Forgive, But Not Forgotten

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
University of Cambridge. (Ilustrasi: Google)

Siapa yang tidak kenal Universitas Cambridge atau The University of Cambridge di Inggris? Perguruan tinggi ini merupakan salah satu kampus tertua di dunia yang dididirikan pada tahun 1209 dan direstui oleh raja Inggris Henry ke III pada tahun 1231. Bersama dengan The University of Oxford, juga di Inggris, dikenal sebagai kampus tua di dunia dan banyak para pemimpin dunia pernah kuliah di universitas yang bergengsi ini. Dua-dua nya sering disebut dengan istilah Oxbridge.

Universitas Cambridge memang dikenal sebagai tempat para ilmuwan dunia, dan memang sesuai dengan arti “University” yang berasal dari bahasa latin “universitas magistrorum et scholarium” yang artinya “masyarakat dosen dan ilmuwan”.

Baru-baru ini di bulan Mei 2019 ada berita yang mengejutkan bahwa para peneliti dari Pusat Studi Afrika di Universitas Cambridge akan melakukan penyelidikan bagaimana perguruan ini dulu pernah memperoleh keuntungan dari hasil kerja paksa perbudakan yang dilakukan pemerintah Inggris di beberapa negara jajahannya. Penelitian ini juga akan menyelidiki sejarah hubungan perguruan tinggi Cambridge dengan perdagangan budak.

Bulan April 2019 lalu, Saint John’s College Oxford memasang iklan mencari peneliti yang bisa melakukan penyelidikan peran pergurun tinggi ini dalam melanggengkan penjajahan Inggris di dunia. University of Glagow juga di Inggris sudah melakukan penelitian yang serupa tentang hal ini.

Wakil Rektor Cambridge Stephen Toope mengatakan bahwa ada banyak keinginan para academia untuk menyelidiki hubungan perguruan tinggi Inggris dengan sejarah perbudakan dan memperoleh keuntungan finansial darinya. Dia mengatakan “We cannot change the past, but nor should we seek to hide from it. I hope this process will help the university understand and acknowledge its role during that dark phase of human history”.

Kalau penelitian di atas itu berjalan, itu merupakan keberanian perguruan tinggi di Inggris untuk berani membuka borok penjajahan yang dilakukan negaranya di berbagai belahan dunia. Dan mengakui -tanpa merasa malu- peranan perguruan tingginya dalam melestarikan penjajahan pemerintahnya yang kejam itu, yang juga merupakan sejarah kelam di dunia ini.

Seorang ekonom terkenal Utsa Patnaik dalam tulisannya di Columbia University Press baru-baru ini mengatakan tentang penilitiannya bahwa Inggris yang menjajah India selama 200 tahun telah merampas kekayaan India sebesar lebih dari US$ 45 trilliun yang menyebabkan India menderita kemiskinan berkepanjangan.

Dia mengatakan bahwa luka akibat penjajahan Inggris itu masih ada meskipun Inggris sudah meninggalkan India 70 tahun lalu. Tapi banyak pertanyaan muncul dari rakyat India. Sebenarnya, berapa  kekayaan India yang dirampok Inggris di masa penjajahan?

Belanda menjajah negeri kita ini selama 350 tahun, Inggris 5 tahun, Portugis 5 tahun, Jepang 3,5 tahun, tetapi saya belum membaca ada penelitian dari berbagai perguruan tinggi negara-negara penjajah itu tentang apakah perguruan tinggi mereka memperoleh keuntungan finansial dari hasil perampokan negara-negaranya terhadap Indonesia. Dan, apakah mereka juga membantu pemerintahnya untuk melestarikan jajahannya di Indonesia.

Mungkin suatu saat ada peneliti dari Universitas Airlangga yang ingin mendalami topik-topik di atas. Atau kita hanya pasrah sambil mengatakan “Itu sih, sejarah masa lalu” dan kita melupakannya dengan mengutip kalimat mendiang Nelson Mandela “Forgive, but not Forgotten”. Kita maafkan penjajahan itu, tapi kita tidak melupakannya.

Wallahualam.

Berita Terkait

Ahmad Cholis Hamzah

Ahmad Cholis Hamzah

Contributor of Media UNAIR, Alumni of Faculty of Economics Airlangga University’73 and University of London, UK.