. Sebagai nilai ideal, perjalanan berbangsa pada masyarakat Indonesia selayaknya diarahkan menuju pada idealisasi nilai tersebut.

Listiyono mengatakan, kehidupan Pancasilais itu adalah suatu kondisi yang harus terus menerus diperjuangkan untuk diciptakan. Pancasila bukan kondisi yang sudah ada atau begitu saja terlahir, melainkan memerlukan perjuangan tiada henti secara sungguh-sungguh.

“Kondisi saat ini yang harus terus diwujudkan dalam kehidupan berbangsa. Maka semua ikhtiar harus dievaluasi bagaimana proses dan hasilnya,” ungkap Listiyono, sapaan karibnya. “Bahwa saat ini memang belum ideal, tapi setidaknya setiap pemerintahan selalu berusaha mewujudkan ke arah yang positif,” tambahnya.

Jika ada kekurangan pada nilai Pancasila, lanjut Listiyono, tidak perlu dihujat dan dicaci maki. Hal ini karena semua proses pengamalan dari masyarakat harus dihargai. Hal yang paling penting adalah upaya mempraksiskan nilai Pancasila ke dalam kebijakan tetap diupayakan oleh pemerintah dan oleh masyarakat.

Nilai-nilai pada Pancasila seharusnya tidak perlu dibedakan dengan ranah akademik dan lainnya. Semua ranah harusnya menjadi ruang yang menerapkan dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila.

“Sebagai falsafah hidup bangsa, nilai Pancasila itu harus menjadi praktik keseharian warga bangsa Indonesia. Mau di ranah akademik, ranah politik, atau ranah lainnya,” ungkapnya.  

Memilah dan memisahkan implementasi nilai Pancasila pada akhirnya hanya akan beranggapan nilai Pancasila hanya dapat dipraktikkan pada ruang-ruang tertentu. Karena alasan ini, ruang akademik harus jauh lebih akademis, rasional, dan bisa dipertanggungjawabkan.

Menguatkan Ide Kebangsaan

Teruntuk sivitas akademika seyogyanya menjadi teladan moral bagaimana implementasi Pancasila itu dijalankan. Hal ini dikarenakan tidak ada masyarakat kampus yang mengembangkan nilai yang bersifat kontraproduktif dengan nilai kebangsaannya. Tujuan pendidikan tinggi didirikan untuk semakin menguatkan ide kebangsaan suatu negara, bukan malah merusak atau mengingkarinya.

“Pancasila itu jiwa bangsa Indonesa, atau sifat kealamiahan bangsa Indonesia. Karenanya masyarakat kampus harus menjadi avand garde implementasi nilai kebangsaan itu,” ujar Listiyono.

Jika masyarakat ingin melihat keutuhan NKRI yang sesuai dengan jiwa kepribadiannya, maka perlu adanya memperjuangkan nilai Pancasila sebagai praktik hidup keseharian. Pancasila terlahir sebagai objektivikasi ajaran agama, bukan eksternalisasi.

Nilai-nilai Pancasila juga tersembunyi nilai-nilai objektif ajaran agama. Menjalankan nilai Pancasila secara baik.

“Sesungguhnya Pancasila merupakan implisitasi ajaran agama dalam ruang publik keindonesiaan,” ungkapnya.

Apabila masyarakat menjalankam Pancasila secara baik dan benar, maka masyarakat juga akan semakin religius. Pancasila dapat menggambarkan jiwa bangsa. Listiyono juga berpendapat bahwa dekatkan diri kita pada nilai-nilai Pancasila. Masyarakat yang jauh dari nilai-nilai Pancasila akan terasing dengan jiwanya sendiri. (*)

Penulis: Aditya Novrian

Editor: Binti Q. Masruroh ��

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).