Cerita Cindy Jadi Delegasi Pertama Kerja Sama dengan Universität Hamburg, Jerman

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

UNAIR NEWS – Empat bulan adalah waktu yang terbilang singkat bagi Cindy saat memutuskan untuk belajar di negeri orang. Tidak mudah memang. Tetapi ia tak menyesal. Sebab, perjalanannya menempuh program Winter Semester di Universität Hamburg pada Oktober tahun lalu menuntunnya pada segudang pengalaman yang sangat menarik.

Senin sore (1/4/2019) Cindy –sapaan Cindy Belinda Ramadhanty– tengah asyik menekuni layar laptop di Perpustakaan Kampus B Universitas Airlangga. Sembari menyudahi aktivitasnya berselancar di mesin pencari informasi online, ia mulai menceritakan petualangannya ’menjelajahi’ Jerman selama menjalani International Master Program ”Languages and Cultures of Southeast Asian Studies”.

”Awalnya ada tawaran terbuka untuk kami, mahasiswa Program Studi Magister Kajian Sastra dan Budaya (KSB) Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UNAIR angkatan 2017,” tutur Cindy.

Serupa dengan mahasiswa lainnya, perempuan kelahiran Medan tersebut juga memiliki keinginan untuk menjajal student exchange. Hanya, saat duduk di bangku sarjana, ia cenderung berpikir untuk mengutamakan akademik dan berkeinginan menjajal fast track. Karena itu, Cindy tidak menjadikan keinginannya tersebut sebagai prioritas utama.

”Akhirnya waktu S2 di KSB ini tertarik nyoba. Aku jadi first delegate. Nah, International Master Program ini aku ikut yang start bulan Oktober tahun 2018 kemarin. Waktu lagi Winter Semester, pas musim dingin,” imbuh alumnus Sastra Inggris UNAIR itu.

Keberangkatan Cindy ke Jerman, tepatnya di Kota Hamburg, merupakan bagian kerja sama dari FIB UNAIR dengan Universität Hamburg. Bentuk kerja sama tersebut berupa sistem double degree yang akan diterapkan pada mahasiswa S2 KSB FIB UNAIR pada masa mendatang. Nantinya, program ini memfasilitasi mahasiswa untuk merasakan pendidikan di dua universitas tersebut dengan masa studi masing-masing satu tahun.

”Jadi, aku semacam trial and error gitu ceritanya. Bener-bener perjalanan yang beda benua, sendirian. Tapi belajar banget, karena kulturnya beda dengan negara-negara Asia lain. Ngerasain jadi minoritas dan nggak bisa bahasa Jerman,” tuturnya.

Selama beberapa pekan, Cindy berkesempatan untuk belajar di Asien-Afrika-Institut dengan fokus Southeast Asian Studies. Ada tiga mata kuliah yang diambil, yakni Cultural Heritage, Theory and Methods, dan Indonesian and Malay Studies. Tidak lupa, ia juga menjajal beberapa fasilitas kampus seperti perpustakaan dan portal mahasiswa.

”Suasana di kelas focus, tapi fun dan lebih banyak diskusi. Dosennya welcome dan nggak pernah izin dadakan. Budaya membaca mahasiswa lebih terstruktur. Kalau fasilitasnya jangan ditanya. Perpus buka sampai jam dua belas malam dan punya alat scan gratis. Referensi lengkap, baik di perpus maupun portal mahasiswa,” ceritanya.

Cindy juga sempat menggarap final project mengenai Rote Flora. Yakni, bekas gedung pertunjukan yang diakuisisi oleh gerakan kiri tahun 1989. Hal itu menjadi tantangan tersendiri. Mengingat kini, bangunan itu menjadi spot bagi pendukung anti-kapitalisme dan cenderung menjaga jarak pada publik. Sehingga memerlukan pendekatan yang tepat.

Hal lain yang dikagumi Cindy adalah transportasi publik yang dimiliki Jerman. Di sana, tersedia berbagai macam kendaraan mulai dari trem, bus, hingga dua jenis kereta. Para penduduknya pun saling menghormati satu sama lain serta senantiasa menjunjung tinggi prinsip kejujuran dan bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan.

”Aku sempat mengunjungi beberapa cagar budaya seperti kastil dan concentration camp. Pernah lihat demonstrasi juga, tapi nggak sampai yang anarkis,” kenang Cindy.

CINDY (empat dari kanan) bersama teman-teman dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Hamburg saat memenuhi undangan Klub Katarakt dalam acara Internationales Festival für Experimentelle Musik pada Selasa (19/1/2019). (Foto: Istimewa)
CINDY (empat dari kanan) bersama teman-teman dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Hamburg saat memenuhi undangan Klub Katarakt dalam acara Internationales Festival für Experimentelle Musik pada Selasa (19/1/2019). (Foto: Istimewa)

Pada sela kegiatan kuliah, Cindy juga berpartisipasi dalam konferensi yang diadakan Watch! Indonesia di Berlin. Yakni, merupakan agenda bersama rombongan dari Universität Hamburg.

Ia juga menambah koneksi dengan mengikuti International Piasta Evening yang merupakan ajang interaksi bagi para mahasiswa di Universität Hamburg. Selain itu, Cindy didapuk untuk memainkan alat musik gamelan bersama teman-teman dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Hamburg dalam rangka memenuhi undangan Klub Katarakt pada acara Internationales Festival für Experimentelle Musik.

”Bersyukur banget nggak mengalami diskriminasi dan ketemu orang-orang baik di sana. Yang perlu di-inget, saat berada di negeri orang, selain harus prepare, bersikaplah open minded dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri,” pesannya. (*)

 

Penulis: Nabila Amelia

Editor: Feri Fenoria Rifa’i

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).