Belajar Ketulusan Mengabdi dari Vivi Ari Ani

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Sosok yang pantang menyerah Vivi Ari Ani. (Ilustrasi oleh: Feri Fenoria R)
Sosok yang pantang menyerah Vivi Ari Ani. (Ilustrasi oleh: Feri Fenoria R)

UNAIR NEWS – Bicara tentang pengabdian tentu menghadirkan banyak kesan dan penafsiran. Tak terkecuali bagi mahasiswi Sastra Indonesia 2018 satu ini. Ialah Vivi Ari Ani. Gadis yang kerap tersenyum tiap disapa Vivi tersebut merupakan salah satu panitia Camp Pengabdian Bidikmisi 2019 yang tergabung dalam Divisi Konsumsi. Saat dihubungi UNAIR NEWS beberapa waktu lalu, Vivi tengah berada di rumah sakit untuk menjalani pengobatan intensif. Gadis asal Jombang tersebut menyambut ramah dan tidak keberatan saat UNAIR NEWS hendak mengabadikan sedikit kisahnya selama mengikuti Camp Pengabdian.

Vivi divonis mengidap Lupus sejak duduk di bangku kelas 3 SMA. Hal  tersebut membuat dirinya akrab bersinggungan dengan selang infus dan obat-obatan dalam waktu setahun terakhir. Untuk meminimalisir rasa sakit, tak kurang dari empat belas butir obat harus ditelannya setiap hari. Gadis yang berasal dari keluarga sederhana itu bahkan sempat menjalani beberapa kali operasi untuk mengangkat sel penyakit yang telah menyerang bagian otak. Hal tersebut membuatnya seringkali mengalami sakit kepala hebat, emosi yang labil dan mudah lupa.

Namun rupanya hal itu tak menghentikan tekadnya untuk mengikuti kegiatan yang sejak lama diimpikannya, yaitu Camp Pengabdian. Meski sempat tak mendapat izin dengan pertimbangan kondisi kesehatan yang belum stabil, semangat Vivi untuk ikut mengabdi rupanya tak terpatahkan. Berbekal keyakinandan niat tulus untuk bisa berkontribusi, Vivi berusaha menepis semua kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi selama kegiatan berlangsung. Ia pun kemudian mengantongi izin dari dokter dan keluarganya untuk mengikuti kegiatan dengan beberapa persyaratan.

“Aku suka aja dengan kegiatan pengabdian masyarakat. Kapan lagi kita bisa membantu dan berbaur langsung sama masyarakat. Dari kegiatan itu aku menemukan hal-hal yang bikin aku mensyukuri hidup. Selama aku masih bisa kenapa tidak. Aku nggak tahu Allah kasih umur sampai kapan. Tapi setidaknya hidupku sempat berguna bagi orang lain,” terangnya.

Vivi mengaku sangat senang bisa menjadi bagian dari keluarga besar Camp Pengabdian. Mimpi sederhananya akhirnya terkabulkan. Tak ada yang paling membahagiakan bagi Vivi selain bisa berkumpul dan mendengar canda tawa teman-teman panitia, bermain bersama anak-anak Suwaluh, hingga membantu menyiapkan makanan di dapur tiap pagi hingga petang hari.

Namun sayangnya, keinginan Vivi untuk mengikuti Camp harus terhenti di hari kelima. Kondisi kesehatan yang tiba-tiba menurun, memaksanya harus kembali pulang untuk segera mendapat penanganan medis. Meski begitu,Vivi tetap bersyukur mendapat kesempatan untuk mencicipi kesan sebuah pengabdian.

“Ada banyak momen yang berkesan. Salah satunya ketika aku pulang. Sebelum pulang, di situ aku benar-benar merasakan, this is my other family. Semua begitu care, sempat ada yang nangis juga. Padahal mereka belum sampai seminggu kenal aku. Tapi sebegitu kentalnya rasa kekeluargaan dalam Camp,” kenangnya.

Bagi dirinya, Camp Pengabdian adalah rumah kedua yang membuatnya tak lagi merasa kesepian. Meski tak bisa mengikuti kegiatan selama satu minggu penuh, momen kebersamaan di Camp Pengabdian telah berhasil membuatnya sejenak melupakan rasa sakit yang dideritanya.

Ia berharap suatu hari dirinya dapat kembali bertemu dengan teman-teman panitia untuk mendengar cerita Camp Pengabdian selepas dirinya pulang.

“Aku ingin bertemu dengan teman-teman panitia lagi. Aku ingin dengar cerita gimana seru, suka, dukanya Camp kemarin. Aih, anak-anak Suwaluh lucu-lucu, sayangnya aku nggak terlalu paham bahasa mereka,” ujar gadis yang bermimpi untuk bisa menjejakkan kaki di Mesir dan Turki tersebut.

“Semoga sebelum Allah menciptakan kepergian, Allah kasih aku kesempatan ketemu teman-teman panitia lagi,” tuturnya.

Semangat Vivi adalah representasi nyata dari kalimat “Dari hati, siap mengabdi,”. Di tengah perjuangannya melawan penyakit parah, ia masih sempat turut berjuang memanjangkan nafas kemanusiaan melalui kegiatan pengabdian. Sosoknya telah mengajarkan bahwa mengabdi tak selalu diperuntukkan bagi mereka yang mampu, namun juga bagi siapapun yang mau. Hanya berbekal niat tulus dan kesungguhan, siapapun bisa membaktikan diri untuk menebar kebermanfaatan. Terimakasih Vivi, semangat dan perjuanganmu yang luar biasa telah banyak memberi inspirasi.

Penulis: Zanna Afia Deswari

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).