Pesan Politik Paskah

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Jogjapolitan
Ilustrasi oleh Jogjapolitan

Paskah adalah momen istimewa bagi umat Kristiani yakni merayakan kebangkitan Yesus Kristus dari kematian-Nya. Bagi umat Kristiani ini adalah puncak dari karya Yesus di dunia. Bahwasanya Yesus datang, berkarya, menderita, wafat dan kemudian bangkit untuk masuk dalam kehidupan kekal surgawi.

Yesus datang ke dunia dengan misi untuk mewartakan kerajaan Allah demi keselamatan semua umat Allah. Dalam menjalankan misi itu Yesus sering kali menderita. Ia diancam dan ditolak, tetapi Ia tetap konsisten menjalankan tugas perutusan itu. Ketragisan peristiwa jalan salib yang jika dipandang dengan kaca mata kita saat ini ialah bentuk dehumanisasi, tetapi tetap Ia jalankan dengan berani dan penuh tanggung jawab.

Puncak dari rentetan jalan penderitaan Yesus itu adalah peritiwa Paskah. Paskah adalah Perayaan kebangkitan Yesus dari Kematian. Perayaan kegembiraan karena kehidupan menang atas maut. Perayaan yang memberi harapan karena adanya kehidupan baru.

Pemilu dan Paskah

Kedekatan waktu antara pesta demokrasi pemilihan umum (Pemilu) yang baru saja kita rayakan pada 17 April lalu dengan perayaan Paskah umat Kristiani hanyalah kebetulan semata. Pemilu serentak dilatarbelakangi oleh Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), sedangkan perayaan paskah yang jatuh pada Minggu 21 April 2019 merupakan hasil kalkulasi perhitungan 40 hari pasca perayaan Rabu Abu.

Perayaan paskah ini memberi pesan untuk kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Yesus dalam menjalankan misi-Nya penuh tantangan dan perlawanan dari para tokoh agama Yahudi. Kehadiran Yesus yang mendapat simpati dari masyarakat Yahudi kala itu dianggap oleh para tokoh agama Yahudi mengancam status quo mereka. Oleh para tokoh agama tersebut pun Ia kemudian di bunuh melaui peristiwa jalan salib. Namun, di atas itu semua kemenangan agung Yesus dinyatakan dalam peristiwa kebangkitan-Nya yakni Paskah.

Berdasarkan hal tersebut, maka seluruh proses politik yang memanas menjelang pemilu selama ini ialah ujianyang kita hadapi. Ujaran kebencian, hoax, kapitalisasi agama, dan adu domba yang begitu masif ialah jalan penderitaan yang dilalui bangsa kita dan kita yakin semoga itu akan menghantar kita pada kematangan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Puncak dari jalan penderitaan politik itu ialah pesta demokrasi pemilu 17 April lalu, terlebih khusus pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Hendaknya, kita memaknai peristiwa pemilu ini sebagai peristiwa “kebangkitan”. Pemilu kita jadikan sebagai momen memperbarui kehidupan politik di negara ini.

Yesus menerima konsekuensi logis dari karya-Nya dengan menderita jalan salib. Seperti Yesus, kiranya semua pihak yang berkontestasi dalam pemilu kali ini menerima dengan lapang dada hasil yang ditetapkan KPU. Yesus bangkit dari kematian dan tidak membalas dendam kepada orang-orang yang telah menghukum­-Nya. Seperti Yesus, kiranya semua pihak yang berkontestasi dalam pemilu kali ini tidak ada niat untuk menghancurkan kontestan lain yang menang.

Kita tidak boleh mengulangi lagi praktik-praktik politik sebelum pemilu yang banyak membuang energi untuk hal-hal yang tidak berguna. Menghabiskan energi hanya untuk kepentingan jangka pendek semata. Saat ini, kita mesti menggunakan energi kita untuk menciptakan praktik-praktik politik yag dapat membangun negeri ini. Di situlah letak makna paskah, yakni kebaruan kehidupan politik kita.

Marilah kita bersama-sama membangun negeri ini. Wacana-wacana yang dibangun selama masa kampanye seperti harga barang yang naik, pengangguran yang meningkat, impor yang meningkat, dan pendapatan yang rendah mesti menjadi api yang membakar semangat semua elemen bangsa ini untuk menciptakan Indonesia yang lebih baik.

Siapa pun yang menang, kita harus dukung dan menuntutnya untuk mengimplementasikan visi dan misinya selama kampanye. Tugas membangun negeri ini bukan tugas kontestan pemenang pemilu saja, tetapi tugas kita semua. Kita semua, yang menang dan yang kalah, yang berbeda partai, yang berbeda pilihan politik, yang berbeda SARA adalah kawan seperjuangan sepenanggungan dalam menjalani suka dan duka kehidupan berbangsa dan bernegara.

Semoga dengan terselenggaranya pesta demokrasi 17 April lalu, tidak ada lagi ujaran kebencian, berita hoax yang masif, adu domba masyarakat, dan kapitalisasi agama yang dapat mengancam eksistensi Pancasila dan UUD 1945 sebagai sumber integrasi negara Indonesia. Dengan meninggalkan gaya politik lama itu, maka kita sedang memaknai pemilu 17 April lalu sebagai peristiwa kebangkitan politik yakni menciptakan tatanan politik yang baru dan lebih baik untuk kemajuan bangsa Indonesia.

Berita Terkait

Achmad Chasina Aula

Achmad Chasina Aula

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi