Mengurai Permasalahan Hak Asasi Manusia di Papua

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

UNAIR NEWS – Sebagai negara hukum, Indonesia tentu berkomitmen untuk menjamin hak asasi manusia (HAM). Komitmen tersebut dibuktikan dengan adanya ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang HAM dan UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM dilengkapi dengan instrumennya yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Meskipun begitu, Indonesia sempat diduga telah melakukan pelanggaran HAM di Papua. Bahkan, kampanye Papua Barat merdeka pada tahun 2004 juga sempat mendorong PBB untuk mengadakan referendum kemerdekaan di Papua Barat.

Tidak hanya itu, kampanye tersebut kemudian berkembang menjadi dukungan Internasional. Hingga pada 2012 sempat tersebar isu permintaan penangkapan bagi presiden RI, saat kunjungannya ke London pada bulan Oktober – November di tahun tersebut.

Iman Prihandono, S.H., M.H., LL.M., Ph.D, Ketua Departemen Hukum Internasional, dan dosen Hukum HAM Internasional pada Fakultas Hukum UNAIR yang akrab disapa Dr. Iman menjelaskan, bahwa HAM merupakan hak dasar manusia, yang menjamin kedudukan kita sebagai manusia. Sehingga, fungsi dari HAM adalah memanusiakan manusia, untuk menjadi manusia yang utuh.

“HAM ada karena keberadaan kita sebagai manusia,” ucap Dr. Iman.

Dalam bernegara, pemerintah berkewajiban dalam pemenuhan, penghormatan, dan penegakan HAM yang ada di Indonesia. Meskipun begitu, Dr. Iman tidak menampik kenyataan bahwa terjadi beberapa peristiwa pelanggaran HAM kepada masyarakat Papua.

Pelanggaran yang terjadi dimulai dari pelanggaran dalam bidang ekonomi, sosial, budaya yang meliputi hak masyarakat Papua untuk mendapatkan kehidupan yang layak, hingga pada pelanggaran berat. Sehingga, munculnya gerakan – gerakan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Papua yang tidak dapat dihindarkan.

“Masyarakat tidak puas terhadap kinerja pemerintah baik pusat maupun lokal. Sehingga konflik melawan pemerintah sering terjadi,” jelas Dr. Iman.

Menurutnya, akar masalah dari konflik tersebut adalah adanya ketimpangan sosial yang dibiarkan terlalu lama. Pembangunan ekonomi, kesehatan, pendidikan, infrastruktur dan hal lainnya yang dikerjakan oleh pemerintah berjalan dengan lambat bila dibandingkan dengan daerah lain.

Disisi lain, masyarakat Papua pada umumnya tidak banyak merasakan hasil dari hadirnya korporasi asing yang memanfaatkan sumber daya alam (SDA) mereka. Sebaliknya, masyarakat Papua harus merasakan dampak negatif dari aktifitas korporasi asing tersebut.  Misalnya, rusaknya lingkungan hidup dan sebagian masyarakat yang harus berpindah dari tempat asalnya.

Meskipun begitu, Dr. Iman juga mengapresiasi kebijakan afirmatif yang dibuat oleh pemerintah untuk memperbaiki kondisi yang ada di Papua. Kebijakan tersebut diantaranya adalah adanya otonomi khusus untuk Papua, bagi hasil sumber daya alam (SDA) yang lebih besar untuk Papua, dipecahnya Propinsi di Papua menjadi Papua dan Papua Barat untuk memudahkan komunikasi dan pelayanan masyarakat dengan pemerintah.

“Kebijakan afirmatif pemerintah lainnya berupa premium satu harga dan pembangunan infrastruktur yang dilakukan, juga dapat membantu agar keadaan Papua bisa menjadi lebih baik. Meski itu saja tidak cukup,” jelas Dr. Iman.

Masalah lainnya adalah terkait budaya, sosial, serta sumber daya manusia. Pemerintah perlu untuk meningkatkan fasilitas dan kualitas pendidikan yang ada disana. Selain itu, perlu juga adanya peningkatan perekonomian masyarakat lokal dengan memanfaatkan kekayaan alam di Papua. Pembangunan perekonomian diharapkan berlangsung secara berkelanjutan, bukan untuk dirusak.

“Kebijakan tersebut, tidak akan menjadikan Papua sebagai kawasan industrialisasi. Namun lebih kepada pembangunan ekonomi yang melestarikan kekayaan alam, menghargai kearifan lokal di Papua seperti pariwisata, pemanfaatan hasil laut, pertanian dan perkebunan tradisional untuk mengangkat ekonomi,” jelas Dr. Iman.

Pemerintah juga perlu mengambil langkah tegas dalam mengatasi tingginya biaya logistik di Papua, yang mengakibatkan mahalnya harga kebutuhan pokok. Diantaranya, pemerintah dapat membangun pusat-pusat produksi dan penyedia bahan pokok di Papua. Sehingga harganya dapat lebih murah dari pada mengimpor bahan produksi dari daerah lain.

Selain itu, pemerintah juga perlu untuk lebih memperhatikan aspirasi publik atau masyarakat Papua, serta mendorong administrasi Pemerintahan lokal yang lebih baik dan transparan. Percepatan pembangunan bertujuan agar akses masyarakat terhadap kesehatan, pendidikan, dan lapangan kerja menjadi lebih mudah juga perlu untuk dilakukan.

Perbaikan infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat Papua penting untuk dilakukan, mengingat Papua cukup sensitif dalam menghadapi permasalahan dan isu tersebut. Berbeda dengan daerah lainnya, keberadaan Papua yang strategis secara geopolitik memunculkan banyaknya kepentingan yang timbul. Hal ini membuat Pemerintah harus berusaha lebih baik lagi untuk menjamin kesejahteraan yang ada disana.

“Saat ini pemerintah tentu akan secara serius meyakinkan kepada dunia Internasional bahwa permasalahan Papua adalah permasalahan domestik, dan Papua adalah bagian tidak terpisahkan dari NKRI,” ujar Dr. Iman.

Sama seperti dengan provinsi lainnya, warga Papua adalah Warga Negara Indonesia. Memiliki hak dan kewajiban yang sama dan dijamin oleh konstitusi. Sayangnya, pemerintah terlambat dalam menyediakan sarana, prasarana dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat Papua bila dibandingkan daerah lainnya. Sehingga, kedepannya Dr. Iman berharap kesalahan yang sama tidak terulang kembali.

Penulis : Galuh Mega Kurnia

Editor : Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).